Loading AI tools
Penyakit yang disebabkan oleh virus Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Hepatitis C adalah infeksi yang terutama menyerang organ hati. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV).[1] Hepatitis C sering kali tidak memberikan gejala, namun infeksi kronis dapat menyebabkan parut (eskar) pada hati, dan setelah menahun menyebabkan sirosis. Dalam beberapa kasus, orang yang mengalami sirosis juga mengalami gagal hati, kanker hati, atau pembuluh yang sangat membengkak di esofagus dan lambung, yang dapat mengakibatkan perdarahan hingga kematian.[1] Seseorang terutama terkena hepatitis C melalui kontak darah, penggunaan narkoba suntik, peralatan medis yang tidak steril, dan transfusi darah. Sekitar 130–170 juta orang di dunia menderita hepatitis C. Para ilmuwan mulai meneliti HCV pada tahun 1970-an, dan memastikan keberadaan virus tersebut pada tahun 1989.[2] Virus ini tidak diketahui menyebabkan penyakit pada hewan lain. Suntikan interferon dan kapsul ribavirin yang dapat dikombinasikan merupakan obat-obatan standar untuk HCV di Indonesia. Memerlukan waktu 6 bulan pengobatan (HCV saja tanpa adanya HIV) dengan biaya Rp 60 Juta, tetapi dapat diperpanjang menjadi setahun. Sebenarnya ada obat baru yang disebut Direct Acting Antiviral (DDA) yang obat generiknya hanya Rp 14 Juta untuk pengobatan hanya tiga bulan saja, tetapi sayangnya obat generik ini belum ada di Indonesia, sedangkan obat patennya mencapai Rp 800 Juta hingga Rp 1 Miliar.[butuh rujukan] Dari 100 pasien, setelah 15-20 tahun, maka 5-10 pasien akan mengalami sirosis hati dan 2-5 pasien akan mengalami kanker hati atau gagal hati. Jadi cukup banyak yang dapat sembuh, tetapi pengidap HCV di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 3-4 Juta orang.[3] Pasien dengan sirosis atau kanker hati mungkin memerlukan transplantasi hati, namun biasanya virus muncul kembali setelah transplantasi.[4] Tidak ada vaksin untuk hepatitis C.
Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Hepatitis C | |
---|---|
Hasil pengamatan virus hepatitis C yang dimurnikan dari kultur sel dengan mikroskop elektron (skala = 50 nanometer) | |
Informasi umum | |
Spesialisasi | Penyakit menular |
Hepatitis C menunjukkan gejala akut hanya pada 15% kasus.[5] Gejalanya sering kali ringan dan tidak kentara, termasuk penurunan nafsu makan, sakit kepala, letih, nyeri otot atau nyeri sendi, dan menurunnya berat badan.[6] Hanya sedikit kasus infeksi akut yang terkait dengan ikterus.[7] Infeksi ini dapat sembuh sendiri tanpa diobati pada 10-50% penderita, dan lebih sering menyerang perempuan usia muda dibandingkan dengan kelompok lain.[7]
Delapan puluh persen penderita yang terpajan virus hepatitis C akan mengalami infeksi kronis.[8] Sebagian besar pengalaman menunjukkan gejala minimal atau bahkan tidak menunjukkan gejala sama sekali selama sepuluh tahun pertama infeksi,[9] meskipun hepatitis C kronis dapat ditandai dengan kelelahan.[10] Hepatitis C menyebabkan sirosis dan kanker hati pada orang yang telah terinfeksi selama bertahun-tahun.[4] Sekitar 10–30% orang yang terinfeksi selama lebih dari 30 tahun akan mengalami sirosis.[4][6] Sirosis lebih banyak terjadi pada orang yang juga terinfeksi hepatitis B atau HIV, pecandu alkohol, dan pada laki-laki.[6] Orang yang mulai terkena sirosis memiliki risiko dua puluh kali lebih besar terkena kanker hati, sebanyak 1-3% per tahun.[4][6] Pada pecandu alkohol, risiko ini menjadi 100 kali lebih besar.[11] Hepatitis C merupakan penyebab utama pada 27% kasus sirosis dan 25% kasus kanker hati.[12]
Sirosis hati dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi pada vena yang mengalir ke hati, akumulasi cairan di perut, mudah memar atau berdarah, vena melebar, khususnya di lambung dan esofagus, sakit kuning (kulit menguning), dan kerusakan otak.[13]
Meskipun jarang, hepatitis C juga dapat berkaitan dengan Sindrom Sjögren (kelainan autoimun), kadar trombosit darah yang rendah (di bawah normal), penyakit kulit kronis, diabetes, dan limfoma non-Hodgkin.[14][15]
Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif.[4] Virus ini merupakan anggota genus hepacivirus dalam famili Flaviviridae.[10] Terdapat tujuh genotipe utama HCV.[16] Di Amerika Serikat, genotipe 1 merupakan penyebab pada 70% kasus hepatitis, genotipe 2 pada 20%, dan genotipe lainnya masing-masing 1%.[6] Genotipe 1 juga merupakan genotipe yang paling banyak ditemui di Amerika Selatan dan Eropa.[4]
Metode utama penularan di negara maju adalah melalui penggunaan narkoba suntik (IDU). Di negara berkembang metode penularan utamanya adalah melalui transfusi darah dan prosedur medis yang tidak aman[17] Penyebab penularan ini belum diketahui pada 20% kasus;[18] namun banyak di antara kasus-kasus ini yang kemungkinan besar disebabkan oleh IDU.[7]
Penggunaan narkoba suntik merupakan faktor risiko utama penularan virus hepatitis C di banyak negara di dunia.[19] Kejadian di 77 negara menunjukkan bahwa 25 negara memiliki angka hepatitis C pada populasi pengguna narkoba suntik antara 60% dan 80%, termasuk di Amerika Serikat[8] dan Cina.[19] Di dua belas negara angkanya lebih besar dari 80%.[8] Sebanyak sepuluh juta pengguna narkoba suntik terinfeksi hepatitis C; Cina (1,6 juta), Amerika Serikat (1,5 juta), dan Rusia (1,3 juta) memiliki total terbanyak.[8] Angka hepatitis C pada warga binaan di lembaga pemasyarakatan di Amerika Serikat sepuluh hingga dua puluh kali lipat dibandingkan dengan populasi umum, dan penelitian ini mengaitkannya dengan perilaku berisiko seperti penggunaan narkoba suntik dan pembuatan tato dengan peralatan yang tidak steril.[20][21]
Transfusi darah, produk darah, dan transplantasi organ tanpa penapisan HCV menimbulkan risiko yang tinggi terkena infeksi.[6] Amerika Serikat mewajibkan penapisan universal pada 1992. Sejak saat itu angka infeksi menurun dari sebelumnya satu dari 200 unit darah,[22] menjadi hanya satu dari 10.000, hingga satu dari 10.000.000 unit darah.[7][18] Risiko rendah tetap ada karena terdapat periode sekitar 11-70 hari antara seorang pendonor darah yang kemungkinan menderita hepatitis C dan hasil pemeriksaan darah yang positif.[18] Beberapa negara belum melakukan penapisan hepatitis C karena masalah biaya.[12]
Orang yang tertusuk jarum suntik bekas pakai penderita HCV memiliki peluang 1,8% untuk tertular penyakit hepatitis C.[6] Risiko tersebut menjadi lebih tinggi jika jarum yang digunakan berlubang dan luka tusuk tersebut dalam.[12] Terdapat risiko paparan mukus ke darah; namun risiko tersebut rendah, dan tidak ada risiko jika pajanan darah tersebut terjadi pada kulit yang utuh.[12]
Peralatan rumah sakit juga dapat menularkan hepatitis C termasuk: penggunaan ulang jarum suntik dan spuit, vial obat yang digunakan berkali-kali, kantong infus, dan peralatan bedah yang tidak steril.[12] Standar yang buruk di fasilitas pelayanan kesehatan umum dan gigi menjadi penyebab utama penularan HCV di Mesir, negara dengan angka infeksi tertinggi di dunia.[23]
Tidak diketahui apakah hepatitis C dapat ditularkan melalui hubungan seksual.[24] Meskipun terdapat hubungan antara aktivitas seksual berisiko tinggi dan hepatitis C, belum jelas apakah penularan penyakit tersebut disebabkan oleh penggunaan narkoba yang tidak dikatakan oleh pasien atau disebabkan oleh seks itu sendiri.[6] Bukti yang ada mendukung bahwa tidak ada risiko pada pasangan heteroseksual yang tidak berhubungan seks dengan orang lain selain pasangan mereka.[24] Aktivitas seksual yang melibatkan trauma berat pada tepi bagian dalam saluran anus, seperti penetrasi anus, atau yang terjadi ketika terdapat infeksi menular seksual, termasuk HIV atau ulkus genital, cukup berisiko .[24] Pemerintah Amerika Serikat merekomendasikan penggunaan kondom hanya untuk mencegah penularan hepatitis C pada orang yang bergonta-ganti pasangan .[25]
Tato juga dapat meningkatkan risiko penularan hepatitis C hingga dua atau tiga kali lipat.[26] Ini bisa disebabkan karena peralatan yang tidak steril atau karena tinta yang digunakan terkontaminasi virus.[26] Tato atau tindik badan yang dilakukan sebelum pertengahan tahun 1980an atau yang dilakukan secara tidak profesional menjadi salah satu penyebabnya, karena masih buruknya teknik steril dalam kondisi tersebut. Risiko tersebut semakin meningkat jika tato yang dibuat lebih besar.[26] Hampir setengah dari warga binaan di lapas menggunakan peralatan pembuatan tato secara bersama-sama.[26] Tato yang dibuat di tempat pembuatan tato yang sah jarang dikaitkan dengan infeksi HCV.[27]
Benda perawatan pribadi seperti pisau cukur, sikat gigi, dan peralatan manikur atau pedikur dapat berkontak dengan darah. Penggunaan peralatan pribadi bersama-sama dengan orang lain berisiko menularkan HCV.[28][29] Orang-orang harus waspada terhadap luka iris dan luka terbuka atau perdarahan lain.[29] HCV tidak menular melalui kontak biasa, seperti berpelukan, berciuman, atau penggunaan bersama peralatan makan atau peralatan memasak.[29]
Penularan hepatitis C dari ibu yang terinfeksi ke anaknya terjadi pada kurang dari 10% kehamilan.[30] Tidak ada tindakan yang dapat mencegah risiko ini.[30] Penularan dapat terjadi selama kehamilan dan saat persalinan.[18] Persalinan yang berlangsung lama dikaitkan dengan semakin tingginya risiko penularan.[12] Tidak ada bukti bahwa pemberian ASI menularkan HCV; namun, ibu yang terinfeksi harus menghindari pemberian ASI jika puting ibu mengalami pecah-pecah dan berdarah,[31] atau jumlah virus dalam tubuhnya banyak.[18]
Tes diagnosis untuk hepatitis C termasuk: antibodi HCV, ELISA, Western blot, dan RNA HCV kuantitatif.[6] Polymerase chain reaction (PCR) dapat mendeteksi RNA HCV satu hingga dua minggu setelah infeksi, sedangkan antibodi baru terbentuk dan baru dapat ditemukan dalam waktu yang lebih lama.[13]
Hepatitis C kronis merupakan infeksi dengan virus hepatitis C yang menetap selama lebih dari enam bulan berdasarkan keberadaan RNA-nya.[9] Karena infeksi kronis umumnya baru menunjukkan gejala setelah berpuluh tahun,[9] dokter biasanya baru menemukan kasus pada saat pemeriksaan fungsi hati atau saat melakukan penapisan rutin pada orang berisiko tinggi. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara infeksi akut dan infeksi kronis.[12]
Pemeriksaan hepatitis C biasanya dimulai dengan pemeriksaan darah untuk mendeteksi apakah ada antibodi terhadap HCV dengan menggunakan uji imunoasai enzim (enzyme immunoassay).[6] Jika hasil pemeriksaan ini positif, dilakukan pemeriksaan kedua untuk memastikan uji imunoasai dan untuk menentukan beratnya penyakit.[6] Uji imunoblot rekombinan memastikan uji imunoasai tersebut, dan reaksi rantai polimerase RNA HCV menentukan beratnya.[6] Jika tidak ada RNA dan hasil imunoblot positif, orang tersebut pernah mengalami infeksi namun sudah teratasi baik dengan pengobatan maupun secara spontan; jika imunoblot negatif, artinya uji imunoasai salah.[6] Uji imunoasai baru akan memberikan hasil positif enam hingga delapan minggu setelah infeksi.[10]
Enzim hati dapat bervariasi selama tahap awal infeksi;[9] rata-rata enzim tersebut mulai meningkat tujuh minggu setelah infeksi.[10] Enzim hati tidak terlalu berkaitan dengan beratnya penyakit.[10]
Biopsi hati dapat menentukan derajat kerusakan hati, namun prosedur tersebut memiliki beberapa risiko.[4] Perubahan khas yang biasanya terdeteksi melalui biopsi meliputi limfosit di dalam jaringan hati, folikel limfoid di dalam trias hepatika, dan perubahan pada saluran empedu.[4] Terdapat beberapa pemeriksaan darah untuk menentukan tingkat kerusakan dan menyingkirkan perlunya biopsi.[4]
Hanya 5–50% dari orang-orang yang terinfeksi di Amerika Serikat dan Kanada yang mengetahui status mereka.[26] Pemeriksaan hepatitis C sangat dianjurkan untuk orang berisiko tinggi, termasuk orang yang memiliki tato.[26] Penapisan juga disarankan pada orang dengan peningkatan kadar enzim hati, karena sering kali hal ini merupakan satu-satunya tanda hepatitis kronis.[32] Penapisan rutin tidak disarankan di Amerika Serikat.[6]
Hingga tahun 2011, belum ada vaksin untuk hepatitis C. Vaksin sedang dikembangkan dan sebagian menunjukkan hasil yang menjanjikan.[33] Kombinasi strategi pencegahan, seperti program pertukaran jarum suntik dan pengobatan untuk penyalahgunaan zat terlarang, menurunkan risiko hepatitis C hingga 75% pada pengguna narkoba suntik.[34] Penapisan pada pendonor darah penting dilakukan pada tingkat nasional, sesuai dengan universal precautions (pencegahan universal) di fasilitas layanan kesehatan.[10] Di negara-negara yang tidak memiliki pasokan spuit steril yang cukup, penyedia layanan kesehatan sebaiknya memberikan obat oral dibandingkan dengan obat suntik.[12]
HCV menyebabkan infeksi kronis pada 50–80% orang yang terinfeksi. Sekitar 40-80% dari kasus ini dapat dibersihkan dengan pengobatan.[35][36] Pada kasus yang jarang, infeksi dapat bersih tanpa pengobatan.[7] Orang yang menderita hepatitis C kronis harus menghindari alkohol dan obat-obat yang dapat merusak hati,[6] dan harus mendapat vaksinasi untuk hepatitis A dan hepatitis B.[6] Orang yang mengalami sirosis harus menjalani pemeriksaan ultrasonografi untuk mendeteksi kanker hati.[6]
Orang yang terbukti mengalami kelainan hati karena infeksi HCV harus berobat.[6] Pengobatan saat ini menggunakan kombinasi interferon pegilasi dan obat antivirus ribavirin selama 24 atau 48 minggu, bergantung pada tipe HCV.[6] Hasilnya lebih baik pada 50–60% pasien yang diobati.[6] Kombinasi boceprevir atau telaprevir dengan ribavirin dan peginterferon alfa meningkatkan respons antivirus terhadap hepatitis C genotipe 1.[37][38][39] Efek samping pengobatan sering terjadi; setengah dari pasien yang diobati terserang gejala yang mirip flu, dan sepertiga dari mereka mengalami masalah emosional.[6] Pengobatan yang dilakukan dalam enam bulan pertama akan lebih efektif daripada pengobatan yang dilakukan setelah hepatitis C menjadi kronis.[13] Jika seseorang mengalami infeksi baru dan virus belum dapat dihilangkan setelah delapan hingga dua belas minggu, pasien tersebut sebaiknya menjalani pengobatan interferon pegilasi selama 24 minggu.[13] Bagi pasien dengan thalasemia (kelainan darah), ribavirin sepertinya dapat digunakan, namun meningkatkan kebutuhan akan transfusi.[40] Para ahli yang mendukung mengklaim terapi alternatif sebagai terapi yang bermanfaat pada hepatitis C termasuk milk thistle (silybum), ginseng, dan colloidal silver/perak koloid.[41] Namun, belum ada terapi alternatif yang terbukti memberikan hasil yang lebih baik pada hepatitis C, dan tidak ada bukti bahwa terapi alternatif memberikan efek sedikitpun pada virus.[41][42][43]
Respons terhadap pengobatan berbeda-beda berdasarkan genotipenya. Respons berlanjut terjadi pada kira-kira 40-50% orang dengan HCV genotipe 1 yang menjalani pengobatan selama 48 minggu.[4] Respons berlanjut terjadi pada 70-80% dari pasien dengan HCV genotipe 2 dan 3 yang menjalani pengobatan selama 24 minggu.[4] Respon berlanjut terdapat pada kira-kira 65% dari pasien dengan genotipe 4 yang menjalani pengobatan selama 48 minggu. Bukti pengobatan pada penyakit dengan genotipe 6 masih sangat sedikit saat ini, dan bukti yang ada adalah pengobatan selama 48 minggu dengan dosis yang sama seperti dosis yang diberikan kepada pasien penyakit genotipe 1.[44]
no data
<10
10-15
15-20
20-25
25-30
30-35 |
35-40
40-45
45-50
50-75
75–100
>100 |
Antara 130 dan 170 juta jiwa, atau ~3% dari populasi dunia, hidup dengan hepatitis C kronis.[45] Sekitar 3–4 juta orang terinfeksi setiap tahunnya, dan lebih dari 350.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit yang berkaitan dengan hepatitis C.[45] Angka tersebut meningkat tinggi pada abad ke-20 akibat kombinasi pengguna narkoba suntik dan pemberian obat suntik atau peralatan medis yang tidak disterilkan.[12]
Di Amerika Serikat, sekitar 2% penduduk menderita hepatitis C,[6] dengan 35.000 hingga 185.000 kasus baru per tahun. Angka tersebut telah menurun di negara Barat sejak 1990-an karena penapisan darah semakin ketat sebelum transfusi.[13] Angka kematian per tahun akibat HCV di Amerika Serikat berkisar 8.000 hingga 10.000. Kemungkinan angka mortalitas tersebut masih akan meningkat, karena sakit atau meninggalnya orang yang terinfeksi melalui transfusi sebelum masa pemeriksaan HCV.[46]
Angka infeksi lebih tinggi di beberapa negara di Afrika dan Asia.[47] Negara dengan angka infeksi yang sangat tinggi meliputi Mesir (22%), Pakistan (4,8%) dan Cina (3,2%).[45] Angka yang tinggi di Mesir dikaitkan dengan kampanye pengobatan massal untuk schistosomiasis yang sekarang dihentikan, menggunakan spuit kaca yang tidak disterilisasi dengan benar.[12]
Pada pertengahan 1970-an, Harvey J. Alter, Kepala Bagian Penyakit Menular di Departemen Kedokteran Transfusi di National Institutes of Health, dan tim penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar kasus hepatitis pasca-transfusi darah tidak disebabkan oleh virus hepatitis A maupun B. Meski terdapat temuan ini, usaha penelitian yang dilakukan pada tingkat internasional untuk mengidentifikasi virus gagal selama dekade berikutnya. Pada tahun 1987, Michael Houghton, Qui-Lim Choo, dan George Kuo di Chiron Corporation, berkolaborasi dengan Dr. D.W. Bradley dari Centers for Disease Control and Prevention, menggunakan pendekatan kloning molekuler baru untuk mengidentifikasi organisme asing dan mengembangkan suatu uji diagnostik.[48] Pada 1988, Alter mengonfirmasi virus tersebut dengan memverifikasi keberadaannya di sebuah panel spesimen hepatitis non A dan non B. Pada April 1989, penemuan HCV dipublikasikan dalam dua artikel di jurnal Science.[49][50] Penemuan tersebut membawa kemajuan berarti dalam hal diagnosis dan pengobatan antivirus yang lebih baik.[48] Pada tahun 2000, Drs. Alter dan Houghton diberi penghargaan yakni Lasker Award for Clinical Medical Research karena telah "merintis karya yang membawa ke penemuan virus yang menyebabkan hepatitis C dan pengembangan metode penapisan sehingga telah menurunkan risiko hepatitis terkait transfusi darah di AS dari 30% pada 1970 menjadi hingga hampir nol pada 2000."[51]
Chiron mendaftarkan beberapa paten virus dan diagnosisnya.[52] Aplikasi paten pesaingnya dari CDC dibatalkan pada 1990 setelah Chiron membayar $1,9 juta kepada CDC dan $337.500 kepada Bradley. Pada 1994, Bradley menuntut Chiron, berusaha membatalkan validasi paten, berhasil membuat dirinya diakui sebagai rekan penemu (ko-inventor), dan mendapatkan kerugian dan pendapatan dari royalti. Dia membatalkan tuntutannya pada 1998 setelah kalah sebelum sidang banding.[53]
The World Hepatitis Alliance mengadakan Hari Hepatitis Sedunia, yang diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 28 Juli.[54] Biaya pengobatan hepatitis C cukup bermakna baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Di Amerika Serikat rata-rata biaya kesehatan seumur hidup untuk penyakit ini diperkirakan 33.407 dolar AS pada tahun 2003,[55] dengan biaya transplantasi hati kira-kira 200.000 dolar AS pada 2011.[56] Di Kanada biaya satu kali pengobatan antivirus mencapai 30.000 dolar Kanada pada 2003,[57] sedangkan di Amerika Serikat biaya tersebut berkisar antara 9.200 dan 17.600 pada dollar AS 1998.[55] Di banyak wilayah di dunia banyak orang yang tidak mampu membayar obat antivirus karena mereka tidak memiliki asuransi atau asuransi kesehatan mereka tidak menanggung obat antivirus.[58]
Sejak 2011, sekitar seratus obat sedang dikembangkan untuk hepatitis C.[56] Obat-obatan ini termasuk vaksin untuk hepatitis, imunomodulator, dan penghambat cyclophilin.[59] Pengobatan baru yang menjanjikan ini telah terwujud karena pemahaman yang lebih baik mengenai virus hepatitis C.[60]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.