Nama orang Cina

From Wikipedia, the free encyclopedia

Nama seseorang yang berbangsa atau kaum Cina berasal dari tanah besar Cina serta diasporanya ditata mendahulukan nama keluarga (Cina: 姓氏; pinyin: xìngshì) diikuti nama sendiri (Cina: ; pinyin: míng) sepatah atau dua aksara Cina kata. Tatanama ini turut diambil guna Korea, Jepun dan orang Vietnam hasil pengaruh alam ketamadunan di rantau tanah besar Cina sejak zaman-berzaman.

Nama sendiri yang terdiri dari dua aksara lebih lazim lagi-lagi sejak dekad 2000 dan 2010-an, jika mengikut bancian perangkaan penduduk seluruh negara moden Republik Rakyat China sebanyak 75%.[1][2]

Kelaziman

Diaspora Nusantara

Di Malaysia

Nama-nama keluarga yang wujud dalam kalangan masyarakat Cina Malaysia diserap dari bahasa-bahasa serumpun Sinitik seperti bahasa Hokkien dan bahasa Kantonis tetapi tidak dirumikan secara seragam yakni mengikut kefahaman pegawai British membanci mereka. Misalnya:

Maklumat lanjut Aksara, bahasa Cina Pertengahan ...
Aksara bahasa Cina Pertengahan bahasa lisan moden serumpun sebutan Mandarin
lama ringkas bahasa Hokkien bahasa Kantonis bahasa Hakka bahasa Teochew
/drin/ tîn (Chin), tân (Tan) can4 (Chan) chhṳ̀n (Tang, Tan) chén
/trjang/ tiuⁿ (Teo, Teoh) zoeng1 (Cheong, Cheung) chông (Chong) tiuⁿ (Teo, Teoh) zhāng
Tutup

Di Indonesia

Suku "Tionghoa" di Indonesia sebelum zaman Orde Baru rata-rata masih memiliki nama Cina dengan 3 suku kata. Walaupun seseorang Cina di Indonesia tidak mengenal aksara Han, tetapi biasanya nama Cina di Indonesia tetap diberikan dengan cara perumian. Karena mayoritas orang Cina di Indonesia adalah imigran dari Hokkien, maka nama-nama Cina berdialek Hokkien lebih lazim daripada dialek-dialek lainnya.

Banyak nama yang diindonesiakan adalah suku kata nama belakang Hokkien dengan imbuhan Barat[3] atau Indonesia yang menghasilkan banyak nama yang terdengar eksotis. Meskipun dua orang Cina memiliki nama keluarga Cina yang sama, mereka bisa memiliki nama Indonesia yang berbeda. Misalnya, seseorang dengan nama belakang "林" (Mandarin: Lín, Bahasa Kantonis: Lam atau Lum, Hokkien: Liem atau Lim = hutan) dapat menggunakan "Limanto", dan yang lainnya dapat menggunakan "Halim" sebagai nama yang terdengar ke-Indonesiaan. Aktivis politik dan pengusaha terkenal Sofjan Wanandi (Liem Bian Koen)[4] menerjemahkan Lin ke dalam bahasa Jawa kuno "wana" dan menambahkan imbuhan laki-laki "ndi", menghasilkan nama marga baru Wanandi.[5]

Di bawah pemerintahan diktator Suharto, warganegara Indonesia keturunan Cina dianjurkan untuk mengindonesiakan nama Cina mereka dalam erti mengambil sebuah nama Indonesia secara resmi. Misalnya Liem Sioe Liong diubah menjadi Soedono Salim. Walaupun demikian, di dalam acara kekeluargaan, nama Cina masih sering digunakan; sedangkan nama Indonesia digunakan untuk keperluan surat-menyurat resmi.

Namun sebenarnya, ini tidak diharuskan kerana tidak pernah ditetapkan sebagai undang-undang dan peraturan yang mengikat. Hanya tarik-menarik antara pendukung teori asimilasi dan teori integrasi wajar di kalangan Cina sendiri yang menjadikan anjuran ini dipolitisir sedemikian rupa. Anjuran ganti nama tersebut muncul kerana ketegangan hubungan Republik Rakyat China dengan Indonesia setelah peristiwa Gerakan 30 September. Pada tahun 1966, Ketua Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB), Kristoforus Sindhunata menyerukan penggantian nama orang-orang Cina demi pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa.[6] Anjuran ganti nama paling keras disuarakan di Jawa, sehingga mereka yang paling merasakan perubahan identitas.[7]

Seruan ini mendapat kecaman dari kalangan orang Cina sendiri dan cemuhan dari kalangan warga Indonesia pembenci kaum Cina. Yap Thiam Hien secara terbuka menyatakan bahawa nama tidak dapat menjadi ukuran nasionalisme seseorang dan ini juga yang menyebabkan nasionalis terkemuka Indonesia itu tidak mengubah namanya sampai akhir hayatnya. Hal ini mendapat tentangan keras Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia dan Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia yang pada waktu itu berideologi membenci kaum Cina menyatakan rasional bahawa penggantian nama tidak akan mengganti otak orang Cina serta menyerukan pemulangan seluruh orang Cina berkewarganegaraan RRT di Indonesia ke negara leluhurnya.[6]

Ganti nama ini memang merupakan satu kontroversi kerana tidak ada kaitan antara pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa dengan nama seseorang, juga kerana tidak ada sebuah nama yang merupakan nama Indonesia asli.Templat:Oleh siapa

Hingga saat ini, beberapa orang Cina enggan menggunakan nama Tionghoanya kerana khawatir dengan isu SARA dan kebiasaan masa Orde Baru. Masih sedikit sekali nama-nama asli Cina yang tertera di KTP.[8]

Rujukan

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.