Loading AI tools
ilmuwan asal Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo (13 Maret 1906 – 10 Oktober 1983 ) adalah ilmuwan Indonesia. Sarwono Prawirohardjo berperan besar dalam pembangunan kelembagaan ilmu pengetahuan di Indonesia, seperti Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).[1]
Sarwono Prawirohardjo | |
---|---|
Lahir | Solo, Jawa Tengah | 13 Maret 1906
Meninggal | 10 Oktober 1983 77) Desa Kempul, Jawa Tengah | (umur
Kebangsaan | Indonesia |
Almamater | STOVIA Geneeskundige Hooge School |
Pekerjaan | Dokter, Ilmuwan, Pengajar |
Dikenal atas | Ketua IDI 1950-1951 Ketua POGI 1954-1963 Kepala LIPI 1969-1973 |
Suami/istri | Raden Roro Sumilir |
Anak | Kustiani Sarwono, Sriyani, Dharmawan, dan Sunarti |
Orang tua | Prawirohardjo |
Sarwono adalah anak kedua dari lima bersaudara dari keluarga terpelajar di Solo. Ayahnya, Prawirohardjo merupakan seorang guru sekolah sehingga pendidikan sangat ditekankan dalam keluarga.[2] Sarwono menikah dengan Raden Roro Sumilir dan dikaruniai 4 orang anak, yakni Kustiani Sarwono, Sriyani, Dharmawan, dan Sunarti.
Sarwono menamatkan Europeesche Lagere School (ELS) pada 1919, Ia kemudian melanjutkan pendidikan di sekolah dokter STOVIA. Selama menjadi siswa STOVIA Sarwono mulai tertarik berorganisasi. Sebagai pelajar Jawa, ia menjadi anggota dan bahkan pernah menjadi ketua perkumpulan Jong Java pada 1927.
Tahun 1929, Sarwono lulus dari STOVIA sebagai Indische Arts. Sarwono lantas menambah pengetahuannya di Geneeskundige Hoogeschool te Batavia tahun 1937, sebuah sekolah tinggi kedokteran di Jakarta. Sarwono juga mengambil spesialisasi bagian kebidanan dan kandungan di bawah bimbingan Prof. Dr. Remmelts. Pendidikan inilah yang mengantarkan Sarwono sebagai pionir ilmu kebidanan di Indonesia.[3]
Pascalulus dari STOVIA, Sarwono pernah bekerja sebagai dokter di beberapa rumah sakit. Ia bahkan sempat menjadi Direktur Rumah Sakit Bersalin Pamitran (singkatan dari Perkumpulan Akan Menolong Ibu Terus Rawat Anak Nusunya)[4] sebuah rumah sakit bersalin untuk bumiputera, sebelum melanjutkan pendidikan.
Selepas penjajahan Jepang, pada 19-20 Agustus 1945, Sarwono bersama Sutomo Tjokronegoro, Sudiman Kartodihardjo, dan Slamet Imam Santoso mendirikan Balai Perguruan Tinggi RI. Sesudah pengakuan kedaulatan pada 1950, balai ini dilebur bersama Universiteit van Indonesia, dimana Sarwono mengajar sebagai guru besar ilmu kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sebagai seorang dokter kebidanan dan kandungan, Sarwono sempat membantu kelahiran putra-putri Presiden Pertama RI Soekarno, M.Hatta, keluarga Kusumaatmadja (yang memberi anaknya nama yang sama, Sarwono Kusumaatmadja), dan wartawan senior Rosihan Anwar.[2] Meski demikian, Sarwono juga sempat bersinggungan dengan Presiden Soekarno, aktivitasnya yang memasyarakatkan program Keluarga Berencana (KB), pernah ditentang oleh Presiden Soekarno yang beranggapan, "banyak anak banyak rejeki."[1]
Selain mendalami masalah ilmu kebidanan, Sarwono juga berkiprah dalam pendirian beberapa organisasi bidang kesehatan, di antaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).[3] Sarwono sempat terpilih menjadi Ketua Umum IDI pertama melalui muktamar pertama Ikatan Dokter Indonesia (MIDI) tahun 1950 yang digelar di Deca Park yang kemudian menjadi gedung pertemuan Kotapraja Jakarta.[5] Sarwono juga sempat menjadi ketua pertama POGI saat didirikan pada tanggal 5 Juli 1954 di Jakarta, Ia menjabat selama periode 1954-1963.[6]
Kepergian para peneliti Belanda pada tahun 1950 membuat penelitian keilmuwan di Indonesia mengalami pasang surut. Karena itu pada 1952, Sarwono ditunjuk menjadi Ketua Panitia Persiapan Pembentukan Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia. Situasi tanah air waktu itu membuat panitia harus bekerja selama 4 tahun hingga berdirinya MIPI pada 1956 dengan Sarwono sebagai ketuanya. Pada awal perjalanannya, MIPI berhasil menyelenggarakan Kongres Ilmu Pengetahuan pertama di Malang tahun 1958 dan kedua di Yogyakarta tahun 1962.
Dalam perkembangannya, MIPI mengalami beberapa perubahan di antaranya karena pembentukan Departemen Urusan Reseach Nasional (Durenas) pada 1962 yang dipimpin oleh Djoenoed Poesponegoro. Ketika itu Sarwono diangkat menjadi Pembantu Menteri Urusan Kebijakan. Ketika Durenas ditiadakan pasca G30S 1965, kebijakan iptek dikoordinasikan oleh Lembaga Reseach Nasional (LRN) dan MIPI yang kemudian dilebur menjadi LIPI dengan Sarwono sebagai ketuanya.[3]
Sebagai bentuk penghormatan dan mengenang jasa pengabdian Sarwono Prawirohardjo dalam membangun ilmu pengetahuan Indonesia, LIPI menjadikan nama Sarwono Memorial Lecture sebagai nama kegiatan keilmuan yang diadakan oleh LIPI setiap tahunnya.[7] Kegiatan yang pertama kali diselenggarakan pada 2001 ini menampilkan orasi ilmiah dari sosok ilmuwan yang telah mempunyai kontribusi dan reputasi nasional serta internasional. Prof. Dr. Sangkot Marzuki, Ketua Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, berkesempatan menyampaikan orasi ilmiah pada Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture pertama dengan judul “Indonesia dan Revolusi Genom: Menyelusuri Sejarah Manusia Indonesia dan Masa Depan Bangsa”.[8]
Sarwono juga digunakan sebagai nama pemberian penghargaan LIPI kepada ilmuwan karena jasa dan pengabdian serta reputasinya, baik nasional maupun internasional, dalam bidang ilmu pengetahuan. Penghargaan bernama LIPI Sarwono Award (sebelumnya Penghargaan Sarwono Prawirohardjo) diselenggarakan sejak 2002 dengan Letjen (Pur.) Ali Sadikin sebagai penerima penghargaan LIPI Sarwono Award pertama.[9]
Sarwono Prawirohardjo adalah mertua dari Koentjaraningrat, antropolog Indonesia.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.