Lalu berkatalah Samuel kepada seluruh kaum Israel demikian: "Jika kamu berbalik kepada TUHAN dengan segenap hati, maka jauhkanlah para allah asing dan para Asytoret dari tengah-tengahmu dan tujukan hatimu kepada TUHAN dan beribadahlah hanya kepada-Nya; maka Ia akan melepaskan kamu dari tangan orang Filistin."[3]
Samuel menekankan prinsip alkitabiah bahwa apabila umat Allah berharap untuk menerima perlindungan dan pembebasan-Nya, mereka pertama-tama harus berbalik kepada-Nya dengan segenap hati dan membuang semua bentuk penyembahan berhala dan kompromi (bandingkan Roma 12:1–2). Semua orang yang dengan sungguh-sungguh ingin menyenangkan Allah dapat mengharapkan pemeliharaan, berkat, dan pembebasan Allah (bandingkan Keluaran 23:22; Ulangan 20:1–4; Yosua 1:5–9).[4]
Lalu kata orang Israel kepada Samuel: "Janganlah berhenti berseru bagi kami kepada TUHAN, Allah kita, supaya Ia menyelamatkan kami dari tangan orang Filistin itu."[5]
Sepanjang hidup orang beriman, kemenangan atas musuh-musuh rohani tergantung pada doa yang tak berkeputusan kepada Allah. Doa membawa Allah ke dalam setiap aspek kehidupan orang beriman: pekerjaan, rencana, keluarga, persoalan, dan keberhasilan (lihat Lukas 18:1; Lukas 18:7). Mengabaikan doa berarti membuka diri terhadap serangan Iblis dan kekalahan kita. Jawaban Samuel terhadap permohonan bangsa itu (1 Samuel 7:9) adalah mempersembahkan seekor anak domba sebagai korban bakaran, selaku tanda pembaharuan penyerahan kepada Tuhan, dan memanjatkan doa-doa demi bangsa itu.[4]
Sesudah itu Samuel mengambil seekor anak domba yang menyusu, lalu mempersembahkan seluruhnya kepada TUHAN sebagai korban bakaran.
Dan ketika Samuel berseru kepada TUHAN bagi orang Israel, maka TUHAN menjawab dia.[6]
Sedang Samuel mempersembahkan korban bakaran itu, majulah orang Filistin berperang melawan orang Israel.
Tetapi pada hari itu TUHAN mengguntur dengan bunyi yang hebat ke atas orang Filistin dan mengacaukan mereka, sehingga mereka terpukul kalah oleh orang Israel.[6]
Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: "Sampai di sini TUHAN menolong kita."[7]
Eben-Haezer (bahasa Ibrani:אבן העזר, Even Ha'Ezer, artinya batu pertolongan; bahasa Inggris:Eben-Ezer atau Ebenezer): berjarak kurang dari sehari perjalanan jauhnya dengan berjalan kaki dari kota Silo, dekat kota Afek, di sekitar wilayah Mizpa (daerah suku Benyamin), dekat jalan masuk sebelah barat pada jalur Bet-Horon. Namun, lokasinya belum dapat diidentifikasi secara pasti pada zaman modern, dengan berbagai pendapat termasuk di Beit Iksa, Dayr Aban atau Izbet Zartta (Isbeth Sartah).[8]
W.S. LaSor, D.A. Hubbard & F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1. Diterjemahkan oleh Werner Tan dkk. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 2008. ISBN 979-415-815-1, 9789794158159