Wangsa (dinasti) Warmadewa adalah keluarga bangsawan yang pernah berkuasa di Pulau Bali.
Pendiri dinasti ini adalah Sri Kesari Warmadewa, menurut riwayat lisan turun-temurun, yang berkuasa sejak abad ke-10. Namanya disebut-sebut dalam prasasti Blanjong di Sanur dan menjadikannya sebagai raja Bali pertama yang disebut dalam catatan tertulis. Menurut prasasti ini, Sri Kesari adalah penganut Buddha Mahayana yang ditugaskan dari Jawa untuk memerintah Bali. Dinasti inilah yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa Kerajaan Medang periode Jawa Timur pada abad ke-10 hingga ke-11.
Berikut adalah raja-raja yang dianggap termasuk dalam wangsa Warmadewa:[1][2][3]
Śri Ugrasena (ca. 915-942 M). Raja Ugrasena mengeluarkan prasasti-prasastinya tahun 837-864 Ç (915-942 M). Sedikitnya ada sembilan buah prasasti yang dikeluarkan, dan semuanya berbahasa Bali Kuno. Prasasti-prasasti yang dimaksud adalah prasasti Srokadan (837 Ç), Babahan I (839 Ç), Sembiran AI (844 Ç), Pengotan AI (846 Ç), Batunya AI (855 Ç), Dausa, Pura Bukit Indrakila AI (857 Ç), Serai AI (858 Ç), Dausa, Pura Bukit Indrakila BI (864 Ç), Gobleg, Pura Batur A.
Sang Ratu Sri Haji Tabanendra Warmadewa (ca. 955-967 M) memerintah bersama dengan permaisurinya yaitu Sri Subhadrika Dharmmadewi pada kurun waktu 877-889 Ç (955-977 M). Sedikitnya ada 4 prasasti yang memuat nama raja suami-istri tersebut, yakni prasasti Manik Liu AI (877 Ç), Manik Liu BI (877 Ç), Manik Liu C (877 Ç), Kintamani A (889 Ç)
Indrajayasingha Warmadewa disebut juga Candrabhaya Singha Warmadewa (penguasa bersama, Saka 878-896/ca. 956-974 M), pendiri Tirta Empul dan berdasarkan prasasti Manukaya (882 Ç)
Janasadhu Warmadewa (ca. 975 M), satu-satunya prasasti atas nama raja tersebut adalah prasasti Sembiran AII (897 Ç).[4]
Śri Wijaya Mahadewi (ratu, ca. 983 M), Satu-satunya prasasti menyebut nama raja ini adalah prasasti Gobleg, Pura Desa II (905 Ç)
Mahendradatta atau Gunapriya Dharmapatni (ratu, sebelum 989-1007 M).[lower-alpha 1] Memerintah bersama Dharma Udayana Warmadewa (ca. 989-1011 M) [suami Gunapriya] Raja suami-istri itu termuat dalam beberapa prasasti, yakni Prasasti Bebetin A I (911 Ç), Serai AII (915 Ç), Buwahan A (916 Ç), Sading A (923 Ç). Dalam prasasti, nama Gunapriyadharmapatni lebih dahulu disebutkan daripada Udayana. Pada tahun 933 Ç, terbit sebuah prasasti atas nama raja Udayana sendiri, tanpa permaisurinya, yakni Prasasti Batur, Pura Abang A (933 Ç).
Śri Ajñadewi atau Çri Adnya Dewi (ratu, ca. 1011-1016 M) yang mengeluarkan prasasti Sembiran AIII (938 Ç)
Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja atau Marakata Pangkaja Sthana Tunggadewa atau Paduka Haji Sri Dharmawangsawardhana Marakatapangkajasthanottunggadewa(ca. 1016-1025 M) [anak Dharma Udayana] yang mengeluarkan prasasti-prasasti antara lain Prasasti Batuan (944 Ç), Prasasti Sawan AI (945 Ç), Tengkulak A (945 Ç), Buwahan B (947 Ç).
Anak Wungsu (ca. 971-999 Ç, 1025-1077 M) [adik Airlangga dan Marakata Pangkaja] Raja yang memerintah terlama diantara raja-raja pada jaman Bali Kuno. Ada 31 prasasti dikeluarkannya atau yang dapat diidentifikasikan sebagai prasasti-prasasti yang terbit pada masa pemerintahannya.
Śri Maharaja Walaprabhu (antara 1001-1010 Ç, 1079–1088 M) mengeluarkan tiga buah prasasti yaitu Prasasti Babahan II, prasasti Ababi A, prasasti Klandis.
Śri Maharaja Sakalendukirana Laksmidhara Wijayottunggadewi atau Paduka Sri Maharaja Sri Çlendukirana Isana Gunadharmma Lakumidhara Wijayatunggadewi (ratu, ca. 1088-1101 M) Gelar ini terbaca dalam prasasti Pengotan BI (1010 Ç) dan Pengotan BII (1023 Ç).
Śri Maharaja Sri Suradhipa (ca. 1115-1119) mengeluarkan prasasti-prasasti Gobleg, Pura Desa III (1037 Ç), Angsari B (1041 Ç), Ababi, dan Tengkulak D.
Setelah berakhirnya masa pemerintahan raja Suradhipa, dimulailah masa pemerintahan "Wangsa Jaya" yang merupakan pecahan dari wangsa Warmadewa, secara beruntun memerintah di Bali terdapat empat orang raja yang menggunakan unsur Jaya dalam gelarnya, yaitu: