Loading AI tools
pemeran laki-laki asal Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Norbertus Riantiarno (6 Juni 1949 – 20 Januari 2023 ), atau biasa dipanggil Nano Riantiarno atau N. Riantiarno, adalah seorang aktor, penulis, sutradara, wartawan, dan tokoh teater Indonesia yang mendirikan Teater Koma pada 1977. Dia adalah suami dari aktris Ratna Riantiarno.
Nano Riantiarno | |
---|---|
Lahir | Norbertus Riantiarno 6 Juni 1949 Kota Cirebon, Jawa Barat, Indonesia |
Meninggal | 20 Januari 2023 73) Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia | (umur
Makam | Tonjong, Tajurhalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia |
Pekerjaan | Aktor, penulis, sutradara |
Tahun aktif | 1965–2023 |
Suami/istri | Ratna Riantiarno |
Nano telah aktif di teater sejak 1965 di kota kelahirannya, Cirebon. Setamatnya dari SMA pada 1967, ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta, kemudian pada 1971 masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta. Dia bergabung dengan Teguh Karya, salah seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater Populer pada 1968. Pada 1 Maret 1977, dia mendirikan Teater Koma, salah satu kelompok teater yang paling produktif di Indonesia saat ini.[1] Sampai 2024, kelompok ini telah menggelar sekitar 230 produksi panggung dan televisi.
Nano sendiri menulis sebagian besar karya panggungnya, antara lain:
Selain drama-drama di atas, Teater Koma di bawah pimpinan Nano juga pernah memanggungkan karya-karya penulis kelas dunia, antara lain;
Nano banyak menulis skenario film dan televisi. Karya skenarionya, Jakarta Jakarta, meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang, 1978. Karya sinetronnya, Karina meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta, 1987.[1]
Menulis novel Cermin Merah, Cermin Bening, dan Cermin Cinta, diterbitkan oleh Grasindo, 2004, 2005 dan 2006. ''Ranjang Bayi'' dan 18 fiksi, kumpulan cerita pendek, diterbitkan Kompas, 2005. Roman Primadona, diterbitkan Gramedia 2006.
Nano ikut mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985). Ia ikut pula mendirikan majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai pemimpin redaksi.[2] Pada tahun 2001, pensiun sebagai wartawan. Kini berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.
Pada tahun 1975, dia berkeliling Indonesia mengamati teater rakyat dan kesenian tradisi. Juga berkeliling Jepang atas undangan Japan Foundation pada 1987 dan 1997. Pada 1978, Nano mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS, selama 6 bulan. Pada 1987 ia diundang sebagai peserta pada International Word Festival, 1987 di Autralia National University, Canberra, Australia. Pada tahun berikutnya, dia diundang ke New Order Seminar, 1988, di tempat yang sama di Australia. Dan pada tahun 1996, menjadi partisipan aktif pada Session 340, Salzburg Seminar di Austria.[1]
Dia membacakan makalah Teater Modern Indonesia di Universitas Cornell, Ithaca, AS, 1990, dan juga di di kampus-kampus di Sydney, Monash-Melbourne, Adelaide, dan Perth, 1992. Pernah pula mengunjungi negara-negara Skandinavia, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Afrika Utara, Turki, Yunani, Spanyol, Jerman dan Tiongkok, 1986-1999.
Pernah menjabat sebagai Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (1985-1990).[3] Anggota Komite Artistik Seni Pentas untuk Kias (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat), 1991-1992. Dan anggota Board of Artistic Art Summit Indonesia, 2004. Juga konseptor dari Jakarta Performing Art Market/Pastojak (Pasar Tontonan Jakarta I), 1997, yang diselenggarakan selama satu bulan penuh di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Menulis dan menyutradarai 4 pentas multi media kolosal, yaitu Rama-Shinta (1994), Opera Mahabharata (1996), Opera Anoman (1998), dan Bende Ancol (1999).
Nano pernah menghadapi interogasi, pencekalan dan pelarangan, kecurigaan serta ancaman bom, ketika akan mementaskan pertunjukannya, tetapi semua itu dihadapi sebagai sebuah dinamika perjalanan hidup. Beberapa karyanya bersama Teater Koma, batal pentas karena masalah perizinan dengan pihak yang berwajib. Antara lain: Maaf.Maaf.Maaf. (1978), Sampek Engtay (1989) di Medan, Sumatera Utara, Suksesi, dan Opera Kecoa (1990), keduanya di Jakarta.[4]
Akibat pelarangan itu, rencana pementasan Opera Kecoa di empat kota di Jepang (Tokyo, Osaka, Fukuoka, Hiroshima), 1991, urung digelar pula karena alasan yang serupa. Opera Kecoa, pada Juli-Agustus 1992, dipanggungkan oleh Belvoir Theatre, salah satu grup teater garda depan di Sydney, Australia.
Menyutradarai Sampek Engtay di Singapura, 2001, dengan pekerja dan para pemain dari Singapura. Salah satu pendiri Asia Art Net, AAN, 1998, sebuah organisasi seni pertunjukan yang beranggotakan sutradara-sutradara Asia. Menjabat sebagai artistic founder dan evaluator dari Lembaga Pendidikan Seni Pertunjukan PPAS, Practice Performing Arts School di Singapura.
Tahun | Judul | Peran | Catatan |
---|---|---|---|
1971 | Wadjah Seorang Laki-Laki | Runtu | |
1973 | Cinta Pertama | Johny | |
1975 | Surat Undangan | Rudy | |
1981 | Jangan Ambil Nyawaku | ||
Puteri Seorang Jenderal | |||
1983 | Ponirah Terpidana | ||
2020 | Bidadari Mencari Sayap | Babah |
Tahun | Judul | Dikreditkan sebagai | Catatan |
---|---|---|---|
Penulis | |||
1974 | Ranjang Pengantin | Ya | |
Kawin Lari | Ya | ||
1975 | Surat Undangan | Ya | |
1976 | Perkawinan dalam Semusim | Ya | |
1977 | Jakarta Jakarta | Ya | |
1978 | Kasus (Kegagalan Cinta) | Cerita dan skenario | |
Puber | Ya | ||
1979 | Dr. Siti Pertiwi Kembali ke Desa | Ya | |
1981 | Dalam Kabut dan Badai | Cerita | |
Amalia S.H. | Ya | ||
Acuh-Acuh Sayang | Ya | ||
1982 | Halimun | Ya | |
1985 | Gadis Hitam Putih | Ya | |
1986 | Pacar Pertama | Cerita dan skenario | |
Sama Juga Bohong | Cerita dan skenario | ||
1990 | Dorce Ketemu Jodoh | Ya | |
1995 | Cemeng 2005 (The Last Primadona) | Cerita dan skenario | Juga sebagai sutradara |
2016 | Mengejar Embun ke Eropa | Ya |
Meraih lima hadiah sayembara Penulisan Naskah Drama Dewan Kesenian Jakarta (1972-1973-1974-1975 dan 1998).[3] Juga merebut hadiah Sayembara Naskah Drama Anak-anak dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978, judul Jujur Itu ...
Novelnya, Ranjang Bayi meraih hadiah Sayembara Novelet majalah Femina, dan novel Percintaan Senja, memenangkan Sayembara Novel majalah Kartini.[5] Pada 1993, dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
Pada 1999 meraih penghargaan dari Forum Film Bandung untuk serial film televisi berjudul Kupu-kupu Ungu sebagai Penulis Skenario Terpuji 1999. Forum yang sama mematok film televisi karyanya (berkisah tentang pembauran), Cinta Terhalang Tembok sebagai Film Miniseri Televisi Terbaik, 2002.
Pada 1993, dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Pada 1998, menerima Penghargaan Sastra 1998 dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Dan sekaligus meraih Sea Write Award 1998 dari Raja Thailand, di Bangkok, untuk karyanya Semar Gugat'[3] Sejak 1997, menjabat Wakil Presiden PEN Indonesia.
Pada 1999, menerima Piagam Penghargaan dari Menteri Pariwisata Seni & Budaya, sebagai Seniman dan Budayawan Berprestasi.
Karya pentasnya Sampek Engtay, 2004, masuk MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai karya pentas yang telah digelar selama 80 kali selama 16 tahun dan dengan 8 pemain serta 4 pemusik yang sama.
Tahun | Penghargaan | Kategori | Karya yang dinominasikan | Hasil |
---|---|---|---|---|
1978 | Festival Film Indonesia | Penulis Skenario Terbaik | Jakarta Jakarta | Menang |
2020 | Festival Film Tempo | Aktor Pendukung Pilihan Tempo | Bidadari Mencari Sayap | Menang |
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.