Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Pemberontakan Eks Batalyon 426 adalah konflik yang terjadi dari tanggal 8 Desember 1951 sampai dengan 9 April 1952 antara pemerintah dengan kelompok Eks Batalyon 426 yang didukung oleh Darul Islam.
Pemberontakan Eks Batalyon 526 | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Pemberontakan Darul Islam | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Batalyon 426 | |||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Gatot Soebroto Soeharto[1] Ahmad Yani M. Sarbini Katamso Darmokusumo Moch. Bachrun Kusmanto † Sunaryo † |
Sofyan † Alip Yuslam Sonhaji † Muhyidin A.G Ismail | ||||||
Pasukan | |||||||
Divisi Diponegoro Korps Brigade Mobil |
Kompi I Kompi II Kompi III Kompi IV | ||||||
Kekuatan | |||||||
1000 (Desember 1951) 400 (Januari 1952) 125 (Mei 1952) |
Kekuatan Batalyon 426 terdiri dari eks anggota-anggota Hizbullah dan Sabilillah di Surakarta. Para bekas personil Hisbullah ini bersimpati dengan gerakan Darul Islam. Mereka membantu gerakan DI/TII dengan cara menyuplai senjata saat ditempatkan di Demak dan membantu mereka ketika terlibat dalam operasi penumpasan laskar pengacau di Merapi Merbabu Complex.[2] Sakit hati dengan penggabungan ke dalam Brigade Pragolo dan perlakuan diskriminatif yang didapatkan karena berasal dari Hizbullah menjadi alasan Batalyon 426 memutuskan untuk memberontak dengan dukungan DI/TII.[3]
Mendengar adanya dukungan Batalyon 426 terhadap gerakan Darul Islam, Mayor Munawar dan Kapten Sofyan mendapat perintah untuk menghadap ke markas Divisi Diponegoro untuk diperiksa pada tanggal 7 Desember 1951. Hanya Mayor Munawar yang datang ke markas sedangkan Kapten Sofyan menolaknya. Kapten Sofyan mengakui bahwa tiga kompinya telah bergabung dengan Darul Islam.[4]
Pemberontakan meletus pada tanggal 8 Desember 1951 ditandai dengan pertempuran antara pasukan eks Batalyon 426 dengan TNI di Kudus merespon penolakan Kapten Sofyan untuk menyerah. Pertempuran terjadi hingga sore hari saat sedang hujan deras. Memanfaat kondisi ini, pasukan eks Batalyon 426 diam-diam melarikan diri dari Kudus. Satu kompi melarikan diri ke Gunung Muria sedangkan dua kompi lainnya ke arah tenggara Kudus menuju daerah basis mereka, Surakarta.[5][6] Merespon adanya pemberontakan, pemerintah menangkap 75 orang yang diduga berhubungan erat dengan pemberontak.[7]
Sementara itu, dua kompi Batalyon 426 pimpinan Kapten Alif yang sedang menjalani pelatihan di Magelang melarikan diri dari asrama Dodik dengan menyamar sebagai penduduk biasa ke arah selatan pada tanggal 10 Desember dini hari. Kemudian, setiap kompi ditugaskan untuk menuju ke tempat yang berbeda. Satu kompi yang dipimpin oleh Muhyiddin melarikan diri ke arah selatan sedangkan kompi pimpinan Kapten Alif ke arah utara.[8][9] Saat melarikan diri, pasukan pimpinan Muhyiddin menyerang kantor polisi Muntilan dan membebaskan 11 tahanan yang kemudian dipersenjatai. Imbas dari peristiwa ini, akses menuju ke Magelang ditutup sehingga menyebabkan kota menjadi sepi dan jam malam mulai diberlakukan. Di lain Sisi, Mayor Munawar yang mengenakan pakaian mirip preman berhasil ditangkap di Klaten pada tanggal 10 Desember 1951.[9]
Pasukan eks Batalyon 426 pimpinan kapten Alif tiba di Klaten pada tanggal 15 Desember 1951 setelah melewai berbagai daerah. Setibanya di Klaten, mereka membangun parit pertahanan di desa Ngupit, Trucuk, dan Cawas. Pada tanggal 16-20 Desember 1951, pasukan eks Batalyon 426 menyerang Delanggu dan Karanganom. Pertempuran berlangusng selama empat hari dan salah satu anggota polisi, Sudomo, gugur. Konfrontasi bersenjata antara pasukan eks Batalyon 426 dengan TNI juga terjadi di Ngupit dan menewaskan Mayor Kusmanto.[10][11] Akibat dari pemberontakan ini, pemerintah Klaten memberlakukan jam malam dari jam 8 hingga jam 5 pagi.[12]
Pada pertengahan Desember 1951, pasukan eks Batalyon 426 beroperasi di wilayah Semarang, Purwodadi-Grobogan, Salatiga, Karesidenan Kedu, Yogyakarta-Purworejo, dan Surakarta. Mereka juga mencoba untuk memasuki Jawa Timur melalui Ngawi. Namun usaha mereka berhasil digagalkan oleh TNI.[13]
Sementara itu, pasukan eks batalyon 426 pimpinan Kapten Sofyan terus berpindah-pindah. Dari pertengahan hingga akhir Desember, Sofyan dan pasukannya bergerak dari Purwodadi menuju ke Klaten untuk bertemu dengan rekan-rekannya dengan melewati beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saat singgah di Wonogiri, Sofyan berhasil merekrut pemuda setempat dengan cara menamakan pasukannya sebagai Tentara Pembebas Pajak.[14] Pasukan pimpinan Kapten Sofyan tiba di Klaten empat minggu setelah meletusnya pemberontakan.[15]
Untuk menumpas pemberontakan Pasukan eks Batalyon 426, Divisi Diponegoro melancarkan operasi militer bernama Operasi Sapta Marga Merdeka Timur V yang dipimpin oleh Moch Bachrun pada tanggal 19 Desember 1951. Yon 421, Yon 422, Yon 424, Yon 425, Yon 408, Yon 417, Yon 413, Yon 414 dan Yon 446 diikutsertakan dalam operasi militer ini.[16] Selain itu juga, pasukan gabungan TNI dan polri juga mengadakan kegiatan pembersihan di wilayah Klaten dan sekitarnya.[10]
Pada bulan Januari 1952, kekuatan eks Batalyon 426 melemah sebagai imbas dari pengejaran TNI yang membuat pasukan mereka tercerai-berai. Mereka merusak jalanan dan membakar rumah warga di daerah Klaten. Kecamatan Jatinom menjadi daerah terparah dari peristiwa pemberontakan ini. Pemimpin pemberontakan, Kapten Sofyan, tewas pada tanggal 2 Januari dan kemudian Sonhaji pada 5 Januari. Keduanya dimakamkan di daerah Wonogiri. Seusai kematian Kapten Sofyan, kepemimpinan pasukan eks Batalyon 426 diserahkan kepada Mayor A.G Ismail.[17]
Pada pertengahan Januari 1952, pasukan eks Batalyon 426 beroperasi di tiga wilayah yaitu Klaten, Boyolali, dan Kedu. Di Boyolali, pasukan pemberontak berhasil menguasai Kecamatan Simo sedangkan di Klaten pemberontak berhasil menewaskan Mayor Sunaryo pada pertempuran di Juwiring tanggal 5 Januari 1952.[18][17] Di samping itu juga, pemerintah juga menangkap para pemuka agama di Kauman, Surakarta pada 2 Januari 1952 serta memberlakukan kondisi darurat di daerah Surakarta pada tanggal 1 Januari 1952.[19][17]
Pengejaran terhadap pasukan pemberontak terus dilakukan oleh TNI pada bulan Februari. TNI berhasil merebut Simo dan hal ini membuat pasukan eks Batalyon 426 menyebar ke berbagai wilayah di Boyolali. Mereka harus bersembunyi di wilayah pedesaan di Boyolali. Pembakaran rumah warga oleh pasukan eks Batalyon 426 terjadi pada bulan Februari di lima desa di Nogosari dan Temon.[18]
Di Klaten dan Kedu, pertempuran antara pasukan eks Batalyon 426 dan TNI juga terjadi. Untuk daerah Klaten, pertempuran terjadi di Pedan, Trucuk, dan Cawas. Di desa Bendungan, Wonosobo, Kapten Alif beserta dengan 100 pasukannya ditangkap oleh TNI setelah melarikan diri ketika disuruh untuk menunjukkan tempat persembunyian senjatanya.[18][20]
Memasuki bulan Maret 1952, pergerakan pasukan eks Batalyon 426 semakin terjepit. Mereka mengalami permasalahan logistik karena penduduk lokal enggan untuk memberikan bantuan kepada pasukan pemberontak. Akibatnya, mereka memilih untuk merampok untuk bertahan. Meskipun begitu, seratus pasukan pemberontak sempat menguasai Simo kembali.[16]
Pada tanggal 6 April 1952, pasukan eks Batalyon 426 melarikan diri dari Surakarta ke Kaliurang untuk bergabung dengan pasukan DI/TII wilayah Jawa Tengah. Namun mereka serangan hebat dari pasukan TNI dan mencoba untuk kabur ke wilayah Gerakan Banteng Negara (GBN). Pasukan pemberontak baru berhasil masuk ke wilayah GBN pada tanggal 3 Mei.[21]
Pemberontakan dinyatakan berakhir pada tanggal 9 Mei 1952 setelah 125 pemberontak bergabung dengan kelompok DI/TII pimpinan Jamil.[22] Sisa dari pasukan eks Batalyon 426 bergabung dengan kelompok bersenjata di Merapi Merbabu Complex dan pasukan DI/TII di wilayah Brebes dan Pekalongan atau mencoba untuk bergabung dengan pasukan DI/TII di Jawa Barat.[16][23]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.