Loading AI tools
Pahlawan Revolusi Kemerdekaan Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Suwiryo (EVO: Soewirjo; 17 Februari 1903 – 27 Agustus 1967 ) adalah seorang politikus Indonesia. Ia menjabat sebagai Walikota pertama Jakarta setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dari tahun 1945 hingga 1947 dan sekali lagi dari tahun 1950 hingga 1951. Selain itu, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia di bawah Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo dari tahun 1951 hingga 1952. Sebagai anggota Partai Nasional Indonesia, ia juga merupakan ketua keenam partai tersebut, menjabat dari tahun 1956 hingga digulingkan oleh Ali Sastroamidjojo pada tahun 1960.
Suwiryo | |
---|---|
Ketua Partai Nasional Indonesia ke-6 | |
Masa jabatan 28 Juli 1956 – 29 Juli 1960 | |
Wakil Perdana Menteri Indonesia ke-5 | |
Masa jabatan 6 September 1950 – 27 April 1951 | |
Perdana Menteri | Soekiman Wirjosandjojo |
Wali Kota Jakarta pertama | |
Masa jabatan 30 Maret 1950 – 2 Mei 1951 | |
Masa jabatan 23 September 1945 – November 1947 | |
Pendahulu Posisi ditetapkan Pengganti Elbert Marinus Stok (sebagai Walikota Jakarta/Batavia Belanda) | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Suwiryo 17 Februari 1903 Wonogiri, Jawa Tengah |
Meninggal | 27 Agustus 1967 64) Bandung, Jawa Barat | (umur
Makam | Taman Makam Pahlawan Kalibata |
Partai politik | Partai Nasional Indonesia |
Pekerjaan | Politikus |
Sunting kotak info • L • B |
Suwiryo menamatkan AMS di Yogyakarta dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak tamat. Suwiryo sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik. Kemudia ia bergiat di bidang partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin majalah Kemudi. Menjadi pegawai pusat Bowkas "Beringin" sebuah kantor asuransi. Pernah juga menjadi pengusaha obat di Cepu.[1]
Pada masa mudanya Suwiryo aktif dalam perhimpunan pemuda Jong Java dan kemudian PNI. Setelah PNI bubar tahun 1931, Suwiryo turut mendirikan Partindo. Pada zaman kependudukan Jepang, Suwiryo aktif di Jawa Hokokai, Barisan Pelopor dan Putera.
Proses Suwiryo menjabat sebagai wali kota dimulai pada Juli 1945 pada masa pendudukan Jepang. Kala itu dia menjabat sebagai wakil wali kota pertama Jakarta, sedangkan yang menjadi wali kota seorang pembesar Jepang (Tokubetsyu Sityo) dan wakil wali kota kedua adalah Baginda Dahlan Abdullah. Dengan kapasitasnya sebagai wakil wali kota, secara diam-diam Suwiryo melakukan nasionalisasi pemerintahan dan kekuasaan kota.
Pada 10 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu setelah bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki. Berita takluknya Jepang ini sengaja ditutup-tutupi. Tapi Suwiryo, dengan berani menanggung segala akibat menyampaikan kekalahan Jepang ini pada masyarakat Jakarta dalam suatu pertemuan. Hingga demam kemerdekaan melanda Ibu Kota, termasuk meminta Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Perpindahan kekuasaan dari Jepang dilakukan tanggal 19 September 1945 dan Suwiryo ditunjuk jadi Wali kota Jakarta tanggal 23 September 1945.
Ketika kedua pemimpin bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan, Suwiryo-lah salah seorang yang bertanggungjawab atas terselenggaranya proklamasi di kediaman Bung Karno. Semula akan diselenggarakan di Lapangan Ikada (kini Monas) tetapi karena balatentara Jepang masih gentayangan dengan senjata lengkap, dipilih di kediaman Bung Karno.
Suwiryo dari PNI pada 17 September 1945 bersama para pemuda ikut menggerakkan massa rakyat menghadiri rapat raksasa di lapangan Ikada (Monas) untuk mewujudkan tekad bangsa Indonesia siap mati untuk mempertahankan kemerdekaan. Rapat raksasa di Ikada ini dihadiri bukan saja oleh warga Jakarta tetapi juga Bogor, Bekasi, dan Karawang.
Ketika pasukan Sekutu mendarat yang didomplengi oleh pasukan NICA (Nederlands Indies Civil Administration), pada awal 1946, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden, Hatta hijrah ke Yogyakarta. Suwiryo yang tetap berada di Jakarta menginstruksikan kepada semua pegawai pamongpraja agar tetap tinggal di tempat menyelesaikan tugas seperti biasa. Pada 21 Juli 1947 saat Belanda melancarkan aksi militernya, Suwiryo diculik oleh pasukan NICA di kediamannya di kawasan Menteng pada pukul 24.00 WIB. Selama lima bulan dia disekap di daerah Jl Gajah Mada, dan kemudian (Nopember 1947) diterbangkan ke Semarang untuk kemudian ke Yogyakarta.
Di kota perjuangan, wali kota pertama Jakarta ini disambut besar-besaran oleh Panglima Besar Soedirman yang datang ke Stasiun Tugu. Di sana Suwiryo ditempatkan di Kementrian Dalam Negeri RI sebagai pimpinan Biro Urusan Daerah Pendudukan (1947-1949). Pada September 1949, Suwiryo kembali ke Jakarta sebagai wakil Pemerintah RI pada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada 17 Februari 1950 Presiden RIS, Sukarno mengangkatnya kembali sebagai Wali kota Jakarta Raya. Pada 2 Mei 1951, Suwiryo diangkat jadi Wakil PM dalam Kabinet Sukiman-Suwirjo (April 1951 - April 1952). Jabatan wali kota diganti oleh Syamsurizal (Masyumi). Setelah berhenti menjadi Wakil PM, kemudian Suwiryo diperbantukan beberapa saat di Kementrian Dalam Negeri. Setelah itu Suwiryo menjabat sebagai Presiden Direktur Bank Umum Nasional merangkap Presiden Komisaris Bank Industri Negara (BIN) yang kemudian dikenal dengan Bapindo. Suwiryo meninggalkan dunia perbankan setelah terpilih menjadi Ketua Umum PNI. Lepas dari kegiatan partai, Suwiryo menjadi anggota MPRS dan kemudian menjadi anggota DPA.[2][3]
Enam tahun terakhir masa hayatnya, Suwiryo berjuang melawan penyakit yang tidak dapat dilawannya, akhirnya ia meninggal pada 27 Agustus 1967 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.