Loading AI tools
Atlet wanita Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Lucia Francisca Susy Susanti Haditono (Hanzi: 王蓮香, Pinyin: Wang Lian-xiang, Hokkien, Pe̍h-oē-jī: Ong Lien Hiang; lahir 11 Februari 1971 ) adalah seorang pemain bulu tangkis asal Indonesia keturunan Tionghoa. Ia terkenal dengan gaya bermainnya yang khas, badan yang bugar, triknya tidak dimiliki oleh siapapun, dan mental yang tangguh. Ia dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu pemain tunggal putri terhebat sepanjang masa.[1] Ia merupakan peraih medali emas Indonesia pertama di Olimpiade.[2]
Dia menikah dengan Alan Budikusuma, yang meraih medali emas bersamanya di Olimpiade Barcelona 1992. Selain itu, ia pernah juga meraih medali perunggu di Olimpiade Atlanta 1996. Pasangan Alan dan Susi memiliki 3 orang anak yang bernama Laurencia Averina, Albertus Edward, dan Sebastianus Frederick.
Pada bulan Mei 2004, Badminton World Federation (atau Federasi Bulutangkis Dunia) memberikan penghargaan Badminton Hall of Fame kepada Susi Susanti. Pemain Indonesia lainnya yang memperoleh penghargaan Hall of Fame yaitu Rudy Hartono Kurniawan, Dick Sudirman, Christian Hadinata, dan Liem Swie King. Sebelumnya, ia juga menerima Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama pada tahun 1992.[3]
"Injury squashed my dad’s hopes of being a world champion. He lived his dream through me."
— Susi Susanti mengungkapkan inspirasi terbesarnya selama obrolan Instagram langsung, disorot oleh BWF pada 2020.[4]
Susi Susanti lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 11 Februari 1971 dari pasangan Risad Haditono dan Purwo Banowati. Pendidikan SD ditempuh di Tasikmalaya, lalu SMP dan SMA Negeri di Ragunan, Jakarta Selatan, dan kemudian ke STIE Perbanas.[5]
Sejak kecil, Susi sudah berlatih bulu tangkis. Dukungan penuh dari orang tua membuat kemampuannya dalam bermain bulu tangkis bisa berkembang secara baik. Ayahnya adalah atlet bulu tangkis yang bercita-cita menjadi juara dunia. Namun mimpi Ayahnya tersebut harus kandas lantaran beliau mengalami cedera lutut semasa muda. Cita-cita yang kandas itulah yang diwariskan kepada Susi. Susi setiap hari dilatih oleh sang ayah, bukan hanya sekedar latihan memukul, melainkan juga hal-hal detil seperti footwork, stamina, dan lain sebagainya.[6]
Susi berlatih di klub milik pamannya, PB Tunas Tasikmalaya, selama tujuh tahun dan berhasil memenangi kejuaraan level junior.[7] Pada 1985, Susi yang masih duduk di bangku SMP memutuskan mengepakkan lebih lebar sayap kariernya di dunia bulu tangkis dengan hijrah ke Jakarta.[8] Ia saat itu diminta bergabung oleh dua klub besar Indonesia, PB Jaya Raya dan PB Djarum. Namun karena pertimbangan memiliki sanak saudara di Jakarta, Susi akhirnya memilih untuk bergabung di Jaya Raya.[6]
Susi terjun ke dunia bulu tangkis sejak tahun 1980. Pada 1985, ia masuk ke klub PB Jaya Raya, dibawah asuhan pelatih Liang Ciu Sia.[6]
Susi berhasil memenangkan medali emas tunggal putri di Olimpiade Musim Panas 1992 di Barcelona, Spanyol[9] dan medali perunggu di Olimpiade Musim Panas 1996 di Atlanta, Amerika Serikat.[10] Susi adalah pemain tunggal putri yang paling dominan di babak pertama.[2]
Susi juga memenangkan All England Terbuka pada tahun 1990, 1991, 1993 dan 1994, World Badminton Grand Prix Finals lima kali berturut-turut dari tahun 1990 hingga 1994 serta di 1996, dan Kejuaraan Dunia IBF pada tahun 1993. Dia adalah satu-satunya pemain wanita yang memegang gelar tunggal Olimpiade, Kejuaraan Dunia, dan All-England secara bersamaan. Dia memenangkan Japan Open tiga kali dan Indonesian Open lima kali. Dia juga memenangkan banyak seri Badminton Grand Prix dan lima Badminton World Cup.[11]
Ia juga memimpin tim Indonesia meraih kemenangan atas juara abadi Tiongkok di kompetisi Piala Uber 1994 dan 1996. Semua ini terjadi selama periode yang relatif kuat dalam bulu tangkis internasional wanita. Pesaing utamanya di awal tahun-tahun utamanya adalah pemain Tiongkok Tang Jiuhong dan Huang Hua, dan, kemudian, Ye Zhaoying Tiongkok dan Bang Soo-hyun.[2]
Susi Susanti dinobatkan ke dalam Hall of Fame Federasi Bulu Tangkis Dunia (IBF, saat ini BWF) pada Mei 2004,[11] dan menerima Piala Herbert Scheele pada tahun 2002.[5]
Susi memutuskan untuk gantung raket pada tahun 1998.[12] Sebenarnya Susi masih bisa melanjutkan kariernya selama 2 tahun ke depan dan Susi sangat ingin mendapatkan emas pada Asian Games, karena itu adalah satu-satunya pertandingan yang belum pernah Susi menangkan. Namun, setelah ia dinyatakan hamil pada tahun 1998, ia memutuskan untuk gantung raket dan tidak mengikuti Asian Games.[2]
Setelah 19 tahun menggeluti dunia bulutangkis, akhirnya Susi mengundurkan diri tanggal 30 Oktober 1999. Acara pelepasan Susi berlangsung di Istora Senayan, merupakan pelepasan yang pertama kali pernah dilakukan PBSI. Dihadiri 2.500 penonton, pada kesempatan itu PBSI memberikan hadiah penghargaan berupa emas seberat 25 gram.[5]
Selain menjadi ibu rumah tangga, sesudah gantung raket Susi bersama suaminya juga mengembangkan perusahaan apparel bulu tangkis bernama Astec dan sport massage center bernama Fontana (bersama Elizabeth Latief).[13] Ia sendiri lebih mendorong anak-anaknya untuk mengejar karier selain di bulu tangkis. Baginya prestasinya dan suaminya dapat membebani anak-anaknya.[14]
Susi adalah pemain bertahan yang sangat tahan lama yang suka melakukan reli panjang untuk melemahkan stamina lawan dan mengundang kesalahan. Gaya itu sangat kontras dengan kebanyakan pemain wanita top pada masanya seperti Bang Soo-hyun, Tang Jiuhong, Huang Hua, dan Ye Zhaoying, yang menggunakan gaya yang lebih agresif.[15]
Pertandingan Susi melawan lawan-lawan papan atas biasanya berlangsung lambat dan panjang, terutama di era sistem 15 poin ketika seorang pemain hanya bisa mendapatkan satu poin ketika dia memegang servis. Susi Susanti mengandalkan pembersihan yang dalam ke lini belakang, membatasi peluang pertukaran cepat, bercampur dengan drop shot yang ketat, memaksa lawannya untuk menutupi seluruh lapangan. Susi sering menutupi sisi backhand-nya dengan forehand di atas kepala, dengan mengandalkan kecepatan dan kelenturan lengkung punggungnya. Relatif pendek, dia sering meregangkan kakinya sangat lebar untuk mengambil bidikan rendah di sudut atau menjauh dari posisinya. Dikembangkan dari latihan, gerakan peregangan kaki yang hampir seperti balet ini menjadi pose khas yang terkadang diakhiri dengan split kaki penuh. Di tahun-tahun terakhir kariernya, Susi memasukkan lebih banyak pukulan keras ke dalam repertoarnya, cukup untuk menyingkirkan lawan yang hanya mengharapkan permainan atrisi.[11]
Kisah Susi Susanti dibuat menjadi film biopik bertajuk Susi Susanti: Love All (2019), disutradarai oleh Sim F.[16] Di film tersebut dirinya diperankan oleh aktris Laura Basuki, sementara Dion Wiyoko berperan sebagai Alan Budikusuma.[17][18] Film ini dirilis pada 24 Oktober 2019.[19][20][21]
Susi Susanti menikah dengan Alan Budikusuma pada tahun 1997 setelah berpacaran selama 9 tahun. Pasangan ini juga dijuluki "Pasangan Emas Olimpiade" karena keduanya meraih emas olimpiade untuk Indonesia pada Olimpiade Barcelona 1992.[22]
Sekira 4000 orang undangan hadir di Ballroom Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan pada acara resepsi yang digelar pada 9 Februari 1997.[23] Selain para stakeholder bulu tangkis, hadir pula Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Jenderal (Purn) Wismoyo Arismunandar, Ketua Umum PBSI, Letjen (Purn) Soerjadi, Wakil Presiden keenam Republik Indonesia, Try Sutrisno yang sebelumnya menjabat ketua PBSI selama dua periode, serta pengusaha sekaligus pemilik Klub Jaya Raya, Ir. Ciputra. Resepsi dengan tema "Grand Athena Wedding" tersebut juga digelar seminggu setelah keduanya menikah lewat upacara sakramen di Gereja Santo Yakobus, Jakarta Utara. Majalah Bulu tangkis edisi Maret 1997 menyebut biaya pernikahan Susi dan Alan mencapai 1 miliar rupiah. Gaun pengantin Susi dirancang mewah, plus mahkota berlian berbobot 15 kilogram.[24]
Pernikahan keduanya sempat mengalami kendala lantaran tersandung kebijakan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI). Namun setelah Susi menyampaikan protes atas hal ini di berbagai media, pengurusan dokumen pernikahannya bisa dirampungkan dengan segera.[25]
Pasangan Alan dan Susi memiliki 3 orang anak yang bernama Laurencia Averina (1999), Albertus Edward (2000), dan Sebastianus Frederick (2003).[26]
Tahun | Tempat | Lawan | Skor | Hasil |
---|---|---|---|---|
1992 | Pavelló de la Mar Bella, Barcelona, Spanyol | Bang Soo-hyun | 5–11, 11–5, 11–3 | Emas |
1996 | GSU Sports Arena, Atlanta, Amerika Serikat | Kim Ji-hyun | 11–4, 11–1 | Perunggu |
Tahun | Tempat | Lawan | Skor | Hasil |
---|---|---|---|---|
1991 | Brøndby Arena, Copenhagen, Denmark | Tang Jiuhong | 4–11, 1–11 | Perunggu |
1993 | National Indoor Arena, Birmingham, Inggris | Bang Soo-hyun | 7–11, 11–9, 11–3 | Emas |
1995 | Malley Sports Centre, Lausanne, Swiss | Ye Zhaoying | 11–5, 8–11, 2–11 | Perunggu |
Tahun | Tempat | Lawan | Skor | Hasil |
---|---|---|---|---|
1989 | Guangzhou Gymnasium, Guangzhou, China | Han Aiping | 5–11, 4–11 | Perak |
1990 | Istora Senayan, Jakarta, Indonesia | Sarwendah Kusumawardhani | 5–11, 11-1, 12–11 | Perak |
1991 | Macau Forum, Macau, China | Huang Hua | 3–11, 2–11 | Perunggu |
1993 | Indira Gandhi Indoor Stadium, New Delhi, India | Lim Xiaoqing | 11–7, 11–5 | Emas |
1994 | Pha Dinh Phung Indoor Stadium, Ho Chi Minh, Vietnam | Bang Soo-hyun | 12–9, 11–6 | Emas |
1995 | Istora Senayan, Jakarta, Indonesia | Ye Zhaoying | 9–12, 11-2, 9–12 | Perak |
1996 | Istora Senayan, Jakarta, Indonesia | Wang Chen | 11–7, 11–4 | Emas |
1997 | GOR Among Rogo, Yogyakarta, Indonesia | Ye Zhaoying | 11–8, 11-5 | Emas |
Tahun | Tempat | Lawan | Skor | Hasil |
---|---|---|---|---|
1990 | Beijing Gymnasium, Beijing, China | Tang Jiuhong | 11–7, 1–11, 7–11 | Perunggu |
1994 | Tsuru Memorial Gymnasium, Hiroshima, Jepang | Bang Soo-hyun | 4–11, 5–11 | Perunggu |
Tahun | Tempat | Lawan | Skor | Hasil |
---|---|---|---|---|
1988 | Bandar Lampung, Indonesia | Tang Jiuhong | 1–11, 4–11 | Perunggu |
Tahun | Tempat | Lawan | Skor | Hasil |
---|---|---|---|---|
1989 | Wembley Arena, London, Inggris | Li Lingwei | 8–11, 4–11 | Perak |
1990 | Wembley Arena, London, Inggris | Huang Hua | 12–11, 11–1 | Emas |
1991 | Wembley Arena, London, Inggris | Sarwendah Kusumawardhani | 0–11, 11–2, 11–1 | Emas |
1993 | Wembley Arena, London, Inggris | Bang Soo-hyun | 4–11, 11–4, 11–1 | Emas |
1994 | National Indoor Arena, Birmingham, Inggris | Ye Zhaoying | 11–5, 11–9 | Emas |
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.