Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Deklarasi Djuanda

Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Deklarasi Djuanda
Remove ads
Remove ads

Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.

Thumb
Konvensi Hukum Laut
  menyetujui
  menandatangani, tetapi belum menyetujui

Deklarasi Djuanda dibentuk dengan beberapa tujuan, seperti berikut:

  1. Untuk dapat membentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia secara utuh dan bulat
  2. Untuk dapat menentukan batas-batas wilayah Republik Indonesia yang sesuai dengan asas negara kepulauan
  3. Untuk memberikan kontrol terhadap lalu lintas damai pelayaran yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.[1]

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki beribu pulau di tengah luasnya lautan. Dengan luas lautan yang mencapai hingga 96.000 kilometer persegi, Indonesia mempunyai berbagai sumber daya di dalamnya. Namun, disamping dengan kenyataan Indonesia memiliki teritorial laut yang luas, terdapat perjuangan dan upaya yang dilakukan Indonesia untuk bisa mendapatkan pengakuan dan mempertegas posisi serta batas-batas wilayah secara internasional.[2]

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai, ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² yang ia klaim dengan pengecualian Irian Jaya yang waktu itu belum diakui secara internasional.

Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar (kecuali Irian Jaya), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut.[3]

Setelah melalui perjuangan yang panjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. UNCLOS 1982 memiliki makna penting bagi Indonesia karena momentum ini adalah sebagai bentuk pengakuan dunia terhadap kedaulatan wilayah laut Indonesia. Namun, perjuangan tidak berhenti sampai dengan mendapat pengakuan dunia internasional, kini Indonesia semakin memperkuat visi maritimnya dengan tujuan untuk dapat menjadi poros maritim dunia. Indonesia harus bisa memanfaatkan semaksimal dan sebaik mungkin kekayaan dan sumber daya alam yang dimiliki agar dapat memajukan bidang kelautan yang berfungsi untuk menjaga wilayah perairan dan kekayaan laut Indonesia.

Pada tahun 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara.[4] Penetapan hari ini dipertegas oleh Presiden Megawati dengan menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional, tetapi tidak termasuk hari libur nasional.

Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:

  1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
  2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
  3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.
Thumb
Deklarasi Djuanda.

Salah satu isi dalam Deklarasi Djuanda juga menyatakan,[5]

Bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Remove ads

Dampak Deklarasi Djuanda

Deklarasi Djuanda yang telah dibentuk memiliki makna dan peran yang penting bagi Indonesia, terutama untuk menegaskan kedaulatan Indonesia dan memperjelas posisi Indonesia.

Berikut merupakan beberapa hal positif yang diperoleh Indonesia dengan dibentuknya Deklarasi Djuanda.

  1. Indonesia mendapat pengakuan sebagai negara dengan satu kesatuan yang utuh dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek politik, pertahanan dan kemanan, serta sosial-budaya
  2. Indonesia memiliki kemampuan untuk mempersatukan seluruh wilayahnya dalam satu kesatuan yang utuh dan mempertegas posisinya sebagai negara kepulauan
  3. Deklarasi Djuanda dapat menjadi salah satu upaya Indonesia untuk menjaga perdamaian dunia dari konflik internasional yang mungkin dapat terjadi di masa depan
  4. Perluasan wilayah menjadi 2,5 kali lebih luas, jika sebelumnya wilayah Indonesia hanya sebesar 2.027.087 kilometer persegi, maka dengan dibentuknya Deklarasi Djuanda luas Indonesia mencapai hingga 5.193.250 kilometer persegi
  5. Meminimalisir terjadinya tindakan kejahatan karena keselamatan, keamanan rakyat, dan semua unsur kekayaan di dalamnya diatur secara resmi oleh pemerintah. [6]
Remove ads

Galeri

Lihat pula

Referensi

Loading content...

Pranala luar

Loading content...
Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads