Remove ads
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Umat Kristen Arab (bahasa Arab: ﺍﻟْﻤَﺴِﻴﺤِﻴُّﻮﻥ ﺍﻟْﻌَﺮَﺏ, translit. Almasihiyunul Arab) adalah orang Arab, warga negara-negara Arab, atau penutur bahasa Arab yang memeluk agama Kristen. Jumlah umat Kristen Arab yang bermukim di Timur Tengah diperkirakan berkisar di antara 10 sampai 15 juta jiwa.[1] Komunitas-komunitas umat Kristen Arab dapat dijumpai di seantero Dunia Arab, tetapi terkonsentrasi di Kawasan Timur Laut Tengah, yaitu di Syam dan Mesir, sementara komunitas-komunitas yang lebih kecil terdapat di seluruh Jazirah Arab dan Afrika Utara.
ﺍﻟْﻤَﺴِﻴﺤِﻴُّﻮﻥ ﺍﻟْﻌَﺮَﺏ | |
---|---|
Jumlah populasi | |
10–15 juta jiwa[1] | |
Daerah dengan populasi signifikan | |
Asia Barat | |
Suriah | 803.000 jiwa[2] |
Lebanon | 500.000–600.000 jiwa[3][4] belum termasuk 1 juta jiwa umat Kristen Maruniyah |
Yordania | 250.000 jiwa[5] |
Israel | 133.130 jiwa[6] |
Palestina | 50.000 jiwa[7] belum termasuk yang berdiam di daerah-daerah sengketa |
Irak | 50.000 jiwa[4] belum termasuk umat Kristen Asyuri[8] |
Turki | 18.000 jiwa[9] |
Bahrain | 1.000 jiwa[10] |
Yaman | 400 jiwa[11] |
Kuwait | 259–400 jiwa[12] |
Afrika Utara (termasuk orang Arab-Berber) | |
Aljazair | 45.000–380.000 jiwa[13] termasuk umat Kristen Berber |
Mesir | 10.000[14]–350.000 jiwa[4] belum termasuk 9–15 juta jiwa umat Kristen Kubti |
Maroko | 40.000[15]–150.000 jiwa[16] termasuk umat Kristen Berber |
Sudan | 100.000 jiwa[17] termasuk umat Kristen Arab Sudan |
Tunisia | 23.500 jiwa[18] termasuk umat Kristen Berber |
Libya | 1.500 jiwa[19] |
Bahasa | |
Bahasa Arab Bahasa liturgi: Yunani Koine, Latin, Suryani, Arab Klasik | |
Agama | |
Gereja Ortodoks Yunani Gereja Katolik
Kristen Protestan | |
Kelompok etnik terkait | |
|
Sejarah umat Kristen Arab bertumpang tindih dengan sejarah Kristen Timur dan sejarah Bahasa Arab. Komunitas-komunitas umat Kristen Arab terbentuk dari komunitas-komunitas umat Kristen yang kemudian hari mengadopsi bahasa Arab maupun dari komunitas-komunitas penutur bahasa Arab yang kemudian hari memeluk agama Kristen. Mayoritas penduduk di wilayah kewenangan tiga dari lima kebatrikan Pentarki (Aleksandria, Antiokhia, dan Yerusalem) menjadi penutur bahasa Arab seusai aksi-aksi penaklukan perdana kaum Muslim. Seiring bergulirnya waktu, banyak warga dari ketiga kebatrikan tersebut mengadopsi bahasa dan budaya Arab.[22] Di luar itu, ada beberapa kabilah dan kerajaan perdana bangsa Arab yang masuk Kristen, antara lain Kaum Anbat, Bani Lahm, Kaum Salih, Bani Tanukh, Kaum Ibad di Alhira, dan Bani Ghasan.
Orang Arab Kristen bukanlah satu-satunya kelompok umat Kristen di Timur Tengah, karena ada cukup banyak komunitas umat Kristen pribumi non-Arab, antara lain umat Kristen Asyur, umat Kristen Aram, umat Kristen Armenia, dan umat Kristen Kasdim. Meskipun kadang-kadang digolongkan sebagai "umat Kristen Arab", umat Kristen Maronit dan umat Kristen Koptik, yang merupakan kelompok-kelompok umat Kristen terbesar di Timur Tengah, kerap menganggap diri mereka bukan orang Arab. Sebagian umat Kristen Maronit membanggakan diri sebagai keturunan bangsa Fenisia kuno, sementara umat Kristen Koptik lebih bangga menjadi keturunan bangsa Mesir kuno daripada bangsa Arab.[23]
Orang Arab Kristen sudah lama menjadi bagian dari masyarakat pribumi Asia Barat sebelum Pasukan Arab Islam mulai melancarkan aksi-aksi penaklukan di kawasan Bulan Sabit Subur pada abad ke-7. Banyak suku Arab sudah memeluk agama Kristen sejak abad pertama tarikh Masehi, antara lain kabilah Anbat dan Bani Gasan.[25]
Kemungkinan besar kabilah Anbat adalah suku Arab pertama yang bermigrasi ke kawasan selatan negeri Syam menjelang akhir milenium pertama Pramasehi. Mula-mula kabilah Anbat menyembah berhala, tetapi kemudian memeluk agama Kristen pada zaman Kekaisaran Romawi Timur sekitar abad ke-4 Masehi.[26] Suku-suku Arab berikutnya yang berpindah ke kawasan selatan negeri Syam mendapati sisa-sisa kabilah Anbat sudah bertransformasi menjadi masyarakat tani. Lahan-lahan mereka dirampas dan dibagi-bagikan di antara kerajaan-kerajaan Bani Qahtan di kawasan utara Jazirah Arab yang menginduk kepada Kekaisaran Romawi Timur, yakni Kerajaan Bani Gasan, Kerajaan Bani Himyar, dan Kerajaan Bani Kindah.
Banyak warga Bani Taʾi, Bani Abdul Qais, dan Bani Taglib juga diketahui memeluk agama Kristen pada masa-masa pra-Islam. Kota Najran, pusat syiar Kristen di Jazirah Arab, terkenal sebagai lokasi penganiayaan umat Kristen oleh Zunuwas, Raja Yaman yang beragama Yahudi. Pemimpin umat Kristen Najran pada masa penganiayaan Zunuwas adalah Alharits, tokoh yang dihormati Gereja Katolik sebagai orang kudus dengan nama Santo Aretas. Beberapa sejarawan modern menduga bahwa Filipus orang Arab adalah Kaisar Romawi pertama yang memeluk agama Kristen.[27] Pada abad ke-4, ada sejumlah besar umat Kristen yang mendiami Jazirah Sinai, Mesopotamia, dan Jazirah Arab.
Kitab Suci Perjanjian Baru memuat keterangan tentang orang-orang Arab yang menerima agama Kristen pada awal sejarah Kekristenan. Diriwayatkan di dalam Kitab Kisah Para Rasul bahwa ketika Santo Petrus berkhotbah di Yerusalem, khalayak ramai bertanya-tanya, "bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita? ... baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah." (Kisah Para Rasul 2:8–11). Dengan demikian, umat Kristen Arab adalah salah satu komunitas Kristen tertua.
Keterangan tentang keberadaan umat Kristen di Jazirah Arab pertama kali mengemuka di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Rasul Paulus mengaku berangkat ke Arab sesudah memeluk agama Kristen (Galatia 1:15–17). Kemudian hari, Esebius menyebut-nyebut tentang seorang uskup bernama Berilus, pemimpin umat Kristen di Bostra (Busra Syam), tempat diselenggarakannya sebuah sinode sekitar tahun 240, dan dua kali konsili Arab. Setidaknya umat Kristen sudah hadir di tanah Arab sejak abad ke-3.[27]
Selain itu, syiar Kristen juga datang dari Etiopia, khususnya jelang kemunculan Islam. Menurut beberapa sumber, sejumlah warga Hijaz sudah memeluk agama Kristen, antara lain salah seorang sepupu Khadijah binti Khuwailid, istri Muhammad, dan sejumlah orang Kristen Etiopia juga pernah berdiam di Mekah.[28]
Sesudah banyak daerah di wilayah Kekaisaran Romawi Timur maupun Kekaisaran Persia Sasani jatuh ke tangan Pasukan Muslim Arab, sekian banyak umat Kristen pribumi di daerah-daerah tersebut terpaksa harus tunduk kepada pemerintah Islam. Sepanjang sejarah, ada banyak sempalan Kristen yang dibidatkan dan ditindas pemerintah Kekaisaran Romawi Timur, misalnya golongan Nonkalsedon. Ketika meluaskan wilayah kedaulatannya ke berbagai pelosok Asia, kawasan utara Afrika, dan kawasan selatan Eropa, para panglima Pasukan Muslim menuntut musuh-musuhnya untuk memeluk agama Islam, atau membayar jizya setiap tahun, jika tidak mau diperangi sampai mati. Pihak-pihak yang tidak mau berperang dan tidak bersedia memeluk agama Islam terpaksa harus bersedia menbayar jizya.[29][30] Sudah umum disepakati bahwa sejak agama Islam disebarluaskan pada abad ke-7, banyak orang Kristen memutuskan untuk tidak memeluk agama Islam. Banyak pakar dan cendekiawan semisal Edward Said yakin bahwa umat Kristen di Dunia Arab banyak berkontribusi bagi kemajuan peradaban Arab semenjak abad ke-7 sampai sekarang. Dari masa ke masa, muncul sejumlah penyair ulung dari kalangan umat Kristen Arab, dan banyak orang Kristen Arab (maupun non-Arab) yang berprofesi sebagai tabib, pujangga, pamong praja, dan ahli sastra.
Di bawah daulat Arab Muslim, umat Kristen dilindungi dan jauh lebih bebas mengamalkan keyakinannya ketimbang di bawah daulat Romawi Timur (Kristen Ortodoks Timur), tetapi sekaligus menjadi sasaran empuk aniaya. Selaku Ahlul Kitab (kaum berkitab suci, yakni hanya umat Kristen dan umat Yahudi), umat Kristen di bawah daulat Arab Muslim diberi hak-hak tertentu berdasarkan syariat Islam untuk mengamalkan ajaran agamanya, termasuk hak untuk menerapkan hukum Kristen dalam pembuatan putusan, penyelesaian perkara, maupun pemidanaan di mahkamah. Berbeda dari umat Muslim, yang wajib membayar zakat, umat Kristen wajib membayar jizya. Jizya tidak dipungut dari budak belian, perempuan, anak-anak, para rahib, kaum lansia, orang sakit,[31][32] para pertapa, dan fakir miskin.[33] Imbal balik pembayaran jizya adalah izin bagi kaum Ahlul Kitab untuk mengamalkan ajaran agamanya, hak swatantra terbatas, hak mendapatkan perlindungan negara terhadap agresi dari luar, pengecualian dari dinas militer, dan pengecualian dari kewajiban membayar zakat.[34][35][36]
An Nahdah, atau Renaisans Kebudayaan Arab, adalah gerakan kebangkitan budaya yang bermula pada penghujung abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, sesudah Muhammad Ali Pasya angkat kaki dari Syam pada tahun 1840.[37] Beirut, Kairo, Damaskus, dan Aleppo merupakan pusat-pusat gerakan An Nahdah yang bermuara pada pendirian sekolah-sekolah, universitas-universitas, teater, dan media cetak berbahasa Arab. An Nahdah juga menghasilkan pembaharuan di bidang sastra, bahasa, dan puisi. Gerakan politik aktif, yang dikenal dengan nama "asosiasi", muncul bersamaan dengan gagasan kebangsaan Arab dan tuntutan terhadap Imperium Utsmaniyah untuk melakukan reformasi. Kemunculan gagasan kemerdekaan bangsa Arab dan reformasi bermuara pada seruan untuk mendirikan negara-negara modern meniru gaya Eropa. Pada kurun waktu inilah karya-karya tulis berbahasa Arab untuk pertama kalinya dicetak dengan huruf Arab.
Banyak umat Kristen non-Arab binasa akibat aksi genosida berlatarbelakang agama yang dilakukan Kekaisaran Turki Utsmaniyah beserta sekutu-sekutunya dalam peristiwa genosida Asiria dan bencana kelaparan dahsyat di Gunung Lebanon pada saat Perang Dunia I. Aksi pembinasaan ini dilakukan bersamaan dengan aksi genosida Armenia dan genosida Yunani.
Sejumlah tokoh gerakan kebangsaan Arab yang paling berpengaruh adalah orang Arab Kristen, misalnya Qustantin Zuraik, cendekiawan asal Suriah. Beberapa orang Arab Kristen adalah penyunting surat-surat kabar terkemuka di Wilayah Mandat Palestina, antara lain surat kabar Falastin, yang disunting oleh Isa Al Isa dan Yusuf Al Isa, serta surat kabar Al Karmil, yang disunting oleh Najib Nasar. Khalil As Sakakini, tokoh masyarakat Yerusalem, adalah orang Arab Kristen Ortodoks, demikian pula Jurj Habib Antunius, penulis buku The Arab Awakening.
Dalam Perang Arab–Israel 1948, sejumlah komunitas Arab Kristen Ortodoks Yunani juga terkena dampaknya, antara lain komunitas Al Bassa, Ramlah, Lod, Safed, Kafr Bir'im, Iqrit, Tarbikha, Eilabun. Perang ini juga mengakibatkan pengungsian orang-orang Arab Kristen seramai kira-kira 20.000 jiwa dari Haifa, 20.000 jiwa dari Yerusalem Barat, 700 jiwa dari Akko, dan 10.000 jiwa dari Jaffa. Kendati demikian, tokoh-tokoh Arab Kristen terkemuka seperti Taufik Toubi, Emil Touma, dan Emil Habibi tidak ikut hijrah, dan kelak menjadi pimpinan-pimpinan partai komunis di Israel. Jurj Habasy, pendiri Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina adalah seorang Arab Kristen.
Jul Yusuf Jamal, perwira militer Suriah yang meledakkan dirinya sambil menubruk sebuah kapal Prancis, juga adalah seorang Arab Kristen.
Banyak orang Kristen Palestina yang turut berperan aktif dalam pembentukan dan tata kelola Otoritas Nasional Palestina sejak tahun 1994.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi selama Musim Dingin Arab benar-benar menyengsarakan komunitas Arab Kristen Suriah, sama seperti komunitas-komunitas Kristen lain di Suriah, baik selaku warga dari negara yang tengah diluluhlantakkan perang maupun selaku kaum minoritas yang menjadi bulan-bulanan laskar-laskar jihad. Banyak umat Kristen, termasuk orang-orang Kristen Arab, terpaksa mengungsi atau hijrah meninggalkan Suriah akibat Perang Saudara Suriah.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.