Transfigurasi Kristus adalah peristiwa di mana Yesus dimuliakan di gunung, serta bertemu dengan Musa dan Elia di atas gunung itu. Muka-Nya bercahaya dan penuh dengan kemuliaan. Hal ini merupakan puncak spiritualitas dari Yesus.[1]
Pada waktu peristiwa itu, terdapat tiga murid Yesus bersama dengan Dia; Petrus, Yakobus dan Yohanes.[2] Cahaya kemuliaan yang memancar dari wajah Yesus itu untuk memberikan pengajaran kepada para murid, bahwa di balik peristiwa yang menyedihkan yang akan dialami Yesus.[2] Peristiwa(penyaliban) yang akan membawa pada kemenangan, kemuliaan, bahwa di balik hinaan dan caci maki akan ada kemuliaan yang akan menguatkan para murid dalam kehidupan mereka dalam mengikuti guru (Yesus) mereka itu.[2]
Peristiwa ini kemudian menjadi tradisi umat Kristen dalam menghayati salah satu peristiwa hidup Yesus Kristus.[1] Waktu untuk melaksanakan transfigurasi ini berlangsung pada minggu sebelum merayakan Hari Raya Jumat Agung sebagai peringatan kematian Yesus.[1] Transfigurasi ini dijadikan titik sentral dalam karya Yesus sebagai Mesias menurut rencana Allah.[1]
Peristiwa ini dapat diketahui dalam Alkitab pada Injil Matius 17:1-12, atau di Injil Markus 9: 2-13 atau di Injil Lukas 9: 28-36.[3][1]
Tujuan transfigurasi ini adalah untuk memberikan spiritualitas kepada umat Kristen dalam sikap batin, dan berdampak pada sikap lahirnya juga.[4] Sikap Batin itu menurut Kardinal Carlo Mantini dapat dilihat dalam diri Santo Paulus dalam beberapa hal: adanya sukacita batin dan kedamaian yang besar, adanya sikap pujian, kesiapan dalam mengikut Yesus.[4]
Menurut Injil Matius dan Markus, peristiwa ini terjadi 6 hari setelah Yesus bercakap-cakap dengan murid-murid-Nya di daerah Kaisarea Filipi (Injil Lukas: "kira-kira 8 hari sesudah segala pengajaran itu"). Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" di mana kemudian Petrus menjawab: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!"[5] Ini merupakan awal dari pengenalan murid-murid-Nya bahwa Yesus bukan manusia biasa, melainkan "Yang Diurapi" (= Mesias = Kristus) dan "Anak Allah". Yesus memberitahukan bahwa: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa."[6] (Injil Matius: "...melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya."[7]; Injil Lukas: "...melihat Kerajaan Allah."[8]) Perkataan ini menjadi nyata seminggu kemudian.
Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi (Injil Lukas: untuk berdoa). Di situ mereka sendiri saja. Ketika Yesus sedang berdoa, Dia berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi sangat putih berkilat-kilat, berkilau-kilauan, bersinar seperti terang. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat mengelantang pakaian seperti itu. Maka tampak kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus.[9] Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem.[10]
Sementara itu Petrus dan teman-temannya telah tertidur dan ketika mereka terbangun mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya: dan kedua orang yang berdiri di dekat-Nya itu.[11] Dan ketika kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada Yesus: "Rabi (Injil Matius: Tuhan; Injil Lukas: Guru), betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."[12] Ia berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan.[13]
Dan tiba-tiba sedang Petrus berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka. Ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka. Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia."[14] (Injil Lukas: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia."[15]) Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan.[16]
Dan sekonyong-konyong, ketika suara itu terdengar, waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorangpun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri.[17] Lalu Yesus datang kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata: "Berdirilah, jangan takut!" Dan ketika mereka mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorangpun kecuali Yesus seorang diri.[18]
Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka: "Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorangpun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati."[19] Maka murid-murid itu merahasiakannya, dan pada masa itu mereka tidak menceriterakan kepada siapapun apa yang telah mereka lihat itu.[20] Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan "bangkit dari antara orang mati."[21]
Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?" Jawab Yesus: "Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka, sesuai dengan yang ada tertulis tentang dia. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka." [22] Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis.[23]
Injil Yohanes tidak mencatat kejadian ini, tetapi mencatat kesaksian Yohanes sebagai saksi mata dalam pasal pertama: "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.[24]
Petrus menulis tentang kejadian ini dalam suratnya yang kedua: "Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya. Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus.[25]
Tidak ada catatan mengenai nama "gunung yang tinggi" dalam peristiwa ini.
Sejak abad ke-3, beberapa orang Kristen meyakini gunung Tabor sebagai tempat terjadinya Transfigurasi, termasuk Origen.[26]
Tabor telah lama menjadi tempat ziarah Kristen dan lokasi "Church of the Transfiguration" (Gereja Transfigurasi).
Pada tahun 1808, Henry Alford menyampaikan keraguan tentang lokasi di gunung Tabor karena kemungkinan penggunaan terus menerus benteng Romawi yang dibangun oleh Antiokhos III yang Agung di gunung Tabor pada tahun 219 SM, dan menurut catatan Yosefus digunakan oleh orang Romawi pada waktu Perang Yahudi-Romawi Pertama.[27] Pakar lain menjawab bahwa meskipun Antiokhos mendirikan benteng di Tabor, hal itu tidak menghalangi terjadinya transfigurasi di puncak gunung.[28] Edward Greswell menulis pada tahun 1830, bahwa "tidak alasan bagus untuk mempertanyakan tradisi gereja kuno, yang meyakini lokasi di gunung Tabor."[29]
John Lightfoot menolak lokasi Tabor dengan alasan terlalu jauh, berdasarkan pernyataan "gunung tertentu di dekat Kaisarea Filipi",[30] dan diusulkan lokasinya ada di gunung Panium, Paneas, atau Banias, bukit kecil yang terletak di mata air sungai Yordan. Kota Kaisarea Filipi dibangun di kaki gunung init.[31]
R. T. France (1987) menulis bahwa [gunung Hermon]] paling dekat dengan Kaisarea Filipi, yang disebutkan di pasal sebelumnya dalam Injil Matius.[32] Demikian juga Meyboom (1861) menandai "Djebel-Ejeik."[33] yang merupakan pengalihan istilah "Jabal el Sheikh", nama Arab untuk gunung Hermon.
H. A. Whittaker (1987) mengusulkan bahwa lokasinya adalah gunung Nebo terutama karena merupakan tempat Musa memandang tanah perjanjian sebelum matinya dan paralel dengan perkataan Yesus ketika turun dari gunung itu: "Engkau akan berkata kepada gunung ini (yaitu gunung tempat transfigurasi), ‘Berpindahlah dari sini ke sana,’ (yaitu ke tanah perjanjian) dan ia akan berpindah, dan tidak ada yang mustahil bagimu."[34]
Dalam Leksionari Protestan yang didasarkan pada "New Revised Common Lectionary", Peringatan Minggu Transfigurasi jatuh pada Hari Minggu sebelum pelaksanaan Rabu Abu. Biasanya, warna liturgi yang digunakan adalah "Putih". Minggu Transfigurasi juga merupakan bagian dari Masa Epifani. Bacaan Leksionari Injil yang digunakan bervariasi dari Mat. 16:28; Mrk. 9:1; Luk. 9:27 (Menyesuaikan Tahun Liturgi). Dalam Perayaan ini pula, biasanya Pendeta dan Penatua mengumumkan mengenai rangkaian Pra-Paskah.
Meistermann, Barnabas (1912), "Transfiguration", [[The Catholic Encyclopedia]], XV, New York: Robert Appleton Company, diakses tanggal 2007-08-15Konflik URL–wikilink (bantuan), citing Origen's Comm. in Ps. 88, 13
The New Testament for English Readers: pt.1. The three first gospels Page 123 "It was probably not Tabor, according to the legend; for on the top of Tabor then most likely stood a fortified town"
Johannes Jacobus van Oosterzee Theological and homiletical commentary on the Gospel of St-Luke: Volume 1 – Page 318 "The only really formidable difficulty is that adduced by De Wette, from Robinson, that, at this period, the summit of Tabor was occupied by a fortress. But even if Antiochus the Great fortified this mountain BC 219, this by no means proves that a fortress existed in the time of Christ; while if, as Josephus tells us, it was fortified against the Romans, this must certainly have happened forty years later."
Louis Suson Pedro Meyboom (1817–74), Protestant theologian and pastor at Amsterdam. An adherent of the so-called "modern" school in theology, he wrote many books, including Het Leven van Jezus (7 vols., 1853–61).