Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Fransiskus Xaverius Eko Armada Riyanto, C.M. atau sering hanya disebut Armada Riyanto (lahir 6 Juni 1965 ) adalah seorang imam dalam Gereja Katolik Roma. Ia juga menjadi seorang akademisi. Ia dikenal sebagai salah satu aktivis dalam dialog antaragama.
Fransiskus Xaverius Eko Armada Riyanto | |
---|---|
Lahir | 6 Juni 1965 Nganjuk, Jawa Timur |
Pekerjaan | Rohaniwan, akademisi |
Pendidikan SMA dijalaninya di Seminari St. Vincentius, Garum, Blitar. Sarjana filsafat diperolehnya dari STFT Widya Sasana Malang (1989), Licensiat (Master) dan gelar Doktor di bidang filsafat diperolehnya dari Universitas Gregoriana, Roma, Italia dengan disertasi tentang hak dan kewajiban dalam Thomas Hobbes Right and Obligation in Thomas Hobbes (1999).[1]
Armada mengajar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Widya Sasana, Malang. Ia juga mengajar di beberapa universitas di Malang dan Surabaya, seperti Universitas Airlangga, Unika Widya Mandala, dan Universitas Muhammadiyah. Bidang utama yang ia ajar mencakup bidang "phenomenological research methodology" untuk program doktoral. Ia juga pernah menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Pada tahun 2009 dia menjadi guru besar filsafat di SFT Widaya Sasana, Malang.[2] Pada tahun 2006 dia menjadi visiting lecturer untuk bidang filsafat politik di Holy Name of Mary Seminary, Honiara, Solomon Islands. Dan, setelah ber-semester Sabat di Depaul University, Chicago, IL, USA (2014), saat ini dia menjabat direktur Program Magister STF Widya Sasana, setelah menjadi Ketua selama dua periode (2004-2012).
Saat peristiwa Bom Bali pertama, dia menulis artikel berjudul "Genesis Terorisme" di harian Kompas, 22 Oktober 2002. Artikel itu menjadi salah satu pionir keprihatinan merebaknya gerakan terorisme di Indonesia. Gagasannya tentang terorisme banyak dia kaitkan dengan nihilisme.[3] Dan, ketika terjadi perdebatan seputar UU Antiterorisme Bali, tentang tidak berlakunya asas retroaktif (berlaku surutnya) UU tersebut untuk kasus bom Bali, ia menulis kritik tajam di Kompas, 30 Juli 2004 berjudul "Positivisme Hukum Mahkamah Konstitusi. Kritik atas Pembatalan UU Antiterorisme Bali". Tulisan kritis itu menjadi rujukan diskusi mengenai positivisme dan keadilan hukum di Indonesia.
Beberapa pemikiran filosofisnya yang terlihat dalam publikasinya banyak dipengaruhi oleh studi historis filsuf-filsuf klasik dan menampilkan ketertarikan pada para filsuf pencetus dan pengembang filsafat fenomenologi. Minat kontribusi Armada Riyanto terutama berkaitan dengan tema dialog. Bukunya, Dialog Interreligius: Historisitas, Tesis, Pergumulan, Wajah (500 hlm./Tahun 2010) barangkali terbilang pertama dalam hal keluasan dan kedalaman kontribusi eksploratifnya dalam khasanah teologis-filosofis Indonesia. Buku ini menjadi pegangan bagi penggiat dialog di komunitas-komunitas HAK (Hubungan Antar-Kepercayaan) dan sekitar itu. Disamping Dialog intereligius, dia memiliki minat menguraikan berfilsafat politik dari perspektif fenomenologis. Perspektif ini mengajukan konsep-konsep filosofis dari pengalaman keseharian masyarakat, pengalaman duka, kecemasan, penderitaan, ketidak-adilan yang dialami oleh manusia-manusia yang terpinggirkan. Berfilsafat politik dari bawah atau "dari sketsa-sketsa pengalaman sehari-hari masyarakat sederhana" yang tercecer ini, disebutnya sebagai "metodologi berfilsafat politik fenomenologis-sketsi" (phenomenological sketchy).[4] Tata hidup bersama (politik) mesti diatur dalam rangka mencegah pengalaman ketidak-adilan dan memromosikan kerjasama, dialog, dan persahabatan. Konsep-konsep tentang "aku", "liyan" (other), "societas dialogal", "societas persahabatan", "societas negosiatif", "societas perdamaian" merupakan beberapa kosakata filosofis yang kerap muncul dari tulisan-tulisannya.
Ketika manusia pertama (Adam) diciptakan oleh Allah, dalam refleksi filosofis Armada Riyanto, yang pertama-tama tercipta adalah "Aku"-nya Adam, yang memungkinkan manusia memiliki segala kesadaran pengetahuan. Dan, kesadaran akan "Liyan" (other), dalam pengalaman manusia itu, sesungguhnya merupakan kesadaran "Aku lain" dari dirinya. Dengan demikian yang ada dalam hidup manusia adalah relasi antara "Aku" dengan "Aku lain" yang memungkinkan komunikasi, dialog, persahabatan, cinta, dan penyatuan.[5] Dialog dan persahabatan ini mengatasi batas-batas pembeda secara nyata, seperti suku, agama, ras, latar budaya, ekonomi, sosial dan semacamnya. Dari kodratnya manusia adalah dia yang mengejar persahabatan dan penyatuan dengan "Aku lain" siapa saja. Dialog dan persahabatan itulah kesempurnaan kodratinya.
Untuk keperluan tema dialog interreligius, dia diminta oleh Kementerian Luar Negeri dan Kemenag untuk menjadi anggota delegasi Indonesia dalam beberapa pertemuan internasional, antara lain di Krakowia Polandia[6] dan Berlin Jerman (2011),[7] Santiago Chile dan Buenos Aires Argentina (2012),[8] di EEP Group Parlemen Eropa (2013),[9] dan Kroc Institute, Notre Dame University, USA (2014)[10] dan beberapa pertemuan dalam negeri.
Disamping mengajar dan meneliti serta melakukan pelayanan sebagai pembina seminari, Armada Riyanto juga mengajak dan bersama-sama filsuf-filsuf lain menggali khasanah Kearifan Lokal Indonesia. Upaya penggalian Kearifan Lokal ini dikerjakan dalam rangka revitalisasi Pancasila. Revitalisasi juga reaktualisasi Pancasila perlu diupayakan dalam perspektif kearifan lokal.[11]
Publikasi Armada Riyanto antara lain:
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.