kerajaan di Asia Tenggara Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Kesultanan Paser Darul Aman (sebelumnya bernama Kerajaan Sadurengas) adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516[1] dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Ratu Aji Petri Botung/Ratu Aji Putri Petong. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurengas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser Utara, Balikpapan dan Pamukan sekarang menjadi Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kota Baru di Provinsi Kalimantan Selatan.[2] Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Paser merupakan salah satu bekas negaradependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya".[3][4][5][6][7] Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Paser 30.000 jiwa.[8]
Tentang terbentuknya awal kerajaan Paser, Haji Aji Abdoel Rasyid dan kawan-kawan yang ditulis oleh M.Irfan lqbal, et.al. Dalam bukunya yang berjudul “Budaya dan Sejarah Kerajaan Paser” mengatakan terbentuknya Kerajaan Paser pada tanggal 2 Safar tahun 9 Hijriyah atau tahun 630 Masehi. Pada saat Putri Petong berusia 22 tahun dilantik atau dinobatkan menjadi ratu (ratu pertama kerajaan Paser) yang semula kerajaan Padang Bertinti menjadi kerajaan Sadurengas. Namun, dalam versi Pemerintah Kabupaten Paser, Kerajaan Sadurangas didirikan pada abad ke-16 atau sekitar tahun 1516.[1]
Sebelum Putri Petong menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Putri Petong diyakini menganut kepercayaan animisme atau suatu kepercayaan yang memuja roh-roh halus dan dewa-dewa. Roh-roh halus atau dewa-dewa diyakini bisa membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk memanggil roh-roh halus tersebut dibutuhkan sebuah bangunan berbentuk rumah yang dinamakan Panti, di dalam panti tersebut diberi sesajen kue-kue yang dibuat berbentuk patung-patung dari tepung beras menyerupai roh yang akan dipanggil. Putri Petong setelah bersuamikan Abu Mansyur Indra Jaya, setahun kemudian Putri Petong melahirkan anak yang pertama seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Nata Pangeran Berlindung bin Abu Mansyur Indra Jaya. Tiga tahun kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang anak perempuan, yang diberi nama Aji Putri Mitir binti Abu Mansyur Indra Jaya dan enam tahun kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Pati IndrabinAbu Mansyur Indra Jaya.
Islamisasi
Islamisasi di Kerajaan Paser melalui beberapa jalur, antara lain:
Jalur perkawinan-perkawinan dilakukan oleh Abu Mansyur Indra Jaya dengan Putri Petong, dari Kerajaan Paser raja komunitas Paser. Begitu juga perkawinan Sayyid Ahmad Khairuddin yang kawin dengan Aji Mitir anak Putri Petong dengan Abu Mansyur Indra Jaya.
Jalur perdagangan sungai Kendilo merupakan sungai besar pada zaman mereka, yang selalu dilalui para pedagang dari berbagai daerah Nusantara, termasuk pedagang dari Arab. Interaksi antara masyarakat Kerajaan Paser dengan para pedagang muslim menyebabkan sebagian masyarakat penduduk tertarik untuk memeluk agarna Islam.
Dalam sebuah cerita rakyat, Putri Petong sebelum kawin dengan Abu Mansyur Indra Jaya, sudah beberapa kali kawin, akan tetapi jika akan berhubungan badan dengan lelaki, jika tidak lari dari peraduan atau mati. Hal ini disebabkan sari bambu yang melekat pada Putri Petong. Kawinlah dengan Abu Mansyur Indra Jaya yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut[9]
Daerah Paser saat kedatangan Islam, banyak diketahui dari berbagai tulisan, diantaranya berdasarkan kitab yang ditulis Aji Aqub tahun 1350 Hijriyah atau tahun 1920 Masehi yang berjudul "Pelayaran mencari raja tanah Paser" Sumber lain dari tulisan A.S Assegaf dengan judul "Sejarah kerajaan Kutai dan Kesultanan Paser" tanpa tahun. Sumber yang lain dapat ditelusuri dari sumber-sumber Belanda, diantaranya oleh S.C Knappert dengan judul "Tijdschrift voor ned Indie 1883" Sedangkan yang memuat legenda Putri Petong ditulis oleh III Nieuwkuyk dalam Versi Reide opstillen ove Boneo, Velome 9 kerajaan Paser juga disinggung dalam tulisan J.Zwager dengan judul "Tijdschrift voor Nederlan Indie. Seri 4, 1866.
Versi Hikayat Banjar
Keberadaan kerajaan Paser yang pertama disebutkan di dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, menyatakan Paser adalah salah satu daerah taklukan Gajah Mada dari Majapahit.[10] Sedangkan menurut Salasilah Kutai, seorang putera dari Maharaja Sakti bin Aji Batara Agung Paduka Nira menjadi raja muda di Paser. Putera dari raja muda tersebut yang bernama Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya kemudian dilantik menjadi Raja Kutai Kartanegara V menggantikan Raja Kutai Kertanegara IV Aji Raja Mandarsyah. Kerajaan Paser yang disebutkan dalam Nagarakretagama maupun dalam Salasilah Kutai merupakan kerajaan yang sama yang masih dalam pemerintahan Dinasti Kutai Kartanegara. Kerajaan berikutnya yang muncul di Tanah Paser adalah Kerajaan Sadurangas yang kelak mengganti namanya sebagai Kesultanan Paser Balengkong, yang asal mulanya didirikan seorang panglima (Aria Manau/Sang Pangaruntung Manau/Teruntung Manau) dari Kerajaan Kuripan-Daha (Banjar Hindu).[11]
Menurut Hikayat Banjar (1663), semenjak masa kekuasaan Maharaja Suryanata,gubernur Majapahit untuk Negara Dipa (= Banjar Hindu), orang besar (penguasa) Paser sudah menjadi taklukannya. Pasir dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= negeri di sebelah timur atau utara) yang takluk dan menyerahkan upeti kepada Maharaja Suryanata hingga masa Maharaja Sukarama, selanjutnya sampai masa SultanSuriansyah dari Banjar.[12]
Penguasa/orang besar Paser, Haji Tunggul (Adji Tenggal)[13] (Aria Manau/Kakah Ukop) menjadi bawahan Sultan Banjar, Mustain Billah yang berkuasa tahun 1595-1642. Ketika itu keraton Kesultanan Banjar telah dipindahkan dari Pemakuan ke daerah Batang Banyu (antara 1622-1632) karena sebelumnya pada tahun 1612Keraton Kuin diserang VOC, tatkala itu Marhum Panembahan (= Sultan Mustain Billah) menyuruh Kiai Lurah Cucuk membawa sebuah perahu beserta awak perahu empat puluh orang untuk menjemput Aji Tunggul (Adji Tenggal) dengan anak-isteri serta keluarganya. Ketika tiba di keraton Banjar waktu itu berada di daerah [[Batang Banyu[[, Aji Ratna puteri Aji Tunggul dinikahkan dengan Dipati Ngganding[ (adipatiKotawaringin) kemudian memperoleh dua anak, Andin Juluk dan Andin Hayu.[14] Kemudian Andin Juluk menikahi Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera Sultan Mustainbillah dengan permaisuri Ratu Agung yaitu yang kelak menjabat adipati/raja Kotawaringin menggantikan Dipati Ngganding. Pasangan Anta-Kasuma dan Andin Juluk ini memperoleh empat anak: Putri Gelang, Raden Tuan, Raden Pamadi dan Raden Nating. Sedangkan Andin Hayu menikahi Pangeran Dipati Tapasena putera Sultan Mustainbillah dari selirorang Jawa, kemudian memperoleh anak Pangeran Aria Wiraraja dan Putri Samut.[12][15]
Perkawinan seorang puteri dari Aria Manau/Kakah Ukop/Aji Tunggul, bernama Sri Sukma Dewi yang bergelar Putri Betung[16] dengan Abu Mansyur Indra Jaya (pimpinan ekspedisi agama Islam dari Giri) yang dikaruniai anak, yaitu:[17]
Adjie Patih (Raden Aria Mandalika), memiliki anak bernama Adjie Anum (Raden Kakatang)
Putri Adjie Meter, memiliki anak bernama Imam Mustafa dan Putri Ratna Berana
Beberapa tahun berlalu setelah pernikahan Aji Ratna binti Aji Tunggul dengan Dipati Ngganding di negeri Banjar, seorang cucu Aji Tunggul[18] yaitu Raden Aria Mandalika (Adjie Patih) putera dari priyayi dari Giri yang menikah dengan puteri dari Aji Tunggul (Aria Manau/Kakah Ukop) datang berkunjung ke Kesultanan Banjar ketika itu keraton telah dipindah dari Batang Banyu ke Martapura, kemudian Raden Aria Mandalika oleh Sultan Mustainbillah dinikahkan dengan cucunya bernama Putri Limbuk/Dayang Limbuk binti Pangeran Dipati Antasarii. Dengan adanya perkawinan ini maka Aji Tunggul tidak lagi diharuskan mengantarkan upeti tiap-tiap tahun seperti zaman dahulu kala, karena upeti tersebut sudah diberikan kepada Putri Limbuk/Dayang Limbuk, kecuali hanya jika ada suruhan dari Marhum Panembahan untuk memintanya atau mengambilnya. Dengan demikian, Paser mendapat pembebasan pembayaran upeti, bahkan kemungkinan Raden Aria Mandalika (Adjie Patih) menjadi raja muda di Paser sebagai perwakilan Kesultanan Banjar. Pasangan Aria Mandalika (Adjie Patih) dan Putri Limbuk ini memperoleh anak bernama Raden Kakatang (Adjie Anum). Setahun setelah kelahiran Raden Kakatang, Sultan Mustainbillah kemudian mangkat.[12] Dengan demikian maka penguasa Paser kemungkinan masih termasuk trah Sultan Banjar IV Marhum Panembahan, Raja Kutai Kartanegara II Aji Batara Agung Paduka Nira dan bangsawan dari Giri.
1636, Paser kembali ditaklukan atas bantuan VOC sesuai Perjanjian 4 September1635, antara Sultan Banjar dengan VOC.[19]
1641, Sultan Mustain Billah menyuruh Kiai Martasura ke Makassar (Tallo-Gowa) untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud, Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan MalikussaidRaja Gowa 1638-1654, ia meminjam Pasir kepada Marhum Panembahan sebagai tempat berdagang. Sejak itu Paser dan wilayah ring terluar tidak lagi mengirim upeti ke Banjar.[20] Peristiwa sebelum adanya Perjanjian Bungaya ini menunjukkan pengakuan Makassar (Tallo-Gowa) mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah di sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kawasan timur Nusantara. Namun setelah Perjanjian Bungaya (1667), Kesultanan Gowa dilarang berdagang ke timur dan utara Kalimantan.
Pada abad ke-18 Raja Wajo, La Madukelleng menawan daerah Kutai, Paser, Pagatan dan menyerang Banjarmasin tetapi berhasil dipatahkan. Sebelumnya La Madukelleng menikah dengan Andin Anjang/Andeng Ajeng putri dari Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana (Sultan Aji Muhammad Alamsyah). Ketika Sultan wafat, istri La Maddukelleng dicalonkan menjadi Ratu Paser, Namun sebagian orang-orang Paser menolak pencalonan tersebut dan terjadi pemberontakan di kerajaan. Untuk meredakan keadaan La Maddukelleng bersama Pasukannya menyerang dan menaklukkan Paser. Ia menjadi Raja Paser tahun 1726–1736. Salah seorang putri La Maddukelleng dengan Andeng Ajeng bernama Aji Putri Agung kemudian menikah dengan Sultan Aji Muhammad Idris (Sultan Kutai XIV).
1765, VOC berjanji membantu Sultan BanjarTamjidullah I yang dibantu VOC Belanda untuk menaklukan Paser kembali untuk memungut upeti. Paser sudah berada di bawah pengaruh La Madukkeleng yang anti VOC Belanda[19]
1768–1799, Pemerintahan Aji Dipati yang bergelar Sultan Dipati Anom Alamsyah, ia menikahi Ratu Intan I binti Daeng Malewa, Ratu negeri Cantung dan Batulicin.[21]
1787, Paser sebagai salah satu vazal Banjarmasin yang diserahkan Sultan Banjar Sunan Nata Alam kepada VOC dalam Traktat13 Agustus1787 setelah Pangeran Nata diakui oleh VOC sebagai Sultan Banjarmasin dan berhasil menangkap ahli waris Kesultanan Banjar yang sah Pangeran Amir bin Sultan Muhammadillah yang telah dibantu Arung Trawe dan bangsawan Bugis-Paser tetapi gagal. Sunan Nata Alam[ berkuasa atas tanah yang dipinjam dari VOC[ atau sebagai daerah protektorat VOC.[19]
1799–1811, Pemerintahan Aji Panji yang bergelar Sultan Sulaiman Alamsyah, ia menganeksasi negeri-negeri Kerajaan Tanah Bumbu yang berada di bawah kekuasaan Raja Gusti Besar selama 15 tahun, Aji Radin suami Gusti Besar mati terbunuh oleh seorang Bugis yang menjadi misi dari Sultan Sulaiman raja Paser, kemudian tanah milik Gusti Besar (Landschap Cengal)) dapat direbut kembali oleh Adi Jawi (anak Gusti Besar) dengan bantuan Punggawa Tatioep.
1815–1843, Pemerintahan Sultan Mahmud Han Alamsyah, ia membuat kontrak politik dengan Hindia Belanda.
1849, Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië no. 40 tahun 1849, wilayah Paser termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling menurut Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8.[22]
1880–1897, Pemerintahan Sultan Muhammad Ali Alamsyah, dialah yang pertama kali berani menentang Belanda sehingga ia dibuang dan mangkat di Banjarmasin[23]
Kesultanan Pasir mengadakan kontrak dengan Belanda pada 18 November 1850 di bawah Sultan Mahmud Han.[25] Kesultanan Pasir merupakan salah satu daerah leenplichtige landschappen dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178.
perjanjian antara Kesultanan Banjar dan pemerintah kerajaan kolonialHindia Belanda tersebut hanyalah perjanjian yang hanya berlaku di atas kertas saja ini dibuktikan bahwa Kesuktanan Paser tidak mau tunduk dengan hasil perjanjian antara kedua belah pihak itu karena dianggap sebagai perjanjian yang sepihak saja dan ini dibuktikan oleh Kesultanan Paser dengan tidak mau membayar upeti baik kepada Kesultanan Banjar maupun kepada pemerintah Kerajaan Kolonial Hindia Belanda (VOC) pada saat itu.Borneo, ca 1750 (abad ke-18)Diarsipkan 2012-06-10 di Wayback Machine.
(Belanda) J.L.A. Brandes, Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok1902.
Antemas, Anggraini (54). Orang-Orang Terkemuka dalam Sejarah Kalimantan (edisi ke-5). Kalimantan Selatan: Ananda Nusantara.Periksa nilai tanggal di: |year= (bantuan)
Sudah itu maka Marhum Panembahan menyuruh Kiai Lurah Tjutjuk orang empat puluh sebuah perahu ke Pasir, ia itu mengambil Haji Tunggul serta anak isterinya - Artinya Haji (Aji) itu orang besarnya, bukannya haji artinya orang datang dari Mekkah - Sudah itu datang Haji Tunggul itu dengan anak isterinya serta keluarganya. Sudah itu anaknya yang perempuan bernama Haji Ratna itu dijadikan oleh Marhum Panembahan lawan Dipati Ngganding. Hatta sudah itu beranak perempuan dinamai Andin Djuluk. Sudah itu beranak pula itu perempuan namanya Andin Hayu. Banyak tiada tersebut (petikan HIKAYAT BANJAR).
Putri di Dalam Petung merupakan gelaranumerta yang berkaitan dengan mitos putra/putri yang keluar dari buluh betung sebagai cikal bakaldinasti raja-raja yang banyak terdapat dalam mitos Melayu[.
Kemudian lagi tersebut ada seorang anak orang besar Pasir bernama Raden Aria Mandalika. Asal bapanya itu priyayi dari Giri beristerikan anak Haji Tunggul, orang Pasir. Maka Raden Aria Mandalika datang ke Martapura diperisterikan lawan Gusti Limbuk itu, saudara Raden Kasuma Raga itu. Maka pangandika Marhum Panembahan pada Haji Tunggul itu: "Dahulunya anak Haji Tunggul itu menjadi pawaranganku jadi mintuha oleh Dipati Anta-Kasuma itu, maka sekarang ini Aria Mandalika ini sudah beristeri lawan cucuku Si Dayang Limbuk. Adapun akan upati di Pasir itu akan berikan arah cucuku itu. Lamun ada suruhanku meminta atau maambili maka serahkan, lamun tiada itu jangan seperti zaman dahulu kalanya itu." Maka sembah Haji Tunggul itu:"Kaula junjung kaula suhun nugraha sampian itu atas batu kepala kaula." Itulah mulanya Pasir itu maka tiada tiap-tiap tahun menghantarkan upati ke Banjar, ke Martapura itu (Cuplikan HIKAYAT BANJAR).
(Indonesia) Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860, Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat 1965
Kemudian daripada itu tatkala Kiai Martasura ke Mangkasar, zaman Karaing Patigaloang itu, ia menyuruh pada Marhum Panembahan itu meminjam Pasir itu akan tempatnya berdagang serta bersumpah: "Barang siapa anak cucuku hendak aniaya lawan negeri Banjar mudah-mudahan dibinasakan Allah itu." Maka dipinjamkan oleh Marhum Panembahan. Itulah mulanya Pasir - serta diberi desa namanya Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap, dan Sawarangan itu, Banacala, Balang Pasir dan Kutai dan Berau serta Karasikan - itu tiada mahanjurkan hupati ke Martapura itu. (Cuplikan HIKAYAT BANJAR)
Seksi Sejarah Perlawanan Terhadap Belanda, Jilid 2 Seksi Sejarah Perlawanan Terhadap Belanda, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional (Indonesia), Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982