Klitih (bahasa Jawa: ꦏ꧀ꦭꦶꦛꦶꦃ, translit. klithih) adalah salah satu fenomena kejahatan jalanan yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya (terutama Klaten dan Magelang[1][2]). Umumnya, pelaku klitih adalah pelajar remaja.[3] Pada umumnya, pelaku klitih akan mengincar target yang dianggap masih SMA atau SMK di daerah yang sepi, kemudian melakukan perundungan (bullying) secara fisik terhadap korban bisa juga karena faktor ekonomi.[1] Banyak korban klitih yang meninggal dunia akibat siksaan fisik yang cukup parah.[4]
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Definisi
Klitih berasal dari bahasa Jawa, yang berarti aktivitas berkeliling keluar rumah tanpa tujuan yang jelas untuk mengisi waktu luang.[3] Ada juga yang menyebut klitih merupakan penyebutan terhadap Pasar Klitikan Yogyakarta di mana artinya adalah melakukan aktivitas yang tidak jelas dan bersifat santai sambil mencari barang bekas dan Klitikan.[butuh rujukan] [perlu dijelaskan] Menurut sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, makna asli istilah klitih adalah kegiatan keluar rumah di malam hari untuk menghilangkan kepenatan. “Klitih dulu sebetulnya hanya aktivitas orang keluar malam mencari kegiatan untuk mengatasi kepenatan.”[5] Sementara istilah nglitih digunakan untuk menggambarkan kegiatan jalan-jalan santai.[6] Akan tetapi, makna klitih kemudian mengalami pergeseran (peyorasi) dan menjadi identik dengan aksi kekerasan dengan senjata tajam.[butuh rujukan]
Perkembangan kasus
Pada awalnya, klitih hanyalah berupa kegiatan perundungan antar geng sekolah yang terjadi di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Namun, semakin lama, klitih berkembang menjadi kegiatan perampokan yang dilakukan oleh sekelompok geng (premanisme) yang targetnya berkembang dari geng musuh menjadi masyarakat awam.[1][4] Yang paling umum, klitih dilakukan di tempat sepi dan terjadi pada malam hari.[7]
Kasus klitih pada dasarnya merupakan fenomena anak muda di Yogyakarta yang ingin mencari jati diri atau pengakuan terutama dari lingkungan persahabatan mereka (geng sekolah).[8] Untuk membuktikan itu, terkadang mereka membutuhkan barang bukti berupa barang milik geng pesaing atau setidaknya melakukan perundungan terhadap geng pesaing.[8]
Faktor politik
Selain itu, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya merupakan daerah yang merupakan basis persaingan politik yang penting di Indonesia, terutama oleh aliran politik nasionalis dan agamais. Budaya kekerasan yang dilakukan oleh pelajar di Yogyakarta sudah ada sejak era 1980-an dan 1990-an. Kekerasan yang dilakukan pelajar pada masa itu dilakukan oleh dua geng besar yang legendaris yaitu QZRUH dan JOXZIN.[6][9]
QZRUH sendiri merupakan kepanjangan dari "Q-ta Zuka Ribut Untuk Tawuran (atau Hiburan)". QZRUH sendiri memiliki daerah kekuasaan di Kota Yogyakarta bagian utara terutama di kawasan Terban dan sekitar Jalan Magelang. Sementara JOXZIN merupakan singkatan dari Joxo Zinthing atau Pojox Benzin (pojokan SPBU Kantor Pos Besar) atau Jogja Zindikat. Geng ini "menguasai" kawasan Jalan Malioboro hingga Yogyakarta bagian selatan.[6][9] Qzruh sendiri dalam sejarahnya selalu didukung oleh kelompok politik yang cenderung nasionalis (dahulu diasosiasikan sebagai pendukung PDI atau Golkar) sedangkan Joxzin sendiri didukung oleh kelompok politik yang cenderung bernuansa agamis (dahulu diasosiasikan sebagai pendukung PPP). Tidak jarang pula, kedua kelompok ini memiliki afiliasi dengan beberapa geng sekolah yang ada di kawasan kekuasaan mereka.
Lihat pula
Referensi
Wikiwand in your browser!
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.