Loading AI tools
sutradara dan penulis asal Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
H. Misbach Yusa Biran (11 September 1933 – 11 April 2012 ) adalah sutradara film, penulis skenario film, drama, cerpen, kolumnis, sastrawan, serta pelopor dokumentasi film Indonesia.
Misbach Yusa Biran | |
---|---|
Lahir | Lebak, Banten, Hindia Belanda | 11 September 1933
Meninggal | 11 April 2012 78) Tangerang Selatan, Banten, Indonesia | (umur
Pekerjaan |
|
Suami/istri | |
Anak | Nina Kartika Tita Fitrah Soraya Cahya Kamila Firdausi Farry Hanief (Almarhumah) Sukma Ayu |
Misbach Yusa Biran lahir di Rangkasbitung, Lebak, Banten pada tanggal 11 September 1933. Ia merupakan anak dari pasangan Ayun Sabiran yang berdarah Suku Minangkabau dan Yumenah asli Banten. Ayahnya yang berasal dari Dangung-dangung, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, merupakan seorang Digulis yang kemudian menjadi pemilik studio foto. Nama Misbach diberikan oleh ayahnya, yang mengambil nama dari tokoh pergerakan Haji Misbach. Sedangkan Yusa Biran, ditambahkan oleh Misbach ketika ia dewasa, yang merupakan nama pena ayahnya, "Jose Beron".[1]
Ia menyelesaikan pendidikannya di [2]Taman Madya Bagian B, Perguruan Taman Siswa[1], Kemayoran, Jakarta.
Misbach mulai menyutradarai sandiwara ketika masih duduk di bangku sekolah pada awal tahun 1950-an. Di samping itu, ia juga menulis resensi film dan karya sastra. Setelah lulus sekolah ia memilih film sebagai jalan hidupnya. Tahun 1954-1956, ia bekerja di Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) pimpinan Usmar Ismail, berawal sebagai pencatat skrip, kemudian menjadi asisten sutradara dan anggota Sidang Pengarang.[3] Ia juga pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Perfilman H. Usmar Ismail Jakarta, anggota Dewan Film Nasional, dan Ketua Umum Karyawan Film dan Televisi (1987-1991).[4]
Kegiatan di bidang film dimulai ketika dia menjadi pencatat skrip untuk film Puteri dari Medan (1954) yang disutradarai D. Djajakusuma. Setahun kemudian ia menjadi pembantu sutradara bagi Usmar Ismail untuk menggarap Tamu Agung (1955). Tahun 1955, Biran menulis skenario pertama dari cerpen Sjumandjaja Kerontjong Kemajoran yang kemudian oleh Persari diangkat menjadi film berjudul Saodah. Dia banyak bekerja sama dengan sutradara Wim Umboh sebagai co-sutradara dan penulis cerita/skenario, seperti dalam Istana Jang Hilang (1960), Djumpa Diperdjalanan (1961), Bintang Ketjil (1963), Matjan Kemajoran (1965), ...Dan Bunga-Bunga Berguguran (1970), dan Biarlah Kupergi (1971).[5]
Selama tahun 1957-1960, Misbach membuat film pendek dan dokumenter, dan menyutradarai beberapa film layar lebar pada kurun waktu 1960-1972. Salah satunya berjudul Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1967) yang menerima penghargaan untuk sutradara terbaik dalam ajang "Pekan Apresiasi Film Nasional".[6] Ia juga mendapat penghargaan skenario terbaik, untuk film Menjusuri Djedjak Berdarah di ajang yang sama.[6] Film lainnya yang ia tulis skenarionya adalah Ayahku (1987). Film yang penyutradaraannya ditangani Agus Elias ini dinominasikan sebagai film dengan skenario terbaik dalam ajang "Festival Film Indonesia".[6] Karyanya yang lain, Karena Dia (1979) juga dinominasikan sebagai film dengan skenario terbaik dalam "Festival Film Indonesia" pada tahun 1980.[6]
Pada tahun 1971, Misbach sempat memutuskan untuk tidak menyutradarai film karena ia menolak untuk mendukung industri perfilman yang saat itu semarak dengan produksi film porno. Pada masa itu ia hanya menulis skenario, yakni Romansa (1970), Samiun dan Dasima (1970), Bandung Lautan Api (1974), Krakatau (1976), Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1977).[5]
Kontribusi Misbach yang terbesar untuk perfilman nasional adalah dengan berdirinya Sinematek Indonesia pada tahun 1975. Lembaga itu berusaha mendokumentasikan film nasional secara independen. Ia memimpin Sinematek Indonesia hingga tahun 2001. Sosoknya bahkan menjadi identik dengan lembaga tersebut.
Misbach pernah menjadi Direktur Pusat Perfilman H Usmar Ismail Jakarta, anggota Dewan Film Nasional, dan Ketua Umum Karyawan Film dan Televisi (1986-1991).[7] Selain itu, dia pernah menjadi dosen Akademi Sinematografi LPJK sejak tahun 1979 untuk mata kuliah Sejarah Film Indonesia dan Teknik Penulisan Skenario.[8]
Misbach juga aktif di dunia jurnalistik. Ia pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Minggu Abadi (1958-1959), Purnama (1962-1963), dan Redaktur Duta Masjarakat (1965-1966), Abad Muslimin (1966), Gelanggang (1967).[9]
Karya-karya sastranya antara lain berjudul Bung Besar (Drama, 1958, menerima Hadiah Kedua Sayembara Penulisan Naskah Drama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun yang sama), Setengah Djam Mendjelang Maut (Drama, 1968), Menjusuri Djedjak Berdarah (Novel, 1969), Keajaiban di Pasar Senen (Kumpulan Cerpen, 1971), Oh, Film (Kumpulan Cerpen, 1973). Kedua kumpulan cerpen ini disatukan di bawah judul Keajaiban di Pasar Senen dan dicetak ulang pada tahun 1996.[10]
Selain berpengetahuan luas, Misbach juga banyak menulis buku tentang perfilman. Misbach meluncurkan buku berjudul "Teknik Menulis Skenario Film Cerita" pada 30 Januari 2007.[11]
Pada tahun 1993 Misbach menerima Hadiah Seni dari Pemerintah RI.[12]
Di usianya yang mencapai 78 tahun, Misbach yang mendapat penghargaan khusus dari Forum Film Bandung atas dedikasi dan kontribusinya di dunia film, masih terus berkarya melalui skenario yang ditulisnya. Baginya, film adalah alat utama perjuangannya, sebagai media ekspresi kesenian dan intelektual. Yang paling penting menurutnya, film adalah alat dakwah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, khususnya kualitas bangsa Indonesia.
Pada tahun 2010, Misbach meraih penghargaan status Fellows dari Asosiasi Arsip Audiovisual Asia Tenggara-Pasifik (Southeast Asia-Pacific Audiovisual Archive Association, SEAPAVAA) di Bangkok, Thailand. Program penghargaan SEAPAVAA ini ditujukan sebagai bentuk pengakuan bagi para individu luar biasa atas kontribusi sangat penting melalui berbagai cara di bidang arsip audiovisual, dan atas kepemimpinan mereka dalam komunitas profesional pengarsipan. Namun khusus untuk Misbach, SEAPAVAA menyatakan bahwa sosoknya merupakan inspirasi bagi komunitas arsip film di Asia dan Pasifik. Pendiri Sinematek Indonesia ini adalah orang pertama yang menerima Lifetime Achievement Award SEAPAVAA pada tahun 1997.[13]
Misbach menikah dengan aktris Nani Widjaya pada tahun 1969, dan dikaruniai dengan enam orang anak. Dua diantaranya mengikuti jejak mereka di dunia film, yaitu Cahya Kamila dan Sukma Ayu. Misbach merupakan kakak dari sutradara Ida Farida dan aktris Ani Hidayat.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.