Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Propaganda selama Reformasi Protestan, terbantu oleh penyebaran mesin cetak di seluruh Eropa dan khususnya di Jerman, menyebabkan berbagai gagasan, pemikiran, dan doktrin baru tersedia bagi publik dengan cara-cara yang belum pernah disaksikan sebelum abad ke-16. Mesin cetak ditemukan sekitar tahun 1450 dan menyebar dengan cepat ke kota-kota besar lainnya di seluruh Eropa; ketika Reformasi Protestan sedang berlangsung pada tahun 1517, terdapat banyak sentra pencetakan di lebih dari 200 kota besar Eropa.[1][2] Tempat-tempat tersebut menjadi produsen utama karya-karya Reformasi Protestan yang dihasilkan kalangan Protestan dan, dalam beberapa kasus, karya-karya Kontra-Reformasi yang dikemukakan oleh kalangan Katolik Roma.
Terdapat sejumlah metode propaganda berbeda yang digunakan selama Reformasi Protestan seperti pamflet/selebaran, teks/naskah, surat, dan terjemahan Alkitab/Perjanjian Baru. Pamflet atau selebaran merupakan salah satu bentuk propaganda yang paling umum, biasanya terdiri dari sekitar 8 sampai 16 halaman – relatif kecil dan mudah untuk menyembunyikannya dari pihak berwenang. Hal ini menyebabkan media tersebut sangat berguna bagi para reformator Protestan, yang gagasan-gagasannya tidak diterima oleh otoritas Katolik. Kebanyakan pamflet tersebut mempromosikan gagasan-gagasan Protestan maupun Reformasi Protestan. Bagaimanapun, pamflet juga digunakan oleh para propagandis Katolik Roma, kendati tidak menghasilkan dampak yang sama.[3]
Propaganda Protestan maupun Katolik selama berlangsungnya Reformasi Protestan berupaya untuk memengaruhi publik dalam mengadopsi ataupun melanjutkan praktik-praktik keagamaan. Para propagandis dari kedua belah pihak berupaya untuk memublikasikan dokumen-dokumen seputar doktrin gerejawi, untuk mempertahankan umat mereka ataupun memengaruhi calon umat baru. Teks-teks cetak tersebut terkadang juga berfungsi sebagai pedoman bagi kaum awam agar mereka sendiri menilik cara yang tepat dalam berperilaku di dalam gereja dan masyarakat.
Pamflet dan teks cetak tersedia bagi sejumlah besar kalangan berpendidikan, dengan harga yang relatif terjangkau. Lebih jauh lagi, gagasan-gagasan dan keyakinan-keyakinan para penulis reformasi, termasuk Martin Luther, juga disebarluaskan secara lisan kepada sejumlah besar kalangan tidak berpendidikan yang mungkin belum tersangkut paut dengan Reformasi Protestan.[3] Para propagandis Katolik Roma juga memanfaatkan metode propaganda ini di dalam gereja, namun dipandang tidak seefektif para propagandis Protestan.
Doktrin gerejawi dan propaganda Protestan memisahkan diri dari konvensi-konvensi yang dipegang Gereja Katolik Roma berdasarkan tradisi. Mereka menyerukan perubahan tata kelola Gereja dan bersikeras bahwa praktik jual beli indulgensi dan posisi-posisi keagamaan dihentikan seperti halnya yang mereka lihat sebagai korupsi kepausan yang telah dibiarkan terjadi.[6][7][8][9] Selain itu, para reformator Protestan mempertanyakan otoritas Gereja dan khususnya Sri Paus. Kalangan Protestan meyakini bahwa otoritas atau wewenang utama gereja mereka semestinya adalah Injil ataupun Kitab Suci (yang diuraikan melalui penafsiran pribadi) dan bukan Sri Paus, yang adalah kepala duniawi Gereja Katolik Roma.[10]
Pesan dominan lainnya yang ditemukan dalam propaganda Protestan adalah gagasan bahwa setiap orang seharusnya dapat mengakses Alkitab untuk menafsirkannya bagi diri mereka sendiri; ini merupakan alasan utama mengapa Luther menerjemahkan dan menerbitkan banyak salinan Perjanjian Baru selama tahun-tahun berlangsungnya Reformasi Protestan.[10] Kalangan Protestan mempertanyakan keyakinan bahwa Sri Paus memiliki wewenang tunggal untuk menafsirkan kitab suci. Hal ini dapat dilihat dalam publikasi Luther yang berjudul Kepada Bangsawan Kristen dari Negara Jerman, yang mengkritik keyakinan Katolik bahwa Sri Paus memiliki wewenang tertinggi dan dapat menafsirkan kitab suci sesuai yang ia pandang tepat.[11] Untuk melawan keyakinan tersebut, Luther mengajukan argumen-argumen dari Alkitab yang menurutnya mengindikasikan bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk menafsirkan kitab suci dan bukan hanya Sri Paus.
Dari segi nada dan gaya, meski terkadang bernada serius, propaganda Reformasi Protestan sering kali satiris, menampilkan permainan kata dan sarkasme. Dalam hal ini, propaganda tersebut mengembangkan tradisi-tradisi terdahulu satire religi abad pertengahan.[12][13] Salah satu contoh dari hal ini misalnya ulasan Martin Luther mengenai kisah hidup St. Yohanes Krisostomus dalam Die Lügend von S. Johanne Chrysostomo karyanya.
Pesan-pesan Reformasi Protestan dipandang sangat kontroversial dan kerap dilarang di sejumlah kota Katolik.[14] Terlepas dari upaya yang dilakukan Gereja Katolik Roma untuk menahan dan menekan propaganda Protestan, para propagandis Protestan menemukan cara-cara efektif untuk menyebarluaskan pesan-pesan mereka kepada umat pendukung mereka. Penggunaan pamflet menjadi metode utama untuk menyebarkan doktrin dan gagasan-gagasan Protestan. Pamflet hanya menghabiskan sedikit waktu untuk diproduksi serta dapat dicetak dan dijual dengan cepat, membuatnya lebih sulit dilacak oleh pihak berwenang dan dengan demikian menjadikannya metode propaganda yang sangat efektif. Banyaknya pamflet yang diproduksi selama periode ini menunjukkan bahwa karya-karya Protestan selama berlangsungnya Reformasi Protestan senantiasa tersedia dalam skala besar, menyebabkan gagasan-gagasan yang dianggap kontroversial dapat diakses khalayak ramai. Hal ini disebut sebagai salah satu alasan mengapa kalangan Protestan mengalami keberhasilan dalam kampanye propaganda mereka dan dalam Reformasi Protestan.[3]
Keberatan para reformator Protestan tidak disambut baik oleh kalangan Katolik Roma yang menyebut perilaku ini maupun karya-karya para propagandis Protestan sesat.[15] Mereka tidak setuju dengan para reformator Protestan dan pesan-pesan yang mereka sampaikan kepada publik. Mayoritas umat Katolik beranggapan bahwa persoalan Gereja tidak semestinya dibicarakan dengan kaum awam, tidak diekspos ke hadapan publik.[16] Kebanyakan karya yang dipublikasikan oleh kalangan Katolik Roma bersifat reaktif dan Kontra-Reformasional.[17]
Alih-alih menerbitkan karya-karya proaktif, para apologet Katolik sering kali segera menyanggah argumen-argumen Luther dan pihak Protestan lainnya setelah publikasinya. Satu contoh dari kampanye propaganda reaktif yang dipublikasikan oleh kalangan Katolik Roma adalah sehubungan dengan Perang Petani tahun 1525. Para propagandis tersebut menyalahkan Luther atas terjadinya Perang Petani dan segala kekisruhan yang menjadi imbasnya. Banyak penulis Katolik Roma terkemuka yang meyakini bahwa apabila Luther tidak menulis karya-karya sesatnya, kekerasan yang dipicu oleh Perang Petani tidak akan terjadi.[18] Hal ini dapat ditemukan dalam karya Hieronymus Emser yang berjudul Jawaban untuk "Kekejian" Luther terhadap Doa Kudus Sekreta dalam Misa, juga Bagaimana, Di Mana, dan Dengan Kata-Kata Apa Luther Mendorong dan Memperkenalkan Pemberontakan dalam buku-bukunya yang diterbitkan di Dresden pada tahun 1525.[19] Emser sebenarnya menyitir karya Luther dalam artikel tersebut dan dengan demikian secara tidak sengaja memperkenalkan doktrin dan gagasan-gagasan Protestan kepada para pembaca Katolik Roma yang mungkin sebelumnya belum pernah mengetahuinya secara langsung.[20]
Berbeda dengan kalangan Protestan yang menyasar khalayak umum melalui karya-karya cetak dalam bahasa vernakular masyarakat, para propagandis Katolik Roma menyasar para figur berpengaruh seperti imam-imam yang berkhotbah kepada jemaat mereka setidaknya setiap minggu. Karenanya, dengan jumlah karya yang lebih sedikit, mereka menjangkau khalayak Katolik secara luas.[21]
Meskipun para propagandis Katolik Roma melakukan beberapa kampanye propaganda yang efektif, terutama kampanye menentang Luther dalam hal Perang Petani, mereka dianggap lalai untuk menyampaikan pesan mereka kepada masyarakat umum. Mereka gagal memanfaatkan kesempatan dengan cara-cara yang mampu dilakukan para propagandis Protestan; mereka tidak memproduksi secara umum karya-karya dalam bahasa vernakular yang lazim dituturkan masyarakat, yang adalah suatu taktik efektif bagi kalangan Protestan. Selain itu, publikasi-publikasi Katolik Roma dalam bahasa Jerman ataupun Latin yang dihasilkan selama tahun-tahun berlangsungnya Reformasi Protestan sangat kalah banyak jumlahnya dibandingkan dengan yang dihasilkan kalangan Protestan.[22] Banyaknya publikasi Protestan yang berjilid-jilid memustahilkan upaya para propagandis Katolik Roma untuk memadamkan doktrin dan gagasan-gagasan Protestan yang mengubah doktrin dan pemikiran keagamaan pada abad ke-16.
Terdapat sejumlah reformis Protestan yang berperan dalam keberhasilan propaganda Protestan, misalnya Andreas Bodenstein von Karlstadt, Urbanus Rhegius, dan Philipp Melanchthon. Figur tunggal yang paling berpengaruh adalah Martin Luther.[23] Luther menulis jauh lebih banyak daripada reformis utama lainnya, dan sebagian besar karyanya ditulis dalam bahasa vernakular Jerman. Diperkirakan bahwa karya-karya Luther jumlahnya lebih dari 2.200 cetakan (dengan cetakan ulang) pada tahun 1530, dan ia tetap menulis sampai saat wafatnya pada tahun 1546.[24][25]
Penggunaan bahasa masyarakat oleh Luther merupakan salah satu gagasan utama Reformasi Protestan. Ia meyakini "Imamat Semua Orang Percaya", bahwa setiap orang adalah imam berdasarkan hak mereka sendiri dan dapat memegang kendali atas iman mereka sendiri.[11] Dari keseluruhan cetakan Luther, yang jumlahnya diperkirakan sekitar 3.183, 2.645 di antaranya ditulis dalam bahasa Jerman dan hanya 538 yang ditulis dalam bahasa Latin.[26] Dominansi Luther dikatakan sebagai indikasi bahwa kampanye propaganda Protestan bersifat kohesif, dengan pesan yang mudah diakses dan dilakukan secara konsisten.
Luther menghasilkan karya-karya lain: khotbah, yang dibacakan di gereja-gereja di seluruh Kekaisaran Romawi Suci; terjemahan Alkitab, khususnya Perjanjian Baru yang ditulis dalam bahasa Jerman; ajaran tentang bagaimana berperilaku di dalam gereja dan masyarakat; serta banyak surat dan risalah. Luther kerap menulis sebagai tanggapan terhadap mereka yang mengkritik karya-karyanya atau meminta klarifikasi ataupun pembenaran atas suatu isu.[27][28] Tiga risalah utama Luther, yang ditulisnya pada tahun 1520, adalah Kepada Bangsawan Kristen dari Negara Jerman, Tentang Kebebasan Seorang Kristen, dan Tentang Pembuangan Gereja ke Babel; karya-karya ini disebut sebagai dokumen-dokumen penting bagi Reformasi Protestan secara keseluruhan.[29]
Para propagandis Katolik mulanya tidak mengalami keberhasilan seperti yang dialami kalangan Protestan, namun tercatat keberadaan sejumlah figur penting: Johann Cochlaeus, Hieronymus Emser, Georg Witzel, dan Johann Eck yang menulis pembelaan iman Katolik serta menentang Luther dan Protestanisme.[30] Jika digabungkan, mereka semua menghasilkan total 247 karya.[30]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.