Maumere

ibu kota Kabupaten Sikka, Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Maumere

Maumere adalah ibu kota Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pada saat ini, daerah bernama "Maumere" sudah tidak ada dalam pembagian wilayah administratif Indonesia, tetapi daerah yang umumnya dianggap sebagai "Kota Maumere" adalah daerah-daerah yang termasuk dalam Kecamatan Alok, Kecamatan Alok Timur, dan Kecamatan Alok Barat.[2] Kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 84.823 jiwa (2015).

Fakta Singkat Negara, Provinsi ...
Maumere
Thumb
Thumb
Maumere
Peta lokasi Maumere
Negara Indonesia
ProvinsiNusa Tenggara Timur
KabupatenSikka
KecamatanAlok Barat, Alok, Alok Timur, Koting, Nelle
Luas
  Total103,47 km2 (39,95 sq mi)
Populasi
  Total103,213
Tutup

Sering disebutkan bahwa nama Maumere berasal dari bahasa-bahasa daerah di daratan Flores lainnya terutama bahasa Ende, namun tidak ada bukti sama sekali ada kosakata Maumere dalam bahasa-bahasa daerah tersebut, kata Mau dan Mere tidak ada artinya sama sekali di dalam bahasa-bahasa daerah tersebut.[3]

Nama aslinya oleh penduduk pribumi setempat dinamakan Alok, sedangkan nama Maumere berasal dari bahasa Gujarat adalah  મારી મેરે Mārī mērē yang artinya Kuda Betina Milik Saya, yang kemudian kata મારી મેરે Mārī mērē dilafalkan menjadi Maumere.

Kota Maumere / Kota Alok merupakan kota terluas kedua di Nusa Tenggara Timur setelah kota Kupang.

Kota ini pertama kali dibentuk sebagai Kecamatan Maumere pada tahun 1962. Pada tahun 1992, Kecamatan Alok memisahkan diri dari Maumere. Pada tahun 2007, Kecamatan Alok Timur dan Alok Barat memisahkan diri dari Kecamatan Alok dan memperoleh daerah tambahan berupa beberapa desa dari Kecamatan Maumere. Sementara itu, sisa Kecamatan Maumere juga dipecah menjadi Kecamatan Koting dan Kecamatan Nelle.

Kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 203.213 jiwa (2023).[4]

Nama beladiri asli Maumere menurut penuturan tokoh sesepuh Maumere F. X. Babanong adalah Hikong Kolok, Hikong artinya melakukan pembelaan, Kolok artinya kepada diri sendiri.

Sejarah

Ringkasan
Perspektif

Asal usul penamaan "Maumere"

Sering disebutkan bahwa nama Maumere berasal dari bahasa-bahasa daerah di daratan Flores lainnya terutama bahasa Ende, namun tidak ada bukti sama sekali ada kosakata Maumere dalam bahasa-bahasa daerah tersebut, kata Mau dan Mere tidak ada artinya sama sekali di dalam bahasa-bahasa daerah tersebut.

Dari berbagai literatur, akhirnya terjawab darimana asal usul nama Maumere tersebut.

Sebelum tahun 1861, nama Maumere telah dikenal sebagai nama kota pusat Kerajaan Sikka, yang terletak di daerah pesisir pantai Kerajaan Sikka.

Pastor J.P.N Sanders Pr, pastor wilayah Larantuka pada 3 Juli 1861, menulis surat kepada Uskupnya di Batavia.

Isi surat itu antara lain, "Pada tanggal 20 Juni 1861 yang lalu saya telah melakukan perjalanan misi saya ke Sikka dan daerah terpencil lainnya.... Sesudah pelayaran tujuh hari, saya tiba di Geliting.... Oleh karena tak ada kerja di situ, saya naik perahu lagi dan pergi ke Maumere".

Dalam laporannya yang cukup panjang itu, Pastor Sanders berulang kali menulis Maumere.

Dengan surat Pastor Sanders itu dapatlah disimpulkan bahwa nama Maumere sudah dipergunakan oleh masyarakat setempat jauh sebelum tahun 1861. Kapan persisnya, tak pernah bisa diungkit.

Abad ke 7 Masehi

Pada tahun 1969, Pastor J. Bakker, SJ menulis sebuah tulisan berjudul Gereja Tertua di Indonesia yang dimuat di Majalah Basis No. 18 (1969) hlm. 261-265. Tulisan itu adalah derivasi dari makalahnya yang lebih lengkap berjudul Umat Katolik Perintis di Indonesia. [Dr. Huub J.W.M. Boelaars, OFM Cap, Indonesianisasi Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia, Cetakan V (Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2009) hal. 59]. Tulisan ini menjadi bagian dari versi resmi Sejarah Gereja Katolik Indonesia yang dipublikasikan oleh Bagian Dokumentasi  Penerangan Kantor Waligereja Indonesia.

Tulisan tersebut menerangkan bahwa agama Kristen Katolik sudah ada di Sumatera Utara pada abad ke 7 M dibawa oleh para pedagang dari India kemudian menyebar ke Jawa terutama Yogyakarta dan terus meluas sampai ke Nusa Tenggara Timur termasuk Flores. Gereja Kristen Katolik di India mendapat penginjilan oleh salah satu dari kedua belas Rasul, yaitu Santo Thomas yang disebut Didimus.

Pastor J. Bakker, SJ mendasarkan tulisannya pada tulisan  sejarawan Muslim Syeikh Abu Shalih al-Armini dalam karyanya Tadhakur fihi Akhbar min al-Kanais wal Adyar min Nawahin Misri wal Aqthaaha yang ditulis pada abad XII. Karya tersebut telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggis oleh B.T.A. Evetts dengan judul The Churches and Monasteries of Egypt and Some Neighbouring Countries dan diberi catatan oleh A.J. Butler, MA, FSA.

Ketika para pedagang India yaitu dari Gujarat sampai ke Kerajaan Sikka, maka mereka melakukan hubungan dagang terutama kain-kain, rempah-rempah dan hewan termasuk kuda dan gading gajah, itulah sebabnya walaupun tidak ada gajah di Flores, namun terdapat banyak gading di Maumere dan Larantuka.

Para pedagang tersebut menempuh jarak yang sangat jauh, jarak antara Kota Gujarat dan Kota Maumere: 224 jam (10.374,3 km)

Kuda juga menjadi salah satu komoditi utama dalam perdagangan tersebut, kuda sendiri dalam bahasa Gujarat adalah ઘોડો Ghōḍō.

Nah, yang menarik adalah “kuda betina milik saya” dalam bahasa Gujarat adalah  મારી મેરે Mārī mērē, sedangkan dalam bahasa Inggris diterjemahkan yaitu My mare. Sedangkan kalimat મારી મમ્મી Mārī mam'mī artinya my mother atau “ibu saya”.

Jadi, ketika orang-orang Gujarat menunjuk kuda betina ketika berdagang dengan Kerajaan Sikka, mereka menyebut Marimere, lama kelamaan menjadi sebuah kata ikonik untuk tempat perdagangan tersebut yaitu Maumere, sehingga nama Maumere ternyata diberikan oleh orang-orang Gujarat tersebut yang artinya Kuda Betina Saya.

Kuda dalam budaya Maumere

Dalam Tari Hegong, salah satu tarian dari Maumere, ada namanya Ikun, Ikun merupakan senjata seperti pisau yang terbuat dari kayu dan dihiasi dengan ekor kuda.

Dalam adat Maumere juga dikenal namanya Belis, salah satunya berupa kuda, merupakan salah satu ternak yang menjadi kebutuhan penting bagi warga di Kota Maumere, karena kuda sebagai simbol dan budaya bagi orang yang mau menggelar acara adat seperti meminang seorang gadis dan pesta pernikahan serta komuni pertama, bahkan acara kematian kuda juga sebagai ternak yang harus dibawa ketika sanak keluarga meninggal dunia.

Sebelum menikah, ketika bertunangan, apabila terjadi pembatalan pertunangan yang dilakukan oleh pihak laki-laki, maka dia harus memberikan sejumlah bayaran berupa uang dan kuda kepada pihak perempuan.

Membayar belis dengan kuda itu menunjukkan martabat adat yang tinggi dalam suatu perikatan keluarga, bahwa suatu kesepakatan hubungan perkawinan itu misalnya, telah sah dan resmi dengan meterai belis kuda.

Belis wajib nilai tertinggi adalah gading gajah, kemudian kuda, lalu emas, hasil alam dan sejumlah uang.

Kain Tenun India

Berdasarkan sejarahnya, kain bermotif Patola adalah motif dari India. Kain patola adalah jenis tenunan ikat ganda terbaik dari Gujarat. Kain Patola adalah tenunan ikat terbaik lugsin dan pakan. Kain patola adalah kain kebesaran, kain upacara, kain pentas tari adat hujan di tanah air di wilayah Kabupaten Sikka.

Begitu pula sarung Pahikung bermotif gajah. Pasalnya, dalam perkawinan tangan wanita memakai gelang yang terbuat dari gading gajah. Bisa juga sebagai lambang atau bawaan dalam acara perkawinan.

Tenun ikat Sikka biasanya dipakai sebagai sarung perempuan (utang), sarung pria (lipa) dan ikat kepala (lensu). Meski begitu, kain tenun ini umumnya lebih banyak digunakan oleh kaum perempuan. Menurut orang-orang Sikka, kain tenun Sikka memiliki filosofi du'a utang ling labu weling yang artinya kain sarung dan baju setiap wanita haruslah bernilai dan berharga.

Meski dibuat secara tradisional, motif-motif yang dihasilkan dari kain tenun Sikka sangat beragam baik motif yang menampilkan keaslian sarung zaman dahulu yang disebut Utang Jentiu maupun motif kreasi pengrajin sendiri.

Motif  tenun ikat Sikka memiliki ciri khas tersendiri yang telah dikenal baik secara nasional maupun internasional. Sampai saat ini, sebanyak 52 motif tenun ikat Sikka telah mendapat pengakuan sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Kuda memang merupakan hewan terhormat dalam budaya orang Maumere, sehingga benarlah bahwa nama Maumere adalah pemberian dari orang Gujarat untuk tempat/kota tempat berbisnis yang yang artinya kurang lebih "tempat berkembangbiaknya kuda".

Dalam sejarah, kota ini pernah diguncang tsunami pada 1992 menewaskan lebih dari 900 orang.

[5]

Iklim

Maumere memiliki iklim sabana tropis (Köppen Aw) dengan musim kemarau yang panjang dan musim hujan yang pendek.

Informasi lebih lanjut Data iklim Maumere, Bulan ...
Data iklim Maumere
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 30.4
(86.7)
30.1
(86.2)
30.6
(87.1)
31.4
(88.5)
31.4
(88.5)
31.0
(87.8)
30.9
(87.6)
31.1
(88)
31.6
(88.9)
32.1
(89.8)
32.1
(89.8)
31.1
(88)
31.15
(88.07)
Rata-rata harian °C (°F) 26.5
(79.7)
26.3
(79.3)
26.4
(79.5)
26.7
(80.1)
26.5
(79.7)
25.9
(78.6)
25.4
(77.7)
25.3
(77.5)
25.9
(78.6)
26.8
(80.2)
27.5
(81.5)
27.0
(80.6)
26.35
(79.42)
Rata-rata terendah °C (°F) 22.7
(72.9)
22.5
(72.5)
22.3
(72.1)
22.1
(71.8)
21.7
(71.1)
20.8
(69.4)
19.9
(67.8)
19.6
(67.3)
20.3
(68.5)
21.6
(70.9)
23.0
(73.4)
23.0
(73.4)
21.63
(70.93)
Curah hujan mm (inci) 289
(11.38)
249
(9.8)
175
(6.89)
111
(4.37)
60
(2.36)
35
(1.38)
28
(1.1)
19
(0.75)
25
(0.98)
49
(1.93)
113
(4.45)
225
(8.86)
1.378
(54,25)
Sumber #1: Climate-Data.org[6]
Sumber #2: BMKG[7]
Tutup

Daya tarik

Kota ini memiliki bandar udara terbesar kedua setelah Bandar Udara Komodo di Labuhan Bajo di pulau Flores, yaitu Bandar Udara Frans Seda, sehingga Maumere menjadi pintu gerbang wilayah timur Pulau Flores. Selain itu, kota ini memiliki Patung Maria Bunda Segala Bangsa, yang merupakan patung yang didedikasikan untuk Bunda Maria di Bukit Nilo, kira-kira 5 kilometer barat daya dari Maumere. Patung tersebut memiliki tinggi sebesar 18 meter, atau 28 meter bila dihitung dengan alas dan fondasi.

Produk ekspor dari daerah ini antara lain kelapa kopra, pisang, kemiri, dan kakao. Usaha kerajinan tangan yang telah mendunia adalah kain tenun ikat dengan beragam motif.

Demografi

Suku mayoritas di kota Maumere adalah Suku Krowe, Suku Tana Ai, Suku Lio, dan Suku Palue juga cukup signifikan di kota Maumere. Selain itu ada suku minoritas pendapang lainnya di Maumere yakni suku Bugis, Makassar, Bajo dan Jawa. Agama mayoritas di kota Maumere adalah agama Kristen Katholik, agama Islam juga cukup signifikan di kota Maumere selain itu ada Kristen Protestan, agama Hindu dan Budha, Ada satu Pura Agung Waidoko yang merupakan satu satunya tempat ibadah umat Hindu di Kota Maumere dan Vihara Bhudhis di Jl. Lero Wulan, Kelurahan Madawat.

Referensi

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.