Jangan ada padamu Allah lain di hadapan-Ku
From Wikipedia, the free encyclopedia
"Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku" adalah salah satu dari Sepuluh Perintah Allah yang ditemukan dalam Alkitab Ibrani (לא יהיה־לך אלהים אחרים על־פני; Keluaran 20:3 = Ulangan 5:7).[1]
Bagian dari sebuah serial tentang |
Sepuluh Perintah Allah |
---|
Artikel terkait |
|
Perintah ini menetapkan hakikat eksklusif dari hubungan antara bangsa Israel dengan YHWH, Allah Israel,[2] suatu perjanjian yang diprakarsai oleh Allah setelah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan melalui tulah-tulah Mesir dan pengeluaran mereka dari sana.[3]
Menurut salah satu pengertian umum, penyembahan berhala adalah memberikan penghormatan ilahi kepada sesuatu hal atau makhluk ciptaan.[4] Pada zaman kuno, terdapat banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemujaan atau penyembahan allah-allah lain. Namun, menurut Kitab Ulangan, bangsa Israel mendapat peringatan keras untuk tidak menerapkan atau mengadaptasi praktik keagamaan apa pun dari bangsa-bangsa di sekitar mereka.[5] Kendati demikian, kisah bangsa Israel sampai terjadinya pembuangan ke Babilonia merupakan kisah seputar pelanggaran perintah pertama melalui ibadah kepada "allah-allah lain" beserta dengan konsekuensi-konsekuensinya. Banyak khotbah biblika dari zaman Nabi Musa hingga Pembuangan Babel berdasar pada konteks tersebut—yaitu pilihan antara ibadah yang dikhususkan kepada Allah atau kepada allah-allah palsu.[6] Pembuangan Babel tampaknya menjadi suatu titik balik yang kemudian menjadikan bangsa Yahudi secara keseluruhan sangat monoteistik serta bersedia untuk melakukan berbagai peperangan (misalnya Pemberontakan Makabe) dan menghadapi kemartiran daripada memuja allah lainnya.[7]
Shema beserta berkat/kutukan yang menyertainya mengungkapkan tujuan perintah ini menyertakan kasih kepada satu Allah yang benar, bukan sekadar pengakuan atau ketaatan lahiriah.[8] Dalam Injil, Yesus mengutip Shema sebagai "hukum yang terutama dan yang pertama",[9] dan para rasul kelak mewartakan bahwa orang-orang yang hendak mengikuti Kristus harus berpaling dari allah-allah lain. Katekismus Gereja Katolik (KGK) maupun para teolog Protestan mengajarkan bahwa perintah ini tetap berlaku pada zaman modern dan melarang ibadah kepada berhala-berhala fisik, pencarian bimbingan atau kegiatan spiritual dari sumber lain apapun itu (misalnya magi, astrologi, dll.), maupun pemfokusan pada prioritas-prioritas duniawi seperti tubuh (makanan, kesenangan lahiriah, dll.), pekerjaan, dan uang.[10] KGK memuji orang-orang yang menolak, sekalipun dalam konteks budaya, pemujaan-pemujaan semacam itu karena "kewajiban untuk memberikan kepada Allah ibadah yang autentik berkaitan dengan manusia sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk sosial."[11]