Nasaruddin Umar
ulama Indonesia, Menteri Agama ke-25 Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Nasaruddin Umar (lahir 23 Juni 1959 )[2] adalah Menteri Agama RI ke-25 sejak 21 Oktober 2024 pada Kabinet Merah Putih serta Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta. Sebelumnya ia menjabat sebagai Wakil Menteri Agama Republik Indonesia [3] dari tahun 2011 sampai 2014.
![]() | Artikel biografi ini berkualitas rendah karena ditulis menyerupai resume atau daftar riwayat hidup (Curriculum Vitae). |
Nasaruddin Umar | |
---|---|
![]() Potret resmi, 2024 | |
Menteri Agama Indonesia ke-25 | |
Mulai menjabat 21 Oktober 2024 | |
Presiden | Prabowo Subianto |
Wakil | Muhammad Syafi'i |
Imam Besar Masjid Istiqlal ke-5 | |
Mulai menjabat 22 Januari 2016 | |
Wakil Menteri Agama Indonesia ke-1 | |
Masa jabatan 19 Oktober 2011 – 20 Oktober 2014 | |
Presiden | Susilo Bambang Yudhoyono |
Menteri | Suryadharma Ali (2009–2014) Lukman Hakim Saifuddin (2014) |
Pembantu Rektor III IAIN Syarif Hidayatullah | |
Masa jabatan 1998–2002 | |
Rektor | Azyumardi Azra |
![]() Pendahulu Tidak diketahui Pengganti Armai Arief ![]() | |
Informasi pribadi | |
Lahir | 23 Juni 1959 Bone, Sulawesi Selatan, Indonesia |
Almamater | |
Profesi | Akademisi, Aktivis, Ulama |
Penghargaan sipil | ![]() |
Ia juga merupakan pendiri organisasi lintas agama untuk Masyarakat Dialog antar Umat Beragama dan pernah menjabat sebagai Dirjen pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam di Departemen Agama/ Kementerian Agama Republik Indonesia. Ia juga adalah anggota dari Tim Penasehat Inggris-Indonesia yang didirikan oleh mantan perdana menteri Inggris, Tony Blair.[4] Ia juga menjabat sebagai salah satu Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama masa khidmat 2022-2027. Lalu pada tanggal 3 November 2019, dalam Musyawarah Nasional (Munas) BP4 XVI di Jakarta, AG.Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A. terpilih sebagai Ketua Umum BP4 periode 2019-2024.[5] Dan terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Pondok Pesantren As'adiyah pada Muktamar As'adiyah ke XV di Sengkang tahun 2022. Pada tahun 2024, Nasaruddin Umar menandatangani dokumen Deklarasi Bersama Istiqlal 2024 bersama pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus yang sedang mengadakan kunjungan historisnya ke Indonesia.
Pendidikan
Nasaruddin Umar melakukan studi pascasarjana di IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan mendapatkan gelar Magister (1992) serta doktoral (PhD) (1998). Selama studi kedoktorannya, dia sempat menjadi salah satu mahasiswa yang menjalani Program PhD di Universitas McGill, Montreal, Kanada (1993-1994), dan juga sebagai salah satu mahasiswa yang menjalani Program Ph.D di Universitas Leiden, Belanda (1994-1995). Setelah mendapatkan gelar doktoral, ia pernah menjadi sarjana tamu di Sophia University, Tokyo (2001), sarjana tamu di SOAS University of London (2001-2002), dan sarjana tamu di Georgetown University, Washington DC (2003-2004). Dia adalah penulis dari 12 buku yang diantaranya Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran (Paramadina, 1999). Isinya yang menjabarkan hasil penelitian mengenai bias gender dalam Quran.[6]
Kontroversi
Ringkasan
Perspektif
Pernyataan tentang Masjid Istiqlal dan mencium Paus
Umar Hasibuan menyampaikan kritik terhadap Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, terkait pernyataan yang menyebutkan bahwa Masjid Istiqlal bukan hanya rumah ibadah bagi umat Islam. Dalam pernyataannya, Umar Hasibuan menegaskan bahwa masjid secara harfiah berarti tempat bersujud, yang seharusnya menjadi tempat umat Islam menyembah Allah. Dia menekankan pentingnya menjaga kesucian dan fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah umat Islam. Ia kemudian mengutip Surah Al-Jin ayat 18 yang menyatakan bahwa "Masjid adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya lah umat Islam seharusnya menyembah".[7] Di saat yang sama tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menilai perkataan dan perbuatan Nasaruddin Umar melampaui batas saat menerima dan mencium kening Paus Fransiskus. Ia berdalih, ini masalah muamalah, layak bersikap ramah dan santun terhadap pemimpin agama Katolik sedunia dalam rangka toleransi. Akan tetapi, sikap toleransi dan menghargai pemimpin umat agama lain dan umatnya tidak lewat batas karena sudah diatur dalam Al-Qur'an dan sunah. Umat Islam yang kurang memahami ajaran agamanya, bisa bersikap bahwa semua agama sama. Dampaknya, umat Islam bisa berbondong-bondong murtad.[8]
Pernah belajar agama Yahudi di Amerika Serikat
Selama enam minggu di Amerika Serikat, program Nasaruddin Umar berpusat pada studi akademis dasar tentang Yudaisme dan Yahudi. Diketahui, selama perjalanan program ini, Nasaruddin Umar bertemu dengan komunitas Ortodoks, Konservatif, Reformasi, dan non-denominasi, serta Yahudi Ashkenazi, Sephardic, dan Mizrahi, yang mewakili perspektif Yahudi Amerika yang liberal dan konservatif. Hal inilah menuai kontroversi (pro dan kontra) di tengah hubungan Palestina dan Israel. Secara tidak langsung misi dari AJC diduga dianggap pro Israel.[9]
Rujukan
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.