![cover image](https://wikiwandv2-19431.kxcdn.com/_next/image?url=https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/ca/Sultan_Mustain_Billah_-_Makam_002.jpg/640px-Sultan_Mustain_Billah_-_Makam_002.jpg&w=640&q=50)
Mustain Billah dari Banjar
Sultan Kerajaan Banjar / From Wikipedia, the free encyclopedia
Pangeran Senapati bergelar Sultan Musta'ainu-Billah (Arab: سلطان المستعين بالله ) [13] [14] atau Soeltan Moesta'in Allah[3] atau Moestakim Billah[9] adalah Sultan Banjar IV yang memerintah antara 1595-1642. Ia menggantikan ayahnya Sultan Hidayatullah (Sultan Banjar III).[15] Nama Sultan Banjar ini mendapat inspirasi dari khalifah Abbasiyah bernama Al-Musta'in. Ia mencapai usia yang panjang. Dalam Hikayat Banjar, ia digambarkan pandai berenang dan menyelam serta memiliki fisik yang kuat.
Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Mustainbillah | |||||
---|---|---|---|---|---|
SULTAN BANJAR IV | |||||
![]() Seri Sultan Mustainbillah | |||||
SULTAN BANJAR IV | |||||
Berkuasa | 1595-1642 | ||||
Penobatan | 1595 | ||||
Pendahulu | Sultan Hidayatullah 01 1570-1595 | ||||
Penerus | Sultan 'Inayatullah 1642-1645 | ||||
PUTRA MAHKOTA | |||||
Berkuasa | 1570-1595 | ||||
Penobatan | 1570 | ||||
Informasi pribadi | |||||
Kelahiran | Raden Senapati | ||||
Pemakaman | |||||
Wangsa | Dinasti Banjarmasin | ||||
| |||||
Ayah | Sultan Hidayatullah dari Banjar | ||||
Ibu | Ratu Hidayatullah Puteri tuan Khatib Banun | ||||
Pasangan | 1. Putri Juluk gelar Ratu Agung binti Pangeran Demang bin Sultan Hidayatullah 01) 2. Nyai Siti Biang Lawai binti Patih Rumbih, adik Nanang Sarang, panglima perang Biaju | ||||
Anak | Pernikahan dengan Putri Juluk gelar Ratu Agung binti Pangeran Demang :
Pernikahan dengan selir orang Jawa :
| ||||
Agama | Islam Sunni |
Menurut laporan Belanda, pada masa tuanya ia menjadi tidak waras (pikun) sehingga menyerahkan putera-puteranya untuk menjalankan pemerintahan.[16]
Sultan Mustain Billah merupakan Raja Banjar yang berdarah Biaju dan pendiri Kota Martapura. Suku Dayak Ngaju menyebut masa pemerintahan Sultan ini dengan sebutan zaman Raja Helu Maruhum Usang.Nama lahirnya Raden Senapati atau disebut pula Gusti Kacil (Kushil). Ayahnya adalah Sultan Hidayatullah I. Sedangkan ibunya adalah seorang selir, yaitu puteri dari Tuan Khatib Banun - seorang menteri orang Biaju yang sudah memeluk Islam. Ayahnya banyak memiliki isteri maupun gundik sehingga saudara-saudaranya sangat banyak, menurut Kronik Tiongkok Buku 323 Sejarah Dinasti Ming menyebutkan anak Sultan Hidayatullah ada 31 orang, Raden Senapati sendiri merupakan anak sulung. Ayahandanya mula-mula menikahi permaisuri Putri Nur Alam puteri dari Pangeran di Laut yang melahirkan Raden Subamanggala (Raden Soeboe). Ayahandanya juga menikahi puteri dari Kiai di Podok yang melahirkan Raden Bagus bergelar Ratu Bagus (calon Putra Mahkota) dan Putri Hayu. Dari isteri yang lainnya, ayahandanya juga memiliki putera yang cukup penting peranannya yaitu Raden Rangga-Kasuma.
Raden Senapati menikahi sepupunya Putri Juluk puteri dari Pangeran Demang. Dalam upacara perkawinan tersebut namanya mendapat gelar Pangeran Senapati, sedangkan Putri Juluk mendapat gelar Ratu Agung. Pada saat upacara pernikahan tersebut pula, saudaranya lain ibu bernama Raden Bagus mendapat gelar Ratu Bagus sebagai Raja Muda, karena dukungan politik yang kuat dari putera-putera Kiai di Podok yang menjabat menteri kerajaan yaitu Kiai Wangsa dan Kiai Warga, kelak di kemudian hari ketika serangan Tuban ke Banjarmasin Ratu Bagus sebagai Raja Muda, sempat ditawan di Tuban (wilayah Mataram). Sedangkan Raden Subamanggala yang mendapat gelar Pangeran Mangkunagara, walaupun sebagai anak gahara dari permaisuri Putri Nur Alam, ia tidak mendapat dukungan politik untuk menjadi Sultan Banjar sebagai pengganti ayahnya Sultan Hidayatullah 01.
Sultan Mustain Billah merupakan keturunan ke-9 dari Lambung Mangkurat dan juga keturunan ke-9 dari pasangan Puteri Junjung Buih dan Maharaja Suryanata. Maharaja Suryanata (nama lahir Raden Putra) dijemput dari Majapahit sebagai jodoh Puteri Junjung Buih (saudara angkat Lambung Mangkurat).Adapun anak-anak Sultan Mustain Billah dari permaisuri Ratu Agung (= Putri Juluk binti Pangeran Demang) yaitu:
- Sultan Inayatullah/Ratu Agung/Pangeran Dipati Tuha (ke-1)/ouden koning (pangoran Ratoe/Ratu Lama)
- Panembahan di Darat/Pangeran di Darat/Pangeran Dipati Anom (ke-1)/ jongen koning (pangoran Anom)
- Pangeran Dipati Antasari/Pangeran Aria Antasari/radja Itam
- Ratu Bagawan/Ratu Kota Waringin/Pangeran Dipati Anta-Kasuma/radja Moeda
- Ratu Hayu/Putri Busu (diperisteri radja De Patty Paty Anom, zwager van den ouden koning)
Sedangkan anak bungsu dari selir orang Jawa yaitu:[6]
- Sultan Rakyatullah/Pangeran Ratu/Pangeran Dipati Mangkubumi/Pangeran Dipati Tapasena/Raden Halit/Ratu Lamak[17]
Gundik (candik), seorang Bali bernama Si Rasmi merupakan tinariman/triman dari Sultan Mataram ketika pengiriman persembahan ke Mataram berupa intan si Misim di bawah pimpinan Pangeran Tapesana dan Kiai Tumanggung Raksanagara (Kiai Tanu Raksa) pada bulan Oktober tahun 1641. Tinariman/triman adalah isteri yang diberikan raja kepada pihak lain karena raja sudah tidak menyukainya lagi.Isteri selir lainnya dari kalangan orang Biaju adalah Nyai Siti Diang Lawai puteri Patih Rumbih yang diperisteri ketika ekspedisi ke daerah Biaju (Kalimantan Tengah). Nyai Biang Lawai saudara tua dari Sorang yang diberi gelar Nanang Sarang, salah seorang panatau (panglima perang, tatau) suku Biaju/Dayak Ngaju yang telah membantu Marhum Panembahan menghabisi musuh-musuh politiknya,Menurut Hikayat Banjar Resensi II teks Cense diketahui bahwa ayah dari Pangeran Senapati/Gusti Kacil yaitu Sultan Hidayatullah I alias Panembahan Batu Hirang telah dibawa (ditawan) ke Jawa oleh Susuhunan Mataram yang menjadikannya tukang masak nasinya. Ketika putera sulung Hidayatullah, Gusti Kacil dewasa, baginda mendapat tahu tentang pengurungan ayahnya di pulau Jawa.
Bersama dengan empat orang anak lelaki yaitu Kiai Martasura, Kindumui, Kinduaji dan Kiludara, baginda berangkat ke pulau Jawa. Dengan memperlihatkan kelebihan meraka dalam ilmu sihir kepada pegawai-pegawai istana Jawa, anak-anak tersebut telah membujuk Susuhunan menyerahkan Sultan mereka. Mereka berangkat pulang bersama Hidayatullah I ke Candi Agung (!). Gusti Kacil kemudian naik tahta kerajaan dengan gelar Sultan Musta'in atau biasa baginda dipanggil Marhum.
Menurut Johannes Jacobus Ras dalam analisisnya dalam Hikayat Banjar, cerita di atas mengandung rahasia yang bernilai, walupun bersifat legenda. Dari cerita ini diketahui bahwa Hidayatullah I telah dibuang ke luar negeri dan kemudian berangkat pulang ke Banjarmasin atas usaha yang dilaksanakan oleh Pangeran Senapati.
Sultan Banjar 3 ♂ Sultan Hidayatullah 1 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
♂ Ratu Bagus Raden Bagus | Sultan Banjar 4 ♂ Sultan Musta'ain-nu-Billah Marhum Panembahan Gusti Kacil (Raden Senapati) | ♂ Pangeran Mangkunagara Raden Subamanggala (leluhur Mas Bantan] Sultan Sumbawa 3) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sultan Banjar 5 ♂ Sultan Inayatullah * Ratu Agung (Pangeran Dipati Tuha 01) | Mangkubumi Banjar ♂ Panembahan di Darat * Pangeran di Darat (Pangeran Dipati Anom 01) | ♂ Pangeran Dipati Antasari (Pangeran Aria Antasari) | Raja Kotawaringin 1 ♂Ratu Bagawan * Ratu Kota Waringin (Pangeran Dipati Anta-Kasuma) | ♀ Ratu Hayu Putri Busu (diperisteri Pangeran Martasari | Pemangku Sultan Banjar ♂ Sultan Ri'ayatullah * Sultan Ahmatullah *Pangeran Ratu * Raden Halit * Pangeran Mangkubumi * Pangeran Tapesana * Dipati Martapura | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Maklumat dari Hikayat Banjar Resensi I diketahui bahwa selepas kejatuhan Kesultanan Demak maka Sultan Banjarmasin tidak lagi mengantar upeti kepada raja-raja Jawa. Juga dari laporan perkawinan putera-putera Hidayatullah I terlihat bahwa Raden Bagus yang telah dilantik sebagai Putra Mahkota dengan gelar Ratu Bagus, tidaklah berhak menaiki tahta, sebab Ratu Bagus putera dari selir yaitu seorang perempuan biasa puteri dari Kiai Di Podok. Padahal terdapat seorang kakandanya lagi yang merupakan putera gahara dari permaisuri Putri Nur Alam yaitu Raden Subamanggala yang sepatutnya menggantikannya selepas kemangkatan Hidayatullah I. Dari Hikayat Banjar diketahui Ratu Bagus akhirnya pulang dari Jawa (Tuban) dimana baginda telah ditahan selepas orang-orang Banjar dikalahkan oleh Susuhunan Mataram. Kepulangannya tersebut pada masa kekuasaan Marhum Panembahan. Marhum Panembahan berencana melantik Ratu Bagus sebagai Raja Muda namun Ratu Bagus menolak.
Diduga kemungkinan yang terjadi di keraton Banjar pada masa Sultan Hidayatullah I adalah kelompok Raden Subamanggala dan kakeknya Pangeran di Laut tidak menyenangi pelantikan Raden Bagus sebagai Putra Mahkota. Mereka meminta bantuan Mataram dengan menawarkan perhambaan Kalimantan yang diperbaharui kepada Jawa. Dengan menggunakan kegagalan Hidayatullah I membayar upeti sebagai alasan, Susuhunan Mataram kemudian mengirim pasukan perang. Selepas kekalahan tentara kerajaan Banjar, Sultan dan Putra Mahkota ditawan ke Mataram sebagai tebusan, akan tetapi Raden Subamanggala sendiri tidak ditabalkan di atas tahta, karena jika tidak, tebusan-tebusan tidak lagi bernilai. Pada masa selanjutnya Pangeran Senapati sudah sampai masanya untuk membawa pulang Sultan tua dari pulau Jawa ke pulau Kalimantan tanpa peduli langsung tentang saudara tirinya sang Putra Mahkota. Setelah sampai di Banjarmasin, Pangeran Senapati menaiki tahta sebagai Sultan Mustain Billah dengan dilantik resmi oleh Sultan tua. Putera-putera Kiai di Podok sebagai pamanda dari Putra Mahkota Ratu Bagus menentang penabalan Pangeran Senapati sebagai Sultan, tetapi mereka dapat dikalahkan dengan bantuan pahlawan-pahlawan Biaju. Lama selepas itu episode pahit pembuangan Sultan Hidayatullah I ini dilupakan dengan membuang halaman-halaman yang janggal di dalam Hikayat Banjar Resensi I, sehingga terdapat bagian-bagian laporan yang terputus di tengah-tengah Hikayat Banjar tersebut.
Penghukuman terhadap Putera-putera Kiai di-Podok Menurut Hikayat Banjar Resensi I, bahwa Sultan Hidayatullah I telah berwasiat kepada saudaranya yang juga sebagai besannya Pangeran Demang dan mangkubumi Kiai Anggadipa agar menyuruh puteranya Raden Rangga-Kasuma membawa segenap pasukan orang-orang Biaju untuk membunuh putera-putera Kiai di-Podok yaitu Kiai Wangsa dan Kiai Warga serta kemenakan Kiai di-Podok yaitu Kiai Kanduruwan, Kiai Jagabaya dan Kiai Lurah Sanan. Tetapi perempuan dan kanak-kanak yang belum tahu memegang senjata jangan turut dibunuh. Kemudian diperintahkanlah oleh Raden Rangga-Kasuma kepada segenap pasukan orang Biaju tersebut untuk melakukan aksinya yang penuh sorak, berajak, bersumpit, beramuk sehingga terjadi huru hara dengan penuh suara tangisan, tetapi kanak-kanak dan wanita yang memakai laung (= ikat kepala) daun pucuk tidak dibunuh oleh orang-orang Biaju.
Sehingga tewaslah Kiai Wangsa, Kiai Warga, Kiai Kanduruwan, Kiai Jagabaya dan Kiai Lurah Sanan. Pasukan orang Biaju yang tewas ada seratusan, tetapi panatau-nya tidak ada yang mati. Segala hartanya dibagi-bagikan kepada pasukan Biaju tersebut. Sedangkan kepala Kiai Wangsa, Kiai Warga, Kiai Kanduruwan, Kiai Jagabaya, Kiai Lurah Sanan serta kepala anaknya masing-masing seorang-seorang maka diperoleh jumlahnya ada sepuluh buku dibagi-bagikan kepada panatau (= panglima perang/orang kaya) yang telah memimpin aksi tersebut. Maka sama sukalah para panatau tersebut. Isteri dan anak masih kecil diberikan kepada keluarganya masing-masing.
Semua yang tewas tersebut disuruh kuburkan kepada Kiai Wiradura, tuan Lurah Sanggang dan carik Kiai Durun. Maka orang-orang Biaju itu semua pulang, kecuali Si Sorang dengan pengikutnya sepuluh orang yang disuruh tetap tinggal di pusat dan disuruh masuk Islam. Si Sorang kemudian mendapat gelar bangsawan sebagai nanang yaitu Nanang Sarang setelah menikah dengan Gusti Nurasat- adik Sultan Banjar Raja Maruhum Panambahan.[18]