Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Yusya' (bahasa Arab: یوشع, translit. Yūsyaʿ, bahasa Ibrani: יְהוֹשֻׁעַ) atau Yusya' bin Nūn (bahasa Arab: یوشع بن نون), adalah tokoh dalam Al-Qur'an, Alkitab, dan Tanakh. Dia adalah murid Musa dan sosok yang mewarisi kepemimpinannya atas Bani Israil sepeninggalnya. Yusya' dikenal sebagai tokoh yang memimpin Bani Israil memasuki Palestina. Dalam Yahudi dan Kristen, tokoh ini disebut Yosua.
Yusya' یوشع • יְהוֹשֻׁעַ | |
---|---|
Lahir | Mesir |
Meninggal | Palestina |
Nama lain | Yosua |
Dikenal atas | Memimpin Bani Israil memasuki Palestina |
Gelar |
|
Orang tua |
|
Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, 'Serbulah mereka melalui pintu gerbang itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.'
— Al-Ma'idah (5): 23
Sesudah Musa hamba Tuhan itu mati, berfirmanlah Tuhan kepada Yosua bin Nun, abdi Musa itu, demikian, 'Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu.'
— Yosua 1: 1–2
Al-Qur'an (kitab suci Islam) tidak menyebutkan nama Yusya', tapi keberadaannya disebutkan dalam Surah Al-Ma'idah (5): 23 dan Al-Kahfi (18): 60-65. Dalam Tanakh (kitab suci Yahudi) dan Alkitab (kitab suci Kristen), kisah Yusya' (disebut Yosua dalam Yahudi dan Kristen) disebutkan dalam Kitab Keluaran (Syemot), Imamat (Wayiqra), Bilangan (Bemidbar), Ulangan (Devarim), dan Yosua (Yehosyua). Selain kitab suci, keterangan mengenai Yusya' juga terdapat dalam riwayat hadits.
Yusya' merupakan salah satu nabi dari kalangan Bani Israil. Alkitab menyebutkan Yusya' berasal dari suku Efraim bin Yusuf.[1] Nama aslinya adalah Hosea, tetapi Musa menamainya Yehosyua.[2] Silsilahnya dalam Alkitab adalah Yusya' bin Nun bin Elisama bin Amihud bin Ladan bin Tahan bin Telah bin Resef bin Refah bin Efraim bin Yusuf bin Ya'qub.[3] Ibnu Katsir menyebutkan bahwa silsilahnya adalah Yusya' bin Nun bin Efraim bin Yusuf.[4]
Alkitab menyebutkan bahwa setelah menyeberang laut dan sampai di suatu tempat bernama Rafidim, rombongan Bani Israil diserang bangsa Amalek. Musa kemudian memerintahkan Yusya' bin Nun untuk memilih beberapa orang dan bertarung melawan Amalek. Bersama Harun dan Hur, Musa naik ke atas bukit. Saat Musa mengangkat tangannya, Bani Israil menang, tetapi saat menurunkan tangan, Amalek yang menang. Saat Musa kelelahan, Harun dan Hur mengambil batu untuk Musa duduk dan mereka berdua menopang tangan Musa sampai matahari terbenam. Pasukan Yusya' akhirnya berhasil mengalahkan Amalek.[5]
Al-Qur'an menjelaskan bahwa Musa memerintahkan Bani Israel untuk masuk ke negeri yang telah ditentukan Allah untuk mereka. Namun mereka tidak mau memasukinya dengan alasan penduduk di sana sangat kuat dan kejam. Dua orang di antara Bani Israil berusaha meyakinkan yang lain bahwa mereka akan memperoleh kemenangan melawan penduduk negeri tersebut. Ahli tafsir menyebutkan bahwa Yusya' adalah salah satu dari dua orang yang disebut dalam Al-Qur'an tersebut. Meski demikian, tetap saja Bani Israil yang lain tidak tergerak. Puncaknya, mereka justru meminta Allah dan Musa berperang sendiri melawan penduduk tersebut, sementara mereka akan menanti. Maka Allah mengharamkan negeri itu pada Bani Israel selama empat puluh tahun dan selama itu, mereka akan berputar-putar kebingungan di muka bumi.[6]
Alkitab menjelaskan bahwa Musa mengutus dua belas orang pengintai untuk meninjau tanah Kanaan (Palestina). Setelah kembali, mereka melaporkan bahwa negeri itu memiliki susu dan madu yang melimpah, juga bangsa yang tinggal di sana sangat kuat dan tinggal di kota besar berbenteng. Sepuluh pengintai di antara mereka menyebutkan bahwa Bani Israil tidak akan mampu melawan bangsa tersebut, menyebarkan cerita bohong bahwa penduduk negeri itu adalah penduduk negeri tersebut seperti raksasa sehingga mustahil untuk direbut.[7] Laporan tersebut menjadikan Bani Israil mengeluh dan marah, bahkan mereka hendak mengangkat seorang pemimpin baru dan kembali ke Mesir. Dua di antara pengintai tersebut, Yusya' bin Nun dan Kaleb bin Yefune dari suku Yehuda berusaha keras meyakinkan Bani Israil yang lain bahwa mereka bisa mengalahkan penduduk tersebut karena Tuhan menyertai mereka, tetapi orang-orang tersebut justru mengancam akan melempari mereka dengan batu. Allah kemudian menghukum Bani Israil. Mereka semua yang berusia di atas dua puluh tahun, kecuali Yusya' dan Kaleb, akan mati di gurun dan tidak akan bisa memasuki negeri yang dijanjikan tersebut. Setelah Musa menyampaikan hukuman Allah tersebut, Bani Israil menjadi sedih dan keesokan harinya, mereka berusaha merebut negeri tersebut tanpa restu Musa. Meski Musa telah melarang, mereka tetap nekat dan mereka dikalahkan oleh bangsa Amalek dan penduduk Kanaan.[8]
Sebagai pembantu Musa, Yusya' juga kerap disebutkan mendampingi Musa dalam beberapa kesempatan. Alkitab menyebutkan bahwa Yusya' membersamai Musa pergi ke Gunung Sinai, tapi tidak ikut naik ke atas.[9] Al-Qur'an menyebutkan bahwa saat mencari Khidir, Musa juga didampingi pembantunya. Tidak disebutkan namanya, tetapi para ulama menafsirkan bahwa pembantu yang dimaksud adalah Yusya'. Musa dan Yusya' berusaha mencari Khidir di pertemuan dua laut. Saat sedang beristirahat, ikan yang menjadi bekal mereka kembali hidup dan melompat mengambil jalan ke laut. Saat mereka sudah cukup jauh melanjutkan perjalanan, Musa meminta bekalnya pada Yusya' dan barulah Yusya' yang tadi lupa kemudian menceritakan mengenai ikan tersebut. Akhirnya mereka kembali ke tempat ikan tersebut pergi dan di sana mereka bertemu Khidir.[10][11]
Alkitab menyebutkan bahwa saat Allah mengabarkan bahwa Musa juga akan mati lebih dulu sebelum masuk ke negeri perjanjian sebagaimana Harun, Musa meminta agar Allah menunjuk penggantinya dalam memimpin Bani Israil. Allah kemudian menunjuk Yusya'. Yusya' kemudian diperintahkan berdiri di hadapan Imam Eleazar bin Harun dan Musa meletakkan tangannya di atas kepala Yusya', kemudian Musa mengumumkan bahwa Yusya' akan menjadi penggantinya.[12]
Yusya' menjadi pemimpin Bani Israil sepeninggal Musa. Dalam sebuah riwayat hadits[13] disebutkan bahwa seorang nabi, ditafsirkan sebagai Yusya' hendak maju memimpin perang, tetapi melarang tiga kelompok orang untuk menjadi pasukannya, yakni: seorang lelaki yang telah menikah tapi belum sempat menyentuh istrinya, orang yang sedang sibuk membangun rumah dan belum sempat menyelesaikan pembangunannya, dan orang yang sedang menanti kelahiran dari hewan-hewan ternaknya. Yusya' dan pasukannya menyerbu sebuah kota atau desa. Saat sudah atau hampir masuk waktu ashar, Yusya' berdoa pada Allah agar menghentikan matahari sehingga dia pasukannya dapat menaklukkan kota sebelum matahari terbenam. Akhirnya Yusya' dan pasukannya berhasil menaklukkan daerah tersebut sebelum matahari terbenam.
Sesuai syariat saat itu, Yusya' kemudian mengumpulkan harta rampasan perang dan api dari langit akan menyambar harta-harta tersebut. Harta rampasan perang tidak halal bagi Bani Israil sesuai syariat saat itu. Namun saat api tersebut muncul, harta tersebut tidak dilahab, menandakan ada penggelapan harta rampasan perang. Yusya' kemudian memerintahkan satu orang dari tiap suku untuk berbaiat dengannya. Jika ada dari tangan mereka yang menempel pada Yusya', berarti penggelap harta tersebut dari suku orang tersebut. Ada dua atau tiga orang yang tangannya menempel. Mereka kemudian mengeluarkan harta yang disembunyikan tersebut, yakni emas sebesar kepala sapi. Emas tersebut diletakkan bersama harta rampasan lain, kemudian api melahab harta-harta tersebut.[14]
Terkait tempat dan waktu kejadian tersebut, Tanakh menyebutkan bahwa peristiwa tersebut terjadi saat penaklukkan Ariha (Yerikho), sementara riwayat hadits menyebutkan penaklukkan Baitul Maqdis.[15] Disebutkan bahwa peristiwa tersebut merupakan penaklukkan Baitul Maqdis dan terjadi saat Jum'at sore. Matahari terbenam menandakan masuknya hari Sabat dan Bani Israil diwajibkan beribadah sebagaimana syariat Musa.[16]
Alkitab menjelaskan bahwa saat sudah berusia sangat senja, Yusya' memanggil para pemuka, pemimpin, perwira, dan hakim Bani Israil, berwasiat kepada mereka untuk tetap menjalankan syariat Musa dan jangan menyembah tuhan-tuhan lain.[17] Yusya' wafat pada usia 110 tahun dan dimakamkan di tanah miliknya sendiri di Timnat-Serah di pegunungan Efraim, sebelah utara Gunung Gaas.[18]
Tanakh dan Alkitab menjelaskan bahwa setelah memasuki Palestina, Bani Israil memasuki masa kesukuan. Tiap-tiap dua belas suku Bani Israil mendapat wilayah tertentu di Palestina. Suku Yusuf dibagi menjadi dua: Suku Manasye dan Suku Efraim, keduanya mendapat jatah wilayah masing-masing. Suku Lewi tidak mendapat wilayah karena mereka menempati kedudukan khusus dalam keagamaan, yakni sebagai keluarga yang menurunkan para nabi dan imam (pendeta). Tidak ada pemerintahan pusat pada masa ini. Saat masa-masa sulit, diangkatlah seorang hakim (Ibrani: שופט šōp̄êṭ/shofet) yang berperan sebagai penguasa atau pemimpin militer, sekaligus orang yang memimpin pengadilan hukum.[19] Yusya' disebut juga berperan sebagai hakim, meski tidak menyandang gelar tersebut secara resmi. Masa kesukuan ini berlangsung sampai Thalut (Saul) diangkat sebagai raja. Penobatannya menjadikan Bani Israil memasuki masa kerajaan.
Beberapa tempat yang diyakini sebagai makam Yusya':
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.