Bahasa Osing
bahasa Javanik yang mayoritas dituturkan oleh orang Osing Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Bahasa Osing (Hanacaraka: ꦨꦴꦰꦴꦈꦱꦶꦁ; basa using; Pegon: باسه اوسيڠ), atau yang juga dikenal sebagai "bahasa dari Banyuwangi" adalah sebuah dialek dari bahasa Jawa modern yang dituturkan oleh suku Osing di Banyuwangi, Jawa Timur. Bahasa Osing juga merupakan salah satu dialek konservatif dari Bahasa Jawa yang masih menggunakan banyak kata-kata Kuno bersama dengan Dialek Tegal, Dialek Banyumasan dan Jawa Tengger, akan tetapi bahasa Osing menggunakan vokal O bukan A, sementara Tegal, Banyumasan dan Tengger tetap menggunakan vokal A, hal ini diduga karena pengaruh serangan dari Mataram Islam terhadap Kerajaan Blambangan pada abad ke 17[5] , walaupun menggunakan vokal O dialek Osing tetap mempertahankan pengucapan huruf (k) di akhir suku kata secara jelas dan tegas seperti Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal. Secara linguistik, bahasa ini termasuk dari Rumpun Bahasa Jawa yang termasuk Bahasa Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia.
![]() | Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|
Fonologi
Ringkasan
Perspektif
Bahasa Using mempunyai keunikan dalam sistem pelafalannya, antara lain:
- Adanya diftong [ai] untuk vokal [i]: semua leksikon berakhiran ⟨i⟩ pada Bahasa Osing selalu terlafal sebagai/ai/. Seperti misalnya geni /gəni/ (api) terbaca genai, bengi bəŋːi (malam) terbaca bengai, gedigi /gədigi/ (begini) terbaca gedigai.
- Adanya diftong [au] untuk vokal [u]: leksikon berakhiran ⟨u⟩ hampir selalu dilafalkan sebagai /a/. Seperti gedigu /gədigu/(begitu) terbaca gedigau, asu (anjing) terbaca asau, awu (itu) terbaca awau.
- Pelafalan konsonan [k] akhiran untuk konsonan [ʔ] selalu dibaca sebagai /k̚/ (k nirlepas, antara lain "apik" /apiʔ/ (bagus) terbaca /apik̚/, "manuk" /manuʔ/~manoʔ/ (burung) terbaca /manuk̚/~/manok̚/, dan seterusnya.
- Konsonan hentian glotis [ʔ] seperti secara ortografi dilambangkan dengan tanda petik tunggal seperti ⟨piro'⟩ (berapa), ⟨kiwo'⟩ (kiri) dan demikian seterusnya.
- Palatalisasi konsonan yang dilambangkan dengan imbuhan -y-. Dalam Bahasa Using, kerap muncul pada leksikon yang mengandung [ba], [ga], [da], [wa]. Contoh pada bahasa Using Seperti kata "barong" /baroŋ/ (barong) dilafalkan menjadi "byarong" /bʲaroŋ/, "uwak" (tante/om) dilafalkan "uwyak"/uwʲak̚/, "embah" /əmbah/ (kakek/nenek) dilafalkan "embyah" /əmbʲah/, "dhawuk" /ɖawuʔ/~/ɖawoʔ/ (dauk) dibaca "dhyawuk" /ɖʲawuk̚/~/ɖʲawok̚/. Adapun kata "Banyuwangi" /baɳːuwaŋːi/ pengucapannya gabungan antara diftong [ai] dan juga palatalisasi [j], sehingga pelafalannya ialah "Byanyuwangai" /bʲaɳːuwaŋːi/~/biaɳːuwaŋːi/.
Varian Bahasa Using
Bahasa Using mempunyai kesamaan dan memiliki kosakata Bahasa Jawa Pertengahan yang masih dilestarikan. Varian yang dianggap Kunoan terdapat utamanya diwilayah Giri, Glagah dan Licin, di mana Bahasa Using di sana masih dianggap murni.[butuh rujukan] Sedangkan Bahasa Using di Kabupaten Jember telah banyak terpengaruh oleh Bahasa Madura dan Bahasa Jawa baku, sehingga membuat Bahasa Using di Jember berbeda dan terkesan tercampur-campur/tidak murni jika dibandingkan dengan Bahasa Using di Banyuwangi yang lebih asli dan murni.[butuh rujukan]
Tata bahasa
Ringkasan
Perspektif
Di kalangan masyarakat Osing, dikenal dua gaya bahasa yang digunakan di situasi yang berbeda. Yakni Cara Osing dan Cara Besiki. Cara Osing adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Yang menjadi pembeda hanyalah intonasi serta pronomina yang disesuaikan dengan kedudukan lawan bicara, misalnya:
- Siro wis madhyang? = kau sudah makan?
- Riko wis madhyang? = kamu sudah makan?
- Ndiko wis madhyang? = anda sudah makan?
Tingkatan pronomina
- Hiro/Iro = digunakan/lawan bicara untuk yang lebih muda(umur)
- Siro = digunakan/lawan bicara untuk yang selevel (umur)
- Riko = digunakan/lawan bicara untuk yang di atas kita (umur)
- Ndiko = digunakan/lawan bicara untuk orang tua dan tokoh yang dihormati
Sedangkan Cara Besiki adalah bentuk yang dianggap sebagai bentuk wicara ideal awalnya hanya dipergunakan untuk kondisi-kondisi khusus/sakral seperti ritual / upacara adat, akan tetapi saat ini juga mulai digunakan kepada orang yang lebih tua yang lebih mirip Krama Inggil, selain itu juga digunakan untuk acara pertemuan menjelang perkawinan.
Imbuhan ⟨-y-⟩
Beberapa dari kata dalam bahasa Osing masih memiliki imbuhan ⟨-y-⟩ (Templat:Ipa blink yang terletak di tengah-tengah kata, misalnya seperti "ngumbyah", "kidyang" yang berbeda dengan pelafalan dalam bahasa Jawa baku, yakni /ŋum.bah/ dan /ki.daŋ/.[6]
Selain itu, inventoris kata dalam bahasa Osing yang berbeda dari bahasa Jawa baku yang lain adalah sebagai berikut:[6]
- osing/sing (Terjemahan: "Tidak"; Bahasa Jawa Baku: ora)
- paran (Terjemahan: "apa"; Bahasa Jawa Baku: : åpå)
- kadhung (Terjemahan: "Jikalau"; Bahasa Jawa Baku: :yèn,lèk,nèk)
Kosakata
Beberapa kosakata Bahasa Using merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Pertengahan, menurut penelitian oleh Prof. Dr. Suparman Heru Santosa: Bahasa Using diduga memisahkan diri dari Bahasa Jawa Pertengahan akhir (menuju peralihan ke Jawa Modern) sejak akhir abad ke-15, dengan demikian disaat Kerajaan Blambangan berdiri pun Dialek Using sudah berkembang dan digunakan di Banyuwangi. [butuh rujukan] Sehingga ada beberapa kata pada Bahasa Using yang berasal dari Bahasa Jawa Pertengahan maupun Modern, serta adanya pengaruh Bahasa Bali sedikit signifikan terlihat dalam bahasa ini, seperti kosakata sing (tidak) dan bojog (monyet).
Catatan kaki
Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.