Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Penginterniran Jepang-Amerika adalah relokasi paksa dan penginterniran sekitar 120.000 orang Jepang-Amerika dan orang Jepang penduduk Amerika Serikat oleh Pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1942. Mereka dipindahkan ke kamp-kamp yang disebut "Kamp Relokasi Perang" setelah Jepang menyerang Pearl Harbor.[1][2] Orang Jepang-Amerika tidak diperlakukan sama di seluruh wilayah Amerika Serikat. Mereka yang tinggal di Pantai Barat Amerika Serikat semuanya diinternir, sementara hanya ada 1.200 orang Jepang-Amerika[3] di Hawaii yang diinternir (sejumlah 150.000 orang, sekitar sepertiga dari total penduduk Teritori Hawaii adalah orang Jepang-Amerika). Dari semua orang Jepang-Amerika yang diinternir, 62% di antaranya adalah warga negara Amerika Serikat.[4][5]
Presiden Franklin Delano Roosevelt memberi otorisasi untuk menginternir orang Jepang-Amerika dengan Executive Order 9066 tanggal 19 Februari 1942. Para komandan militer lokal diberi wewenang untuk menetapkan "kawasan militer" sebagai "zona eksklusi" sehingga "sebagian atau semua orang dapat dieksklusi". Wewenang tersebut dipakai untuk mengumumkan bahwa semua orang keturunan Jepang harus dieksklusi (dikeluarkan) dari seluruh pesisir Pasifik, termasuk seluruh California serta sebagian besar Oregon dan Washington, kecuali mereka yang berada di kamp-kamp interniran.[6] Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1944 membenarkan perintah eksklusi tersebut sebagai konstitusional,[7] sambil mengingatkan bahwa ketentuan-ketentuan yang menjadikan orang keturunan Jepang sebagai sasaran adalah masalah tersendiri di luar ruang lingkup persidangan.[8]
Pada tahun 1988, Kongres Amerika Serikat meloloskan rancangan undang-undang yang kemudian ditandatangani Presiden Ronald Reagan sebagai undang-undang yang meminta maaf atas penginterniran atas nama Pemerintah Amerika Serikat. Dalam undang-undang itu dinyatakan bahwa tindakan pemerintah didasarkan pada "prasangka rasial, histeria perang, dan kegagalan kepemimpinan politik."[9] Lebih dari AS$1,6 miliar dalam bentuk ganti rugi kemudian dibayarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat kepada orang-orang Jepang-Amerika yang telah menjadi korban penginterniran, atau ahli waris dari mereka.[10]
Pada paruh pertama abad ke-20, California dilanda gelombang prasangka anti-Jepang, sebagian di antaranya disebabkan adanya konsentrasi permukiman orang Jepang-Amerika di negara bagian ini. Lebih dari 90% imigran Jepang tinggal di California, dan akhirnya persaingan di bidang pekerjaan dan pertanian memicu sentimen anti-Jepang secara umum.[11] Pada 1905, hukum California tentang Perkawinan Antarsuku dan Bangsa melarang perkawinan antara orang ras Kaukasus dan "orang Mongol" (istilah luas yang waktu itu dipakai untuk menyebut etnik-etnik dari Asia Timur, termasuk orang Jepang).[11] Pada Oktober 1906, Dewan Pendidikan San Francisco memerintahkan pemisahan murid-murid keturunan Jepang dari murid-murid berkulit putih. Sebanyak 93 murid keturunan Jepang di distrik diperintahkan pindah ke sekolah segregasi di Pecinan.[12] Dua puluh lima dari 93 murid tersebut adalah warga negara Amerika Serikat. Sentimen anti-Jepang terus berlanjut hingga dekade berikutnya, dan terbukti dengan dikeluarkannya Hukum Eksklusi Oriental yang berisi pelarangan imigran Jepang untuk mendapatkan kewarganegaraan.[11]
Antara tahun 1939 dan 1941, FBI menyusun Custodial Detention Index (CDI) atau Daftar Penahanan Perwalian yang berisi nama-nama warga negara, orang asing, dan penduduk warga asing yang membahayakan keamanan dalam negeri. Undang-Undang Pendaftaran Orang Asing disahkan 28 Juni 1940. Di antara peraturan-peraturan yang mewajibkan orang asing untuk setia, Pasal 31 mewajibkan pendaftaran dan pengambilan sidik jari semua orang asing di atas usia 14 tahun, dan Pasal 35 mewajibkan semua orang asing untuk melaporkan setiap perubahan alamat dalam waktu 5 hari. Pada bulan-bulan berikutnya, sekitar lima juta penduduk asing mendaftarkan diri di kantor-kantor pos di seluruh negeri.[13][14]
Sekitar 127.000 orang Jepang-Amerika tinggal di Pantai Barat Amerika Serikat ketika Pearl Harbor diserang.[15] Sekitar 80.000 orang di antaranya adalah nisei (warga negara Amerika Serikat kelahiran Amerika Serikat dari orang tua Jepang) dan sansei (anak-anak dari nisei). Sisanya adalah issei (imigran kelahiran Jepang yang tidak berhak atas kewarganegaraan Amerika Serikat).[16]
Pengeboman Pearl Harbor 7 Desember 1941 menimbulkan kecurigaan Kekaisaran Jepang sedang mempersiapkan serangan besar-besaran ke Pantai Barat Amerika Serikat. Penaklukan sebagian besar negara-negara di Asia dan Pasifik antara tahun 1936 dan 1942 oleh militer Jepang membuat sebagian orang Amerika percaya gerak maju kekuatan militer Jepang tidak dapat dihentikan.
Tidak lama setelah Pengeboman Pearl Harbor, Letnan Jenderal John L. DeWitt, kepala Komando Wilayah Barat, minta diberi wewenang untuk melakukan operasi pencarian dan penyitaan dengan tujuan mencegah orang Jepang-Amerika melakukan kontak radio ke kapal-kapal Jepang.[17] Namun permintaannya ditolak Departemen Kehakiman yang menyatakan tidak ada cukup alasan hukum untuk mendukung permintaan DeWitt. FBI telah menyimpulkan tidak adanya ancaman keamanan.[17] Pada 2 Januari 1942, Komite Bersama Imigrasi dari Badan Legislasi California mengirimkan sebuah manifesto ke berbagai surat kabar California. Dalam pernyataan terbukanya, mereka menyerang "etnis Jepang" yang dituduh sebagai "sama sekali tidak mau berasimiliasi".[17] Manifesto ini lebih lanjut menuduh semua orang keturunan Jepang adalah rakyat yang patuh kepada Kaisar Jepang; kursus-kursus bahasa Jepang, lebih jauh lagi menurut penyataan tersebut, adalah kubu-kubu rasisme yang memopulerkan doktrin-doktrin superioritas ras Jepang.[17]
Manifesto tersebut didukung oleh organisasi Native Sons and Daughters of the Golden West dan Legiun Amerika Cabang California yang pada Januari 1942 meminta semua orang Jepang berkewarganegaraan ganda untuk ditempatkan di kamp konsentrasi.[17] Penginterniran tidak terbatas pada orang yang pernah pergi ke Jepang, tetapi termasuk sejumlah kecil penduduk asing dari orang Jerman dan Italia yang dianggap musuh.[17] Pada Februari 1942, Jaksa Agung California Earl Warren memulai usaha-usahanya membujuk pemerintah federal untuk memindahkan semua orang keturunan Jepang dari Pantai Barat.[17]
Pejabat-pejabat sipil dan militer menunjukan kekhawatiran mereka terhadap kesetiaan etnis Jepang, meskipun kekhawatiran itu tampaknya lebih didasarkan prasangka rasial daripada risiko yang sebenarnya. Mayor Karl Bendetsen dan Letnan Jenderal John L. DeWitt keduanya mempertanyakan kesetiaan orang Jepang-Amerika. DeWitt yang memimpin program interniran berulang kali mengatakan kepada surat kabar bahwa "A Jap's a Jap", dan bersaksi di hadapan Kongres,
Saya tidak menginginkan ada mereka [orang-orang keturunan Jepang] di sini. Mereka adalah pihak yang berbahaya. Tidak ada cara untuk mengetahui kesetian mereka... Tidak ada perbedaannya apakah dia warga negara Amerika, dia masih tetap orang Jepang. Kewarganegaraan Amerika tidak langsung menentukan kesetiaan... Tapi kita harus selalu khawatir dengan orang Jepang itu hingga dia dihapus habis dari peta.[18][19]
Mereka yang tergolong hanya 1/16 keturunan Jepang dapat dimasukkan ke dalam kamp interniran.[20] Ada beberapa bukti yang mendukung argumen bahwa tindakan-tindakan tersebut lebih didasari motivasi rasial daripada alasan mliter. Sebagai contoh, anak-anak yatim yang dilahirkan dengan "setetes darah Jepang" (seperti dijelaskan dalam sepucuk surat oleh seorang pejabat) ikut dimasukkan ke dalam kamp.
Setelah pengeboman Pearl Harbor, dan sesuai dengan Undang-Undang Musuh Orang Asing, Pengumuman Presiden nomor 2525, 2526, dan 2527 dikeluarkan untuk menetapkan warga negara Jepang, Jerman, dan Italia sebagai musuh asing.[21] Informasi dari Daftar Penahanan dan Perwalian (CDI) dipakai untuk mencari dan menahan warga negara asing dari Jepang, Jerman, dan Italia (meski Jerman dan Italia tidak menyatakan perang terhadap Amerika Serikat hingga 11 Desember 1942).
Pengumuman Presiden No. 2537 yang dikeluarkan 14 Januari 1942 mengharuskan orang asing untuk melaporkan setiap perubahan alamat, pekerjaan, atau nama kepada FBI. Orang asing yang tergolong musuh tidak diizinkan masuk ke daerah terlarang. Pelanggar peraturan ini akan "ditangkap, ditahan, dan diinternir selama perang."
Franklin D. Roosevelt menandatangani Executive Order 9066 tanggal 19 Februari 1942 yang mengizinkan komandan-komandan militer untuk menetapkan "daerah militer" berdasarkan kebijakan mereka, "dari daerah tersebut sebagian atau semua orang dapat dieksklusi". Tidak seperti halnya pengumpulan "musuh asing", "zona eksklusi" ini berlaku untuk siapa pun yang mungkin dipilih komandan militer berwenang, tidak memandang orang tersebut warga negara atau non-warga negara. Akhirnya bagian-bagian dari Pantai Timur dan Pantai Barat akan dimasukkan ke dalam zona-zona tersebut, dan luas wilayah tersebut sekitar 1/3 dari keseluruhan luas negara. Tidak seperti program penahanan dan penginterniran yang akan diberlakukan terhadap sejumlah besar orang Jepang-Amerika, penahanan dan pembatasan secara langsung di bawah Program Eksklusi Individu ini akan diberlakukan khususnya terhadap orang keturunan Jerman atau Italia, termasuk warga negara Amerika Serikat.[22]
Perintah-perintah tersebut juga berlaku bagi orang-orang yang memiliki keturunan Jepang hanya sebagian. Siapa pun yang memiliki keturunan Jepang paling sedikit seperdelapan dimasukkan ke dalam kamp interniran.[24]
Penginterniran merupakan kebijakan yang populer di kalangan petani kulit putih yang benci terhadap petani Jepang-Amerika. "Petani Amerika berkulit putih mengaku bahwa kepentingan diri sendiri mengharuskan penahanan orang Jepang."[17] Individu-individu tersebut menganggap penginterniran sebagai cara yang mudah untuk melenyapkan orang Jepang-Amerika yang menjadi pesaing-pesaing mereka. Austin E. Anson, sekretaris pengelola Asosiasi Penanam-Pemasok Sayuran Salinas, mengatakan kepada Saturday Evening Post pada tahun 1942:
"Kami dituduh ingin melenyapkan orang-orang Jepang itu demi kepentingan sendiri. Ya memang betul. Masalahnya adalah orang berkulit putih yang bisa hidup di Pantai Pasifik atau orang-orang berkulit coklat... Jika semua orang Jepang dipindahkan besok, dalam dua minggu kami tidak akan merasa kehilangan mereka lagi, karena petani kulit putih dapat mengambil alih dan menghasilkan apa saja yang ditanam orang Jepang. Dan kami juga tidak ingin mereka kembali setelah perang berakhir."[25]
Laporan Komisi Roberts yang disiapkan atas permintaan Presiden Franklin D. Roosevelt sering dikutip sebagai sebuah contoh dari ketakutan dan prasangka yang melandasi pemikiran di belakang program interniran.[17] Laporan tersebut menghubung-hubungkan orang Jepang-Amerika dengan kegiatan spionase, dan mengaitkan mereka dengan Pengeboman Pearl Harbor.[17] Kolumnis Henry McLemore mencerminkan bertambahnya sentimen publik akibat laporan tersebut:
Saya mendukung pemindahan segera setiap orang Jepang di Pantai Barat ke lokasi yang jauh di pedalaman. Maksud saya juga bukan tempat yang bagus di pedalaman. Gembalakan mereka, kirim mereka, dan beri mereka tempat terpencil di tanah gersang. Secara pribadi, saya benci orang Jepang. Dan itu berlaku untuk semua dari mereka.[17]
Surat kabar lain di California juga mendukung pandangan tersebut. Menurut The Los Angeles Times:
Ular beludak bagaimanapun juga adalah ular beludak kalau telurnya ditetaskan--begitu pula orang Jepang-Amerika, lahir dari orang tua yang orang Jepang--besar sebagai orang Jepang, bukan seorang Amerika.[17]
Politikus negara bagian juga ikut-ikutan, termasuk Leland Ford dari Los Angeles yang menuntut "semua orang Jepang, tidak peduli warga negara atau tidak, untuk ditempatkan di kamp konsentrasi [di pedalaman]."[17] Penginterniran orang Jepang-Amerika yang sebelumnya menyediakan buruh pertanian yang penting bagi Pantai Barat, menyebabkan kekurangan tenaga buruh, yang diperparah oleh direkrutnya banyak buruh Amerika menjadi anggota Angkatan Bersenjata. Kekosongan tersebut menyebabkan kedatangan pekerja asal Meksiko ke Amerika Serikat dalam bentuk imigrasi massal untuk mengisi lowongan pekerjaan tersebut.[26] Sebagian besar di bawah slogan yang dikenal sebagai Program Bracero. Orang Jepang yang diinternir banyak yang bahkan dilepas sementara dari kamp-kamp mereka, misalnya untuk memanen bit di kawasan Barat, dan mengisi kekosongan buruh di masa perang.[27]
Kasus Velvalee Dickinson, seorang wanita yang terlibat dalam jaring spionase Jepang ikut menambah kecemasan orang Amerika.[28] Contoh-contoh spionase dan pengkhianatan yang paling luas diberitakan adalah jaringan spionase Tachibana dan Peristiwa Niihau. Jaringan spionase Tachibana terdiri dari sekelompok warga negara Jepang ditangkap dan dideportasi tidak lama sebelum terjadinya serangan Pearl Harbor.[29] Peristiwa Niihau terjadi persis setelah serangan Pearl Harbor. Dua orang Jepang-Amerika di Niihau membebaskan seorang pilot Jepang yang tertangkap dan membantunya menyerang penduduk asli Hawaii. Walaupun peristiwa tersebut terjadi di Hawaii, Gubernur Teritorial Hawaii menolak menginternir semua orang Jepang-Amerika yang ada di Hawaii.
Dalam buku Magic: The Untold Story of US Intelligence and the Evacuation of Japanese Residents From the West Coast During World War II, mantan Pembantu Istimewa Direktur Badan Keamanan Nasional David Lowman mengatakan Roosevelt dibujuk untuk memberi wewenang penginterniran karena adanya "momok menakutkan jaringan espionase besar-besaran" yang ia percaya terbukti dalam intersepsi oleh Magic (Magic adalah kode untuk usaha pemecahan sandi Jepang yang dilakukan oleh Amerika).[30] Lowman juga berpendapat interniran berfungsi menjamin kerahasiaan upaya pemecahan sandi Jepang oleh Amerika Serikat. Bila orang Jepang-Amerika dipersekusi, maka hal tersebut akan memaksa pemerintah untuk membuka informasi yang mengungkap pengetahuan mereka mengenai sandi Jepang. Bila teknologi pemecah sandi Amerika harus diungkap di pengadilan para mata-mata, maka Angkatan Laut Jepang akan mengubah sandinya. Kesimpulan kontroversial yang ditulis Lowman dipertahankan oleh Michelle Malkin dalam In Defense of Internment.[31]
Peristiwa ini sering disebut penginterniran oleh orang Jepang-Amerika, namun sebenarnya kamp untuk mereka terdiri dari beberapa jenis. Kamp yang disebut Assembly Centers (Pusat-Pusat Pengumpulan) dikelola oleh Administrasi Pengendalian Warga Sipil Selama Perang (Wartime Civil Control Administration, disingkat WCCA) dan Relocation Centers (Pusat-Pusat Relokasi) yang dikelola oleh Otoritas Relokasi Perang (WRA) yang secara umum dan secara tidak resmi disebut kamp interniran. Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengoperasikan kamp-kamp yang secara resmi disebut Kamp Interniran yang dipakai untuk menahan orang yang dituduh melakukan kejahatan sebenarnya atau orang yang tergolong "simpatisan musuh". Ada pula kamp interniran Jerman-Amerika dan kamp interniran Italia-Amerika, walaupun sering kali mereka ditempatkan bersama-sama orang Jepang-Amerika.
Kamp yang dikelola WCCA dan WRA adalah kamp terbesar. Pusat Pengumpulan yang dikelola WCCA adalah fasilitas sementara yang mulanya dibangun di arena pacuan kuda, arena pekan raya, dan tempat-tempat umum yang luas sebelum interniran dibawa ke Pusat Relokasi WRA dengan memakai truk, bus, atau kereta api. Pusat Relokasi WRA berupa kamp-kamp tempat ditahannya orang-orang yang dipindahkan dari zona eksklusi setelah Maret 1942.
Selama Perang Dunia II, lebih dari 7.000 orang Jepang-Amerika dan orang Jepang dari Amerika Latin ditawan di kamp-kamp interniran yang dikelola Dinas Imigrasi dan Naturalisasi di bawah Departemen Kehakiman. Selama periode tersebut, orang Amerika Latin keturunan Jepang dikumpulkan dan diangkut ke kamp-kamp interniran yang dikelola Departemen Kehakiman Amerika Serikat.[32][33][34] Berkat jasa pengacara hak sipil Wayne M. Collins,[35][36] Orang Amerika Latin yang diinternir ini akhirnya mendapat "pembebasan bersyarat" dan dipindahkan ke komunitas pertanian yang kekurangan tenaga buruh di Seabrook, New Jersey.[37]
Ada 27 kamp yang dikelola Departemen Kehakiman Amerika Serikat, 8 di antaranya berada di Texas, Idaho, North Dakota, New Mexico, dan Montana untuk menampung orang Jepang-Amerika. Kamp-kamp tersebut dijaga oleh petugas patroli perbatasan dan bukan polisi militer. Kamp-kamp tersebut ditujukan untuk orang yang bukan warga negara Amerika Serikat, termasuk biksu, guru bahasa Jepang, pegawai surat kabar, dan pemimpin masyarakat lainnya.
Selain 2,264 orang keturunan Jepang[33] dari 12 negara Amerika Latin yang ditawan Departemen Kehakiman dan Luar Negeri Amerika Serikat di kamp-kamp milik Departemen Kehakiman.[38] Sekitar dua per tiga dari mereka adalah orang Jepang-Peru.[33] Mengenai soal ini terdapat spekulasi yang mengatakan Amerika Serikat bermaksud menggunakan mereka dalam program pertukaran tawanan dengan Jepang.[39] Dugaan ini merupakan bagian dari plot yang dilatarbelakangi prasangka setempat terhadap komunitas Jepang di berbagai negara Amerika Latin.[33] Seusai Perang Dunia, Peru menolak kembalinya orang Jepang-Peru. Sebagian dari mereka dikirim ke Jepang, dan sebagian lagi diberi kewarganegaraan Amerika Serikat, sementara sebagian kecil darimereka, sekitar 100 orang direpratriasi ke Peru dengan memakai alasan khusus, seperti perkawinan dengan orang Peru yang bukan keturunan Jepang. Tiga ratus orang Jepang-Peru yang menolak deportasi di pengadilan diizinkan untuk menetap di Amerika Serikat, dan diberi kewarganegaraan Amerika pada tahun 1953.[33]
Executive Order 9066 memberi wewenang untuk mengevakuasi semua orang keturunan Jepang dari Pantai Barat. Ketika ditandatangani oleh Presiden Amerika Serikat, belum ada tempat untuk menampung mereka. Ketika evakuasi sukarela dianggap tidak dapat berlangsung dengan baik, militer mengambil alih tanggung jawab penuh atas evakuasi. Pada 9 April 1942, Badan Pengendalian Warga Sipil Selama Perang (Wartime Civilian Control Agency) didirikan oleh militer untuk mengoordinasikan proses evakuasi ke pusat-pusat relokasi di pedalaman. Meskipun demikian, pusat-pusat relokasi belum siap untuk menampung rombongan dalam jumlah besar dan masih ada perdebatan mengenai soal lokasi. Penempatan mereka di kamp-kamp di daerah pedesaan yang terisolir dan jauh dari pembangunan makin memperparah kesulitan dalam pembangunan infrastruktur dan perumahan. Orang Jepang-Amerika yang tinggal di zona terlarang dianggap terlalu berbahaya untuk dapat dibebaskan melakukan kegiatan sehar-hari. Militer Amerika Serikat memutuskan bahwa mereka perlu dibawa ke "pusat-pusat pengumpulan" hingga pusat-pusat relokasi selesai dibangun.[40]
Nama | Negara bagian | Dibuka | Populasi maksimum |
---|---|---|---|
Manzanar | California | Maret 1942 | 10.046 |
Danau Tule | California | Mei 1942 | 18.789 |
Poston | Arizona | Mei 1942 | 17.814 |
Sungai Gila | Arizona | Juli 1942 | 13.348 |
Granada | Colorado | Agustus 1942 | 7.318 |
Gunung Heart | Wyoming | Agustus 1942 | 10.767 |
Minidoka | Idaho | Agustus 1942 | 9.397 |
Topaz | Utah | September 1942 | 8.130 |
Rohwer | Arkansas | September 1942 | 8.475 |
Jerome | Arkansas | Oktober 1942 | 8.497 |
Otoritas Relokasi Perang (WRA) adalah badan sipil Amerika Serikat yang bertanggung jawab atas relokasi dan penahanan. WRA dibentuk Presiden Roosevelt pada 18 Maret 1942 dengan Executive Order 9102, dan secara resmi dibubarkan 30 Juni 1946. Milton S. Eisenhower yang nantinya menjadi pejabat Departemen Pertanian, diangkat sebagai kepala WRA. Dillon S. Myer menggantikan Milton Eisenhower sejak 17 Juni 1942, tiga bulan setelah Milton mengambil alih. Myer menjabat Direktur WRA hingga pusat-pusat relokasi ditutup.[42] Dalam sembilan bulan, ada 10 kamp yang diresmikan WRA di 7 negara bagian, dan menahan lebih dari 100.000 orang di dalam kamp-kamp WCCA.
Walaupun awalnya serupa dengan kamp-kamp lainnya, kamp WRA di Danau Tule akhirnya dijadikan pusat penahanan bagi orang-orang yang dianggap berbahaya bagi keamanan. Danau Tule juga berfungsi sebagai "pusat pemisahan" bagi individu dan keluarga yang dianggap "tidak setia" terhadap negara, dan mereka yang akan dideportasi ke Jepang.
Kamp dibagi menjadi tiga jenis: Pusat Pengumpulan Warga Sipil (Civilian Assembly Centers), Pusat Relokasi atau kamp interniran, dan kamp tahanan.[43]
Selain untuk tawanan orang Jepang-Amerika, kamp-kamp berikut ini sering dipakai utnuk menahan tawanan Jerman dan Italia:[43]
Kamp ini dipakai untuk memenjarakan tawanan yang sering membuat onar.[43]
Para tahanan yang dipenjarakan oleh Biro Pemasyarakatan Federal adalah mereka yang menolak direkrut sebagai anggota militer:[43]
Selain untuk orang Jepang-Amerika, kamp-kamp berikut ini juga dipakai untuk menahan orang Jerman dan orang Italia:[43]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.