Kerajaan Binuang Sulawesi Barat Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Kerajaan Binuang (Aksara Lontara ᨀᨙᨑᨍᨕ ᨅᨗᨊᨘᨓ) adalah kerajaan yang terletak di Provinsi Sulawesi Barat kabupaten Polewali Mandar tepatnya di Kecamatan Binuang yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sulawesi Selatan. Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan yang terbesar di tanah Mandar dari Pitu Babana Binanga dan Pitu Ulunna Salu. Sistem pemerintahan di Kerajaan Binuang dilakukan secara turun temurun atau dari generasi ke generasi secara garis lurus keatas.[1][2]
Kerajaan Binuang dengan seluruh perangkat kerajaan berdasarkan tugas dan fungsinya masing-masing memiliki tugas dan wewenang sendiri.
Adapun struktur pemerintahan Kerajaan Binuang sebagai berikut:[3]
Pa'bicara Bulang berfungsi bersama Pa'bicara Lotong mengurusi internal kerajaan.
Pappuangangan Binuang mengurusi semua masalah dalam wilayah Ulu Bate, Bate Tangnga, Cappa Bata.
Suro bertugas untuk menyampaikan seluruh titah raja ke wilayah kekuasaan Kerajaan Binuang.
Juru Tulisi berfungsi menulis aktivitas raja dan mengarsifkan seluruh Kegiatan Kerajaan.
Kerajaan Binuang memiliki kekuasaan di daerah Tallu Bate yaitu; Ulu Bate, Tangnga Bate, dan Cappa Bate. Adapun nama-nama daerah di tiga wilayah Kekuasaan Kerajaan Binuang tersebut adalah:[4]
Ulu Bate (Mirring) diperintah oleh Ma'dika Mirring yang menetap di Mirring yang terbagi atas tujuh wilayah yakni:
Katumbangan di kepalai oleh Tomakaka Katumbangan.
Pasang dikepalai oleh Tomakaka Pasang
Tanete dikepalai oleh Tomakaka Tanete
Amola dikepalai oleh Tomakaka Amola
Kaleo' dikepalai oleh Tomakaka Kaleo'
Tandakan dikepalai oleh Tomakaka Tandakan
Cendana dikepalai oleh Tomakaka Cendana
Tangnga Bate (Penanian) diperintah oleh Tomakaka Penanian yang menetap di Penanian yang terbagi atas delapan wilayah yakni:
Biru dikepalai oleh Tomakaka Biru
Tallong dikepalai oleh Tomakaka Tallong
Mammi dikepalai oleh Tomakaka Mammi
Rappoang dikepalai oleh Tomakaka Rappoang
Rea dikepalai oleh Tomakaka Rea
Kanang dikepalai oleh Tomakaka Kanang
Passembaran dikepalai oleh Tomakaka Passembaran
Manye-manya dikepalai oleh Tomakaka Manye-manye
Cappa Bate (Dara') diperintah oleh Tomakaka Dara' yang menetap di Dare' yang terbagi atas enam wilayah yakni:
Pengadilan di Kerajaan Binuang menerangkan beberapa aturan yang telah di sepakati dalam pelaksanaan pemerintahan yang tersusun dalam sistem pemerintahan yang sifatnya mengikat. Peraturan-peraturan itu secara keseluruhan yang dijelaskan dalam Lontara Kerajaan Binuang sebagai berikut: [5]
Bilamana Arajang Binuang atau hadatnya melakukan kerja sawah, maka dipanggilah orang-orang pallili untuk membajak sawah dan tidak boleh menolak. Begitu juga kalau sudah menanam padi, maka orang itu yang harus pergi. Selain itu apabila Arajang Binuang mappadara sakkalang jika padinya jadi, maka dipanggilah orang-orang bate untuk memotong padi, tidak boleh tidak meski orang itu sedang bepergian. Begitu juga bagi orang-orang bate jika mempunyai perkara yang tidak bisa ia selesaikan maka wajib melaporkan kepada Pappuangangan dan Pappuangangan melaporkan kepada Pa'bicara Lotong dan Pa'bicara Bulang, disitulah perkara tersebut ditimbang oleh hadat, dan apabila sudah ditimbang barulah disampaikan kepada Raja Binuang.
Jika perkara telah diputuskan hasilnya, maka yang menang harus membayar pallacca (biaya perkara) dan begitupula bagi yang kalah harus membayar pallacca dengan aturan; jika perkara berjumlah lima puluh real, maka yang menang harus membayar empat real begitu juga yang kalah dalam perkara itu.
Aturannya, jika Arajang Binuang meninggal dunia, maka semua orang harus datang yang berasal dari tiga bate dan harus massolo empat real duit ayam
Puang Dato adalah pusaka kerajaan Binuang yang terdiri dari empat gong besar dilengkapi dengan perisai kayu tua dan perisai Kuningan lengkap dengan trisula dan sejumlah artefak buatan tahun 900 M s/d 1100 M, pusaka ini masih tersimpan rapi di kediaman raja Andi Aprasing Lamattulada.[6]
Masjid Agung Binuang yang di bangun oleh pembawa Islam pertama di Sulawesi Barat Syekh Abdul Rahim Kamaluddin atau dikenal dengan To Salama di Binuang.[7]
Tasbih terpanjang di dunia, tasbih ini dibawah oleh Syekh Abdul Rahim Kamaluddin saat menyebarkan Islam di Kerajaan Binuang.[8]
Tari To Erang Batu Tari To Erang Batu tarian yang dulunya digunakan sebagai pengantar prajurit kerajaan Binuang ketika akan berperang. Tari ini adalah tari asli yang berasal dari Sulawesi Barat. Tari ini juga disebut tari perang. Tarian ini pada jaman dulu menjelang tari ditampilkan lebih dulu melakukan upacara persembahan sesaji telur ayam dan nasi empat warna. Pasukan Kerajaan Binuang yang selalu diiringi dengan tari To Erang Batu ini pada abad ke 15 selalu sukses dalam pertempuran.[9]
Masuknya Islam di Tanah Mandar pertama kali dibawah oleh Syekh Abdul Rahim Kamaluddin yang bergelar To Salama di Binuang menikah dengan We Tanri Pada Putri ke dua Raja Binuang Suppajo Langi, dari Kerajaan Binuang inilah Syekh Abdul Rahim Kamaluddin menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru Tanah Mandar Sulawesi Barat[10]. Berdasarkan Lontar Paddioloang Mandar halaman 123 menyatakan; Pannassai toi iyamo diae uppannassai pau-paunna todilota, disangka kanna I Pattang, appona Tidilaling. Anan'na Tadijal-loh. Apa matei amanna, maraqdiamidi Balanipa Anna polemo Tosalamoq di Benuanh todilaiq diitaq Makka. Takaqbong Nala lopi, teqeng bassi Nala takong. Iyamo mappasallang Idaeng Mapattang, salami maraqdia siola to Balanipa ingganna Banua kayyang; Napo, Samasundu, Mosso, Toda-Todang. Massahadaq, mappuasa, massakkaqi, mappittara, massambayang, manjuqnuq, massatinju, napakeqdeq ajumaq di Balanipa I Puang di Benuang. Anna mebainemo maraqdia Balanipa daiq di Tun-nunnuang, di appo najalu maraqdia di Tanmemba, maraqdia di Baroqboq nalikkai. Iyamo mappauruq-urang nande saraq maraqdia di Balanipa.[11] (Artinya: Demikian fakta sejarah yang telah dikemukakan oleh pendahulu bernama Kanna I Pattang, cucu Todilaling, putra Todijallo. Setelah ayahnya mangkat, digantikan oleh Kanna I Pattang. Berselang tiga memimpin tampuk Kerajaan Balanipa, ulama yang bergelar Tosalama di Binuang berkunjung ke Balanipa setelah pulang dari Makkah. Mayang kelapa yang dijadikan kendaraan (perahu) dengan dayung yang terbuat dari besi. Dialah penganjur Islamdi Balanipa dan mengislamkan Idaeng Mapattang, dan diikuti seluruh rakyatnya, warga Balanipa yang tersebar di beberapa wilayah meliputi; Napo, Samasundu, Mosso dan Todang-Todang. Mereka telah mengaplikasikan rukun Islam yang terdiri atas: syahadat, puasa, zakat, sholat, junub, istinja, mendirikan shalat Jumat di Balanipa Tuan di Binuang. Ketika itu sang Raja menikah di Tinunnungang, menikah cucu raja Tammemba dan Baroqboq. Dialah sang Raja yang menikah dengan menggunakan aturan syariat, mad kawinnya empat puluh empat). [11]