Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Marga Simalungun merujuk pada marga yang dipakai di belakang nama depan masyarakat Batak Simalungun. Ada empat marga asli etnis ini, yakni Damanik, Purba, Saragih, dan Sinaga.
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (May 2022) |
Keempat marga tersebut berasal dari marga raja-raja di Tanah Simalungun. Beberapa marga dari luar Simalungun kemudian menganggap dirinya sebagai bagian dari keempat marga tersebut. Sebagai Salah satu suku yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, marga pada Batak Simalungun diturunkan melalui garis ayah, Oleh karena itu orang yang memiliki marga yang sama dianggap sebagai kakak-adik sehingga tidak diperbolehkan untuk saling menikah.
Sejarah asal usul dari marga-marga tersebut sangatlah minim, Namun, beberapa sumber tertulis menyatakan bahwa ada 4 marga asli dalam Suku Batak Simalungun yang biasa diberi akronim SISADAPUR.[1]
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Batak Simalungun yang berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (Bersemangat, Berkharisma, Agung/Terhormat, Paling cerdas).
Raja ini berasal dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12 Masehi, keturunan dari Raja Nagur mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya:
Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.
Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.
Keturunannya adalah:
Saragih Garingging kemudian pecah menjadi 2, yaitu:
Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada 2 keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk.
Ada satu lagi marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir.
Menurut versi Batak Toba, beberapa marga Simamora/Purba Toba dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini ke Raja Banua Purba bermarga Purba.
Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.
Keturunannya adalah:
Kemudian ada lagi marga Purba Siboro, Purba Tanjung, Purba Pakpak, Purba Girsang, Purba Tondang, Sihala, Tambunsaribu, dan Raya.
Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari mudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.
Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor.
Keturunannya adalah marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan.
Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.
Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (Sibijaon).Tideman, 1922
Beberapa Sumber mengatakan bahwa Sinaga keturunan raja Tanoh Djawa berasal dari India, salah satunya adalah menrurut Tuan Gindo Sinaga keturunan dari Tuan Djorlang Hatara.
Beberapa keluarga besar Partongah Raja Tanoh Djawa menghubungkannya dengan daerah Nagaland (Tanah Naga) di India Timur yang berbatasan dengan Myanmar yang memang memiliki banyak persamaan dengan adat kebiasaan, postur wajah dan anatomi tubuh serta bahasa dengan suku Simalungun dan Batak lainnya. hhkg
Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru. Sebagian besar dari marga-marga ini merupakan marga yang telah ada di daerah/suku lain. Marga-marga tersebut yaitu:
Sebagian marga di atas dikategorikan ke dalam salah satu marga Simalungun karena hubungan persaudaraan, perjanjian atau kerjasama antara kedua marga.
Zaman raja-raja Simalungun, orang yang tidak jelas garis keturunannya dari raja-raja disebut “jolma tuhe-tuhe” atau “silawar” (pendatang). Fenomena sosial ini diakibatkan adanya hukum marga yang keras di Simalungun menyatukan dirinya dengan marga raja-raja agar mendapat hak hidup di Simalungun.
Demikianlah sehingga makin bertambah banyak marga di Simalungun. Tetapi meski demikian sejak dahulu hanya ada empat marga pokok di Simalungun yakni Sisadapur : Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba.
Setelah raja-raja dikuasai Belanda sejak ditandatanganinya Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) tahun 1907 dan dihapuskannya kerajaan/feodalisme dalam aksi Revolusi Sosial tanggal 3 Maret 1946 sampai April 1947, peraturan tentang marga itu menghilang dengan sendirinya di Simalungun. Masing-masing marga kembali lagi ke marga aslinya dan ke sukunya semula.
Pada tahun 1930, Pdt. J. Wismar Saragih pernah menuliskan surat permohonan pada kumpulan Raja-Raja Simalungun yang berkumpul di Pematang Siantar yang meminta agar Raja-Raja tersebut menetapkan marga-marga baru sebagai tambahan kepada marga resmi Simalungun dengan maksud agar semakin banyak marga Simalungun seperti pada suku lain. Walaupun ide tersebut diterima oleh Raja-Raja tersebut namun permohonan J. Wismar Saragih belum disetujui karena belum tepat waktunya.
Karena alasan tersebut di atas, sebagian orang berpandangan bahwa masih ada kemungkinan bertambahnya Marga-marga di Simalungun. Hal ini senada dengan apa yang pernah dituliskan mengenai asal usul beberapa Marga. Semisal Marga Saragih Garingging, yang disebut beberapa sumber berasal dari keturunan Pinangsori, dari Ajinembah (sebuah daerah di Kabupaten Karo) dan bermigrasi ke Raya sehingga bertemu dengan Raja Nagur dan dijadikan marga Saragih Garingging.[3] Begitupun marga Purba Tambak, disebutkan berasal dari penduduk daerah Pagaruyung yang bermigrasi ke daerah Natal, kemudian ke Singkel, hingga tiba di daerah Tambak, Simalungun. Keturunannya kemudian menikah dengan keturunan Raja Nagur dan mereka dijadikan sebagai bagian dari Purba, yaitu Purba Tambak.[4] Marga Damanik juga disebut sebagai pendatang yang menikah dengan keturunan Tuan Silampuyang yang bermarga Saragih dan kemudian diberi marga.
Sebagai suku yang bersifat Paterilinear, Suku Simalungun menurunkan marganya melalui garis keturunan Pria, dengan demikian marga seorang ayah akan diteruskan ke putera/puterinya. Oleh karena itu 2 orang yang memiliki marga yang sama akan saling menganggap diri mereka sebagai saudara seketurunan sehingga dipantangkan (tidak diperbolehkan) untuk saling menikah.
Bagi Wanita, marga disebutkan sesudah kata boru (biasa disingkat br.), sehingga jika ada seorang wanita bernama Sofia yang lahir dari ayah bermarga Saragih, maka akan dipanggil sebagai Sofia boru Saragih. Saat seorang wanita Simalungun menikah dengan lelaki dari marga lain, biasanya ia akan menggunakan marga suaminya tersebut pada namanya. Sehingga jika Sofia boru Saragih menikah dengan marga Purba, maka ia akan dipanggil sebagai Sofia Purba boru Saragih.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.