Loading AI tools
planet keenam dari matahari Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Saturnus adalah planet keenam dari Matahari dan merupakan planet terbesar kedua di Tata Surya setelah Jupiter. Saturnus juga merupakan sebuah raksasa gas yang memiliki perak rata-rata sekitar 9 kali radius rata-rata Bumi.[15][16] Massa jenis rata-rata Saturnus hanya 1/8 massa jenis rata-rata Bumi, tetapi dengan volume yang lebih besar dari Bumi, massa Saturnus tercatat 95 kali massa Bumi.[17][18][19] Saturnus dinamai menurut dewa kesejahteraan dan agribudaya dalam mitologi Yunani; simbol astronominya (♄) melambangkan sabit yang digunakan oleh dewa tersebut.
Penamaan | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Asal nama | Saturnus | ||||||||||||
Ciri-ciri orbit[1] | |||||||||||||
Epos J2000,0 | |||||||||||||
Aphelion | 1.514,50 juta km (10,832 sa) | ||||||||||||
Perihelion | 1.352,55 juta km (9,0412 sa) | ||||||||||||
1.433,53 juta km (9,5826 sa) | |||||||||||||
Eksentrisitas | 0,0565 | ||||||||||||
| |||||||||||||
378,09 hari[1] | |||||||||||||
Kecepatan orbit rata-rata | 968 km/s (601 mi/s)[1] | ||||||||||||
317,020°[3] | |||||||||||||
Inklinasi |
| ||||||||||||
113,665° | |||||||||||||
29 November 2032[5] | |||||||||||||
339,392°[3] | |||||||||||||
satelit yang diketahui | 82 dengan penamaan resmi; satelit minor yang tak terhitung jumlahnya[1] | ||||||||||||
Ciri-ciri fisik[1] | |||||||||||||
Jari-jari rata-rata | 58.232 km (36.184 mi)[lower-alpha 1] | ||||||||||||
Jari-jari khatulistiwa |
| ||||||||||||
Jari-jari kutub |
| ||||||||||||
Kepepatan | 0,09796 | ||||||||||||
Keliling |
| ||||||||||||
| |||||||||||||
Volume |
| ||||||||||||
Massa |
| ||||||||||||
Massa jenis rata-rata | 0.687 g/cm3 (24,8 lb/cu in)[lower-alpha 2] (lebih rendah dari massa jenis air) | ||||||||||||
| |||||||||||||
0,22[8] | |||||||||||||
355 km/s (221 mi/s)[lower-alpha 1] | |||||||||||||
10 j 32 m 36 d; 10,5433 jam[2] | |||||||||||||
Periode rotasi sideris | 10j 33m 38d + j 1m 52d− j 1m 19d [9][10] | ||||||||||||
Kecepatan rotasi khatulistiwa | 987 km/s (613 mi/s)[lower-alpha 1] | ||||||||||||
26,73° (ke orbit) | |||||||||||||
Asensio rekta kutub utara | 40,589°; 2j 42m 21d | ||||||||||||
Deklinasi kutub utara | 83,537° | ||||||||||||
Albedo | |||||||||||||
| |||||||||||||
−0,55[13] sampai +1,17[13] | |||||||||||||
14,5″ sampai 20,1″ (tidak termasuk cincin) | |||||||||||||
Atmosfer[1] | |||||||||||||
Tekanan permukaan | 140 kPa[14] | ||||||||||||
Tinggi skala | 595 km (370 mi) | ||||||||||||
Komposisi per volume |
| ||||||||||||
Interior Saturnus kemungkinan besar terdiri dari inti yang mengandung besi, nikel, dan batuan (senyawa silikon dan oksigen). Inti Saturnus dikelilingi oleh lapisan dalam yang terdiri dari hidrogen metalik, lapisan menengah yang terdiri dari hidrogen cair dan helium cair, dan lapisan luar yang mengandung gas. Saturnus memiliki rona kuning pucat karena kristal-kristal amonia yang memenuhi atmosfer bagian atasnya. Arus listrik yang terdapat di dalam lapisan hidrogen metaliknya diperkirakan merupakan penghasil medan magnet Saturnus, yang diketahui lebih lemah dari medan magnet Bumi, tetapi memiliki momen magnetik 580 kali lebih besar dari milik Bumi karena ukuran Saturnus yang lebih besar. Kekuatan medan magnet Saturnus hanya sekitar 1/20 dari kekuatan medan magnet Jupiter.[20] Meskipun penampilan atmosfer bagian luarnya tampak biasa, terdapat ketampakan berumur panjang yang memenuhi lapisan atmosfer ini. Kecepatan angin di Saturnus dapat mencapai 1.800 km/h (1.100 mph; 500 m/s), lebih tinggi dari kecepatan angin di Jupiter, tetapi tidak setinggi kecepatan angin di Neptunus.[21]
Saturnus terkenal dengan sistem cincinnya yang unik, yang sebagian besar terdiri dari partikel-partikel es dengan sedikit puing-puing batu dan debu. Setidaknya diketahui ada 82 satelit alami yang mengorbit Saturnus,[22] 53 di antaranya telah menerima nama resmi; jumlah ini tidak termasuk ratusan satelit alami minor pada sistem cincinnya. Titan, satelit alami terbesar Saturnus dan satelit alami terbesar kedua di Tata Surya, memiliki diameter yang lebih besar dari Merkurius, tetapi massa Titan lebih kecil dari massa Merkurius. Titan juga merupakan satu-satunya satelit alami di Tata Surya yang memiliki atmosfer tebal.[23]
Saturnus disebut raksasa gas karena hidrogen dan helium merupakan penyusun utama planet ini. Meskipun tidak memiliki permukaan yang padat, Saturnus diperkirakan memiliki inti yang padat.[24] Bentuk Saturnus menyerupai sferoid pepat, bola yang bentuknya tertekan pipih di sepanjang sumbu dari kutub ke kutub sehingga terdapat tonjolan di sekitar khatulistiwa. Bentuk seperti ini muncul akibat rotasi Saturnus, yang menyebabkan radius khatulistiwa 60.268 km hampir 10% lebih besar dari radius 54.364 km dari kutub ke kutub. Planet raksasa lainnya, Jupiter, Uranus, dan Neptunus juga memiliki bentuk semacam ini, tetapi tidak terlalu pepat seperti Saturnus. Perpaduan antara laju rotasi dengan tonjolan di sekitar bidang khatulistiwa Saturnus menyebabkan gravitasi permukaan 8,96 m/s2 di khatulistiwa 74% lebih tinggi dari gravitasi permukaan di kutub dan lebih rendah dari gravitasi permukaan Bumi. Akan tetapi, kecepatan lepas Saturnus hampir mencapai 36 km/s, jauh lebih tinggi daripada kecepatan lepas Bumi.[25]
Saturnus adalah satu-satunya planet di Tata Surya yang massa jenisnya lebih rendah dari massa jenis air (sekitar 30% lebih rendah).[26] Walaupun memiliki inti planet yang jauh lebih padat dari air, planet ini hanya memiliki massa jenis relatif 0,69 g/cm3 karena atmosfernya yang mengandung gas. Massa Jupiter 318 kali massa Bumi,[27] sedangkan massa Saturnus 95 kali massa Bumi.[1] Kedua planet ini mencakup 92% total massa seluruh planet di Tata Surya.[28]
Meskipun sebagian besar materi penyusunnya berupa hidrogen dan helium, massa Saturnus tidak berada dalam fase gas karena hidrogen akan menjadi larutan non-ideal ketika massa jenisnya berada di atas 0,01 g/cm3; hal seperti ini dapat tercapai pada radius yang terdiri atas 99,9% massa Saturnus. Karena temperatur, tekanan, dan kepadatan Saturnus akan terus menerus meningkat sampai kepada intinya, hidrogen akan berubah menjadi logam pada lapisan-lapisan yang lebih dalam.[28]
Saturnus memiliki struktur dalam yang serupa dengan Jupiter, yang tersusun atas inti berbatu kecil yang dikelilingi oleh hidrogen dan helium serta kandungan volatil dalam jumlah kecil.[29] Inti Saturnus memiliki komposisi yang serupa dengan komposisi inti Bumi, tetapi komposisi inti Saturnus memiliki massa jenis yang lebih besar. Pengujian potensial gravitasi Saturnus dengan menggunakan model fisik interiornya telah memungkinkan terciptanya pembatasan massa inti Saturnus. Pada tahun 2004, para ilmuwan memperkirakan bahwa massa inti Saturnus kira-kira 9-22 kali massa Bumi,[30][31] sesuai dengan diameternya yang memiliki besar sekitar 25.000 km.[32] Inti planet ini dikelilingi lapisan hidrogen metalik cair yang tebal, diikuti oleh lapisan cair molekul hidrogen jenuh helium yang secara bertahap berubah menjadi gas seiring dengan meningkatnya ketinggian. Lapisan terluarnya mempunyai ketebalan 1.000 km dan terdiri dari gas.[33][34][35]
Saturnus memiliki interior yang panas, suhunya bisa mencapai 11.700 °C pada inti planet, dan planet ini dapat memancarkan energi ke ruang angkasa 2,5 kali lebih banyak daripada energi yang didapatkannya dari Matahari. Energi termal Jupiter yang dihasilkan oleh mekanisme Kelvin–Helmholtz dari kompresi gravitasi yang lambat tidak cukup untuk menjelaskan produksi panas Saturnus karena massa Saturnus lebih kecil dari massa Jupiter. Diperkirakan bahwa terdapat mekanisme alternatif atau tambahan lainnya yang memungkinkan Saturnus menghasilkan panas melalui "hujan" tetesan helium yang terjadi jauh di dalam interior Saturnus. Ketika tetesan helium tersebut turun melalui hidrogen dengan massa jenis yang lebih rendah, proses ini akan melepaskan panas melalui gesekan sehingga lapisan luar planet akan kehabisan helium.[36][37] Hujan berlian diduga turun di Saturnus, seperti halnya di Jupiter,[38] dan raksasa es Uranus dan Neptunus.[39]
Atmosfer luar Saturnus mengandung 96,3% molekul hidrogen dan 3,25% helium,[40] tetapi kandungan helium Saturnus masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kandungan helium yang melimpah di Matahari.[29] Jumlah unsur-unsur yang lebih berat dari helium (metalisitas) tidak diketahui secara pasti, tetapi jumlahnya diduga setara dengan kelimpahan unsur-unsur primordial dari pembentukan Tata Surya. Total massa unsur-unsur tersebut diperkirakan 19-31 kali massa Bumi, dan sebagian besar massanya terkonsentrasi di daerah inti Saturnus.[41]
Jejak-jejak amonia, asetilena, etana, propana, fosfina, dan metana juga ditemukan di atmosfer Saturnus.[42][43][44] Awan atas Saturnus terdiri dari kristal amonia, sedangkan awan bawah tampaknya terdiri dari amonium hidrosulfida (NH4SH) atau air.[45] Radiasi ultraviolet dari Matahari menyebabkan terjadinya fotolisis metana di atmosfer atas, yang mengarah pada terjadinya serangkaian reaksi kimia hidrokarbon yang membentuk pusaran (eddy) dan difusi pada atmosfernya. Siklus fotokimia ini dipengaruhi oleh siklus musiman tahunan Saturnus.[44]
Atmosfer Saturnus menunjukkan keberadaan pola pita yang mirip dengan Jupiter, tetapi pita Saturnus jauh lebih redup dan jauh lebih luas di dekat bidang khatulistiwanya. Adapun istilah yang digunakan untuk menggambarkan pola pita ini sama seperti istilah yang digunakan di Jupiter. Wahana antariksa Voyager berhasil mengamati pola awan halus Saturnus yang belum pernah teramati sebelumnya ketika wahana tersebut terbang melewati Saturnus pada tahun 1980-an. Sejak saat itu kemajuan teleskop telah memungkinkan pengamatan dapat dilakukan secara rutin dari Bumi.[46]
Komposisi awan Saturnus bervariasi sesuai dengan kedalaman dan tekanannya. Pada lapisan awan atas, suhu berada pada kisaran 100-160 K dan tekanan berkisar antara 0,5 bar sampai 2 bar, dan awan terdiri dari kandungan es amonia. Awan es air mulai ditemukan pada lapisan yang memiliki tekanan berkisar antara 2,5 bar sampai 9,5 bar dan suhu pada kisaran 185-270 K. Pada lapisan berikutnya terdapat campuran amonium hidrosulfida yang berada pada kisaran tekanan 3-6 bar dengan kisaran suhu 190-235 K. Pada lapisan awan terbawah terdapat daerah tetesan air yang mengandung amonia yang terlarut dalam air, dengan tekanan berkisar antara 10-20 bar dan suhu antara 270-330 K.[47]
Atmosfer Saturnus terkadang dipenuhi oleh badai-badai berbentuk oval atau ketampakan lain yang umum terjadi di Jupiter. Pada tahun 1990, Teleskop Luar Angkasa Hubble sempat mengabadikan sebuah awan putih raksasa di dekat wilayah khatulistiwa yang tidak tampak ketika wahana Voyager mengunjungi planet ini. Pada tahun 1994, diamati pula badai lainnya yang berukuran lebih kecil. Badai seperti yang terjadi pada tahun 1990 dikenal dengan nama Bintik Putih Raksasa, fenomena jangka pendek unik yang hanya muncul sekali setiap satu tahun Saturnus (atau kira-kira setiap 30 tahun waktu Bumi) ketika terjadi titik balik matahari musim panas di belahan bagian utaranya.[48] Bintik Putih Raksasa ini sempat diamati sebelumnya pada tahun 1876, 1903, 1933, dan 1960; badai pada tahun 1933 merupakan badai yang paling terkenal. Jika siklus konstan ini terus berlanjut, badai raksasa lain diperkirakan akan muncul kembali pada sekitar tahun 2020.[49]
Saturnus menghasilkan angin terkencang kedua di antara semua planet di Tata Surya setelah Neptunus. Data yang dihimpun dari Voyager menunjukkan bahwa kecepatan puncak angin timur dapat mencapai 500 m/s (1.800 km/j).[50] Dalam citra-citra yang diabadikan oleh wahana antariksa Cassini selama tahun 2007, belahan utara Saturnus menunjukkan rona biru terang yang mirip dengan Uranus. Warna seperti ini kemungkinan disebabkan oleh hamburan Rayleigh.[51] Termografi menunjukkan bahwa kutub selatan Saturnus mempunyai pusaran kutub yang hangat dan fenomena seperti ini belum pernah ditemukan sebelumnya di Tata Surya. Walaupun suhu di Saturnus biasanya dapat mencapai −185 °C, suhu di pusaran kutubnya sering kali dapat mencapai —122 °C sehingga wilayah pusaran kutub ini diduga sebagai wilayah terhangat di Saturnus.[52]
Pola awan heksagonal permanen di sekitar atmosfer pusaran kutub utara (atau di sekitar 78°LU) pertama kali diabadikan oleh wahana Voyager.[53][54][55] Panjang setiap sisi heksagon kira-kira 13.800 km (8.600 mi), yang bahkan lebih panjang dari diameter Bumi.[56] Periode rotasi pola awan tersebut adalah 10j 39m 24d (sama dengan periode emisi radio Saturnus) dan diasumsikan sama dengan periode rotasi interior Saturnus.[57] Pola awan heksagonal ini tidak bergeser dari garis bujur seperti awan lainnya di atmosfer tampak.[58] Asal usul pola awan ini masih belum dapat dipastikan. Kebanyakan ilmuwan memperkirakan bahwa pola awan ini merupakan pola gelombang stasioner di atmosfer. Penelitian juga telah dilakukan dengan membuat replika bentuk poligon melalui rotasi diferensial cairan.[59][60]
Citra Hubble di wilayah kutub selatan Saturnus menunjukkan keberadaan arus jet, tetapi tidak ditemukan keberadaan pusaran kutub yang kuat atau gelombang stasioner heksagonal seperti di wilayah kutub utara.[61] Pada November 2006, NASA melaporkan bahwa wahana Cassini telah menemukan bahwa badai "mirip hurikan" yang terkunci di wilayah kutub selatan, menunjukkan keberadaan dinding mata yang jelas.[62][63] Penemuan ini mendapat perhatian karena tidak ada planet lain di Tata Surya selain Bumi yang memiliki dinding mata; contohnya, citra-citra dari wahana Galileo tidak menunjukkan keberadaan dinding mata di Bintik Merah Raksasa Jupiter.[64]
Badai di kutub selatan Saturnus diperkirakan telah berlangsung selama miliaran tahun.[65] Ukuran pusaran badai tersebut bahkan setara dengan ukuran Bumi dan kecepatan anginnya mencapai 550 km/j.[65]
Wahana Cassini juga menemukan serangkaian ketampakan awan di Saturnus yang dijuluki "String of Pearls" ("Untaian Mutiara") di garis lintang utara. Ketampakan ini sesungguhnya merupakan wilayah terbuka pada lapisan awan bagian dalam Saturnus.[66]
Saturnus memiliki medan magnet dipol yang sederhana dan simetris. Kekuatan medan magnetnya di wilayah khatulistiwa mencapai 0,2 gauss (20 µT), kira-kira 1/20 dari kekuatan medan magnet di sekitar Jupiter dan sedikit lemah dari medan magnet Bumi. Akibatnya, magnetosfer Saturnus jauh lebih kecil dari magnetosfer Jupiter;[68] ukuran magnetosfer Saturnus juga ditentukan oleh tekanan angin surya. Ketika Voyager 2 memasuki magnetosfer Saturnus, tekanan angin suryanya tinggi dan magnetosfernya hanya meluas sejauh 1,1 juta km (712.000 mi) atau 19 kali radius Saturnus.[69] Meskipun begitu, magnetosfernya terus meluas dalam beberapa jam dan tetap demikian selama sekitar tiga hari.[70] Besar kemungkinan bahwa serupa dengan Jupiter, medan magnet Saturnus dihasilkan oleh aliran dalam lapisan hidrogen metalik cair yang disebut dinamo hidrogen metalik.[68] Magnetosfer ini ternyata efisien untuk melindungi Saturnus dari partikel angin surya dari Matahari. Salah satu satelit alami Saturnus, Titan mengorbit planet ini di bagian luar magnetosfernya sehingga menyebabkan munculnya plasma dari partikel-partikel yang terionisasi di atmosfer bagian luar Titan.[20] Magnetosfer Saturnus juga menghasilkan aurora seperti magnetosfer Bumi.[71]
Saturnus mengorbit Matahari pada jarak rata-rata lebih dari 1,4 juta kilometer (9 sa). Dengan kecepatan orbit rata-rata 9,68 km/s,[1] Saturnus memerlukan waktu selama 10.759 hari Bumi (sekitar 29 ½ tahun)[72] untuk menyelesaikan satu kali revolusinya mengelilingi Matahari.[1] Akibatnya, Saturnus membentuk resonansi orbit 5:2 dengan Jupiter.[73] Orbit Saturnus berinklinasi 2,48° relatif terhadap bidang orbit Bumi.[1] Jarak Saturnus saat perihelion dan aphelion, masing-masing adalah 9,195 sa dan 9.957 sa.[1][74]
Astronom telah menggunakan tiga sistem yang berbeda untuk menentukan kala rotasi Saturnus, meskipun saat ini Sistem III telah banyak tergantikan oleh Sistem II.[75] Sistem I sendiri memiliki kala rotasi 10j 14m 00d (844.3°/hari) dan mencakup zona khatulistiwa, sabuk khatulistiwa selatan, dan sabuk khatulistiwa utara. Selain itu, wilayah kutubnya diperkirakan memiliki kala rotasi yang serupa dengan Sistem I. Seluruh garis lintang Saturnus, kecuali wilayah kutub utara dan kutub selatan termasuk ke dalam Sistem II dan kala rotasinya adalah 10j 38m 25.4d (810.76°/hari).[75] Sistem III merujuk kepada kala rotasi interior Saturnus. Berdasarkan emisi radio Saturnus yang dideteksi oleh Voyager 1 dan Voyager 2,[76] Sistem III memiliki kala rotasi 10j 39m 22.4d (810,8°/hari).[75]
Lama kala rotasi interior planet ini masih sulit untuk dipecahkan. Saat mendekati Saturnus pada tahun 2004, wahana Cassini menemukan bahwa kala rotasi radio Saturnus telah meningkat cukup pesat, menjadi kira-kira 10j 45m 45d ± j m 36d.[77][78] Perkiraan kala rotasi Saturnus (sebagai patokan kala rotasi Saturnus secara keseluruhan) berdasarkan kompilasi berbagai pengukuran dari wahana Cassini, Voyager, dan Pioneer adalah 10j 32m 35d.[79] Penelitian yang dilakukan terhadap Cincin C menghasilkan kala rotasi 10j 33m 38d + j 1m 52d− j 1m 19d .[9][10]
Pada Maret 2007, ditemukan bahwa variasi emisi radio dari planet ini tidak cocok dengan kala rotasi Saturnus. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh aktivitas geiser pada satelit alami Enceladus. Uap air yang dilepaskan ke orbit Saturnus oleh aktivitas geiser ini akan bermuatan dan menciptakan hambatan pada medan magnet Saturnus, yang memperlambat rotasinya sedikit relatif terhadap rotasi planet ini.[80][81][82]
Saturnus diketahui tidak memiliki satu pun asteroid troya yang mengitarinya. Terdapat planet minor yang mengitari Matahari di titik Lagrangian yang stabil, dinamai L4 and L5, terletak pada sudut 60° terhadap Saturnus di sepanjang orbitnya. Asteroid troya juga telah ditemukan mengitari planet Mars, Jupiter, Uranus, dan Neptunus. Mekanisme resonansi orbit, termasuk resonansi sekuler dipercayai merupakan penyebab Saturnus tidak memiliki asteroid troya.[83]
Saturnus diketahui memiliki 82 satelit alami,[22] 53 di antaranya diberikan penamaan resmi.[84][85] Selain itu, terdapat bukti keberadaan puluhan hingga ratusan satelit minor dengan diameter berkisar antara 40-500 meter di cincin-cincin Saturnus.[86] Titan, satelit alami terbesarnya, mencakup 90% dari total massa seluruh objek yang mengitari Saturnus, termasuk sistem cincinnya.[87] Satelit alami terbesar kedua Saturnus, Rhea, juga memiliki atmosfer dan sistem cincin yang tipis.[88][89][90][91]
Satelit-satelit lainnya sebagian besar memiliki ukuran yang kecil: 34 di antaranya mempunyai diameter kurang dari 10 km, sedangkan 14 satelit lainnya memiliki diameter yang berkisar antara 10 dan 50 km.[92] Hampir semua nama satelit Saturnus diambil dari nama dewa-dewa Titan dalam mitologi Yunani. Satelit terbesar Saturnus, Titan, juga merupakan satu-satunya satelit alami di Tata Surya yang memiliki atmosfer tebal.[93][94] Pada atmosfer Titan juga terdapat bahan kimia organik yang kompleks. Titan juga merupakan satu-satunya satelit alami yang diketahui memiliki danau hidrokarbon.[95][96]
Pada tanggal 6 Juni 2013, para ilmuwan dari IAA-CSIC melaporkan penemuan hidrokarbon aromatik polisiklik, bahan kimia yang diduga merupakan prekusor bagi kehidupan, pada atmosfer lapisan atas Titan.[97] Pada tanggal 23 Juni 2014, NASA mengklaim memiliki bukti kuat bahwa nitrogen pada atmosfer Titan berasal dari materi di awan Oort yang terkait dengan komet, dan bukan berasal dari materi yang membentuk Saturnus pada masa lampau.[98]
Satelit alami Saturnus, Enceladus juga memiliki komposisi kimiawi yang mirip dengan komet,[99] sehingga sering kali dianggap sebagai habitat potensial bagi kehidupan mikroba.[100][101][102][103] Kemungkinan ini dibuktikan dengan keberadaan partikel-partikel kaya garam dengan komposisi mirip lautan, sehingga mengindikasikan bahwa sebagian besar es yang dikeluarkan Enceladus berasal dari penguapan air garam cair.[104][105][106] Pada tahun 2015, saat Cassini terbang melewati bulu-bulu Enceladus, wahana ini menemukan bahwa bulu-bulu tersebut terdiri dari bahan-bahan yang bisa menopang bentuk kehidupan yang hidup dengan metanogenesis.[107]
Pada April 2014, ilmuwan NASA melaporkan kemungkinan pembentukan satelit alami baru pada Cincin A yang diabadikan oleh Cassini pada tanggal 15 April 2013.[108]
Saturnus dikenal karena memiliki sistem cincin planet yang membuatnya terlihat unik.[34] Sistem cincin ini membentang sepanjang 6.630 km hingga 120.700 km (4.120 hingga 75.000 mi) di atas khatulistiwa dengan rata-rata ketebalan kira-kira 20 meter (60 kaki). Cincin-cincin ini didominasi oleh kandungan es air dan sedikit senyawa tholin serta lapisan yang dihujani dengan sekitar 7% karbon tak berwujud.[109] Partikel-partikel yang membentuk cincin ini memiliki ukuran yang bervariasi dari sekecil debu hingga 10 m.[110] Meskipun raksasa gas lainnya juga memiliki sistem cincinnya sendiri, sistem cincin Saturnus merupakan yang paling besar dan paling mudah terlihat.
Terdapat dua hipotesis mengenai asal usul sistem cincin ini. Satu hipotesis menyatakan bahwa sistem cincin ini merupakan sisa-sisa satelit alami Saturnus yang hancur. Hipotesis kedua menyatakan bahwa sistem cincin ini merupakan sisa-sisa dari materi nebula yang membentuk Saturnus. Beberapa partikel es di cincin E berasal dari geiser Enceladus.[111][112][113][114] Kelimpahan air di sistem cincin ini tersebar secara radial, dengan cincin terluar A yang memiliki kandungan es air paling murni. Perbedaan penyebaran ini mungkin dapat disebabkan oleh serangan meteor.[115]
Jauh di luar cincin utama Saturnus dengan jarak 12 juta km dari planet terdapat cincin renggang Phoebe, yang miring pada sudut 27° terhadap cincin-cincin lainnya dan mengitari Saturnus dalam orbit retrograde (orbitnya berlawanan dengan arah rotasi planet induknya) seperti satelit Phoebe.[116]
Beberapa satelit alami Saturnus, termasuk Pandora dan Prometheus berperan sebagai satelit penggembala yang menahan sistem cincin Saturnus agar tidak menyebar keluar.[117] Gelombang kerapatan linier yang lemah di cincin Saturnus yang disebabkan oleh Pan dan Atlas dapat menghasilkan perhitungan yang lebih reliabel mengenai massa kedua satelit ini.[118]
Pengamatan dan penjelajahan Saturnus terbagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengamatan zaman kuno (misalnya dengan mata telanjang) sebelum penemuan teleskop modern. Tahap kedua dimulai pada abad ke-17 dengan pengamatan melalui teleskop dari Bumi, yang semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Tahap ketiga adalah kunjungan wahana antariksa, baik yang mengorbit Saturnus atau yang hanya terbang melintasi Saturnus saja. Pada abad ke-21, pengamatan menggunakan teleskop terus dilakukan dari Bumi (termasuk observatorium yang mengorbit Bumi seperti Teleskop Luar Angkasa Hubble) dan juga dari pengorbit Saturnus Cassini sebelum pensiun pada tahun 2017.
Saturnus telah dikenal sejak masa prasejarah,[119] dan merupakan karakter utama dalam berbagai mitologi. Astronom Babilonia mengamati dan mencatat pergerakan Saturnus secara teratur sejak dahulu kala.[120] Dalam bahasa Yunani kuno, planet ini dikenal sebagai Φαίνων Phainon,[121] dan pada masa Kekaisaran Romawi planet ini dikenal pula sebagai "bintang Saturnus".[122] Dalam mitologi Romawi kuno, planet Phainon dianggap suci oleh dewa agribudaya bernama Saturnus, yang namanya digunakan sebagai nama modern planet ini.[123] Bangsa Romawi menganggap bahwa dewa Saturnus setara dengan dewa Yunani bernama Kronos; dalam bahasa Yunani modern, nama planet ini tetap Kronos.[124]
Seorang ilmuwan Yunani bernama Ptolemy, mendasari perhitungannya mengenai orbit Saturnus pada pengamatan yang ia lakukan ketika Saturnus mencapai oposisi.[125] Dalam astrologi Hindu, terdapat sembilan objek astrologi yang dikenal sebagai Nawagraha. Saturnus dikenal sebagai "Sani" dan menilai setiap orang berdasarkan amal baik dan amal buruk yang mereka lakukan semasa hidup.[123][125] Dalam kebudayaan Jepang dan Tionghoa kuno, Saturnus disebut "bintang bumi" (土星). Hal ini didasarkan pada filosofi Lima Unsur yang secara tradisional digunakan untuk menggolongkan unsur-unsur alami.[126][127][128]
Dalam bahasa Ibrani kuno, Saturnus disebut Shabbathai.[129] Dalam bahasa Turki Utsmaniyah dan Melayu, nama planet ini adalah Zuhal, yang berasal dari bahasa Arab (bahasa Arab: زحل, translit. Zuhal).[130]
Sistem cincin Saturnus hanya dapat diamati paling tidak melalui teleskop dengan diameter 15 mm.[131] Oleh karena itu, keberadaan sistem cincin ini tidak diketahui sampai Christiaan Huygens melihat sistem cincin ini pada tahun 1659. Di sisi lain, ketika Galileo melakukan pengamatan melalui teleskopnya pada tahun 1610,[132][133] ia mengira bahwa sistem cincin ini adalah dua satelit yang terperangkap pada sisi Saturnus.[134][135] Gagasan ini kemudian dibantah ketika Huygens menggunakan perbesaran lensa teleskop yang lebih tinggi untuk mengamatinya dan pada saat itu sistem cincin Saturnus benar-benar terlihat untuk pertama kalinya. Huygens juga menemukan satelit alami Titan; Giovanni Domenico Cassini kemudian menemukan empat satelit alami lainnya: Iapetus, Rhea, Tethys dan Dione. Pada tahun 1675, Cassini menemukan celah yang saat ini dikenal dengan nama Divisi Cassini.[136]
Tidak ada penemuan penting lainnya sampai tahun 1789 ketika William Herschel berhasil menemukan dua satelit lainnya, Mimas dan Enceladus. Satelit berbentuk tidak beraturan, Hyperion yang memiliki resonansi dengan Titan, ditemukan oleh tim Inggris pada tahun 1848.[137]
Pada tahun 1899, William Henry Pickering menemukan Phoebe, sebuah satelit yang berbentuk sangat tidak beraturan yang tidak berotasi secara serempak dengan Saturnus seperti halnya satelit-satelit besar lainnya.[137] Phoebe adalah satelit pertama yang ditemukan dengan kondisi semacam ini dan satelit ini juga memerlukan waktu lebih dari satu tahun untuk mengorbit Saturnus dalam gerakan retrograde. Penelitian yang dilakukan terhadap Titan pada awal abad ke-20 telah berhasil mengungkapkan keberadaan sebuah atmosfer tebal pada Titan pada tahun 1944; ketampakan ini cukup unik di antara satelit lainnya di Tata Surya.[138]
Pioneer 11 terbang melewati Saturnus untuk pertama kalinya pada September 1979 pada jarak 20.000 km di atas awan Saturnus. Citra-citra yang diabadikan terdiri dari citra planet beserta citra beberapa satelitnya, meskipun resolusi yang dihasilkan sangat rendah untuk melihat permukaan Saturnus secara rinci. Wahana ini juga mempelajari sistem cincin Saturnus, dan mengungkapkan keberadaan cincin F Saturnus yang tipis dan fakta bahwa celah gelap pada sistem cincin tampak cerah jika dilihat pada sudut fase yang tinggi (ke arah Matahari), yang berarti bahwa celah tersebut mengandung materi hamburan cahaya yang halus. Selain itu, Pioneer 11 juga mengukur temperatur di Titan.[139]
Pada November 1980, Voyager 1 mengunjungi sistem Saturnus. Wahana ini mengirimkan citra Saturnus beserta sistem cincin dan satelitnya dalam resolusi tinggi. Ketampakan permukaan satelit-satelitnya dapat terlihat untuk pertama kalinya. Voyager 1 kemudian terbang melewati Titan dan meningkatkan pengetahuan manusia mengenai satelit ini. Selain itu, Voyager 1 juga membuktikan bahwa atmosfer Titan tidak dapat dilalui dalam panjang gelombang kasatmata, sehingga tidak ada detail mengenai permukaan Titan.[140]
Hampir setahun kemudian, pada Agustus 1981, Voyager 2 melanjutkan penelitian terhadap sistem Saturnus. Lebih banyak citra satelit-satelit Saturnus yang diambil dari jarak dekat, sekaligus ditemukan bukti perubahan pada atmosfer dan sistem cincinnya. Namun, saat terbang melewati Saturnus, kamera wahana antariksa ini tersangkut selama beberapa hari sehingga penggambilan gambar yang telah direncanakan sebelumnya hilang. Voyager 2 memanfaatkan gravitasi Saturnus untuk mengarahkan lintasannya menuju Uranus.[140]
Kedua wahana ini juga telah menemukan dan memastikan keberadaan satelit-satelit alami baru yang mengorbit di dekat atau di dalam sistem cincin Saturnus, sekaligus menemukan Celah Maxwell (celah di dalam cincin C)[141] dan Celah Keeler (celah seluas 42 km di cincin A).[142]
Prob antariksa Cassini-Huygens memasuki orbit Saturnus pada tanggal 1 Juli 2004. Pada Juni 2004, wahana ini terbang di dekat Phoebe dan mengirimkan data dan citra dengan resolusi tinggi ke Bumi. Saat Cassini terbang melewati satelit terbesar Saturnus, Titan, wahana ini menangkap citra radar danau besar dengan garis pantai yang terdiri dari banyak pulau dan gunung. Wahana ini terbang melewati Titan sebanyak dua kali sebelum meluncurkan wahana Huygens pada tanggal 25 Desember 2005. Huygens mendarat pada permukaan Titan pada tanggal 14 Januari 2006.[143]
Mulai awal tahun 2005, Cassini digunakan para ilmuwan untuk mendeteksi keberadaan petir di Saturnus. Kekuatan petir ini kira-kira 1.000 kali kekuatan petir di Bumi.[144]
Pada tahun 2006, NASA melaporkan bahwa Cassini telah menemukan bukti keberadaan sumber air tidak lebih dari puluhan meter di bawah permukaan geiser yang metelus di Enceladus. Semburan ini terdiri dari partikel-partikel es yang dipancarkan ke sekitar orbit Saturnus dari lubang-lubang di wilayah kutub selatan satelit ini.[146] Sejauh ini telah ditemukan lebih dari 100 geiser di Enceladus.[145] Pada Mei 2011, para ilmuwan NASA melaporkan bahwa Enceladus "muncul sebagai tempat paling layak huni di luar Bumi bagi kehidupan seperti yang kita ketahui".[147][148]
Cassini telah mengungkapkan cincin planet yang belum pernah ditemukan sebelumnya di luar cincin utama Saturnus yang terang, dan di dalam cincin G dan E. Cincin ini diduga berasal dari meteoroid yang jatuh pada satelit Janus dan Epimetheus.[149] Pada Juli 2006, citra-citra yang dikirimkan oleh Cassini menunjukkan danau hidrokarbon di dekat kutub utara Titan, yang keberadaannya dipastikan pada Januari 2007. Pada Maret 2007, lautan hidrokarbon ditemukan di dekat wilayah kutub utara Titan yang ukuran terbesarnya hampir seukuran Laut Kaspia.[150] Pada Oktober 2006, wahana ini mendeteksi badai mirip siklon berdiameter 8.000 km dengan dinding mata pada kutub selatan Saturnus.[151]
Terhitung dari tahun 2004 sampai tanggal 2 November 2009, wahana ini telah menemukan dan mengkonfirmasi delapan satelit baru.[152] Pada April 2013, Cassini mengirimkan citra hurikan yang ditemukan pada kutub utara Saturnus yang ukurannya 20 kali hurikan di Bumi, dengan kecepatan angin lebih dari 530 km/h (330 mph).[153] Pada 15 September 2017, wahana Cassini-Huygens menjalankan misi terakhirnya di Saturnus yang diberi nama "Grand Finale", dengan terbang melewati celah-celah antara Saturnus dan sistem cincin bagian dalamnya sebelum mengakhiri misinya dengan menabrakkan diri ke atmosfer Saturnus.[154][155]
Penjelajahan lebih lanjut ke Saturnus masih dianggap sebagai opsi yang menjanjikan bagi NASA sebagai bagian dari program New Frontiers mereka yang sedang berjalan. NASA sebelumnya berencana mengajukan misi ke Saturnus, termasuk Saturn Atmospheric Entry Probe, dan melakukan penyelidikan mengenai kemungkinan kelayakhunian dan penemuan tanda-tanda kehidupan pada satelit Saturnus, Titan dan Enceladus, melalui wahana antariksa Dragonfly.[156][157]
Saturnus adalah planet terjauh dari lima planet yang dapat dengan mudah dilihat menggunakan mata telanjang dari Bumi, empat planet lainnya adalah Merkurius, Venus, Mars, dan Jupiter.[lower-alpha 3] Saturnus tampak seperti titik cahaya terang berwarna kekuningan ketika diamati dengan mata telanjang. Saturnus memiliki magnitudo tampak rata-rata 0,46 dengan standar deviasi 0,34.[13] Magnitudo yang bervariasi ini biasanya disebabkan oleh inklinasi sistem cincin relatif terhadap Bumi dan Matahari. Saturnus akan mencapai magnitudo maksimum −0,55 ketika bidang sistem cincinnya mencapai inklinasi tertingginya, dan magnitudo minimum 1,17 ketika bidang sistem cincinnya mencapai inklinasi terendahnya.[13] Diperlukan waktu setidaknya 29,5 tahun bagi Saturnus untuk menyelesaikan seluruh rangkaian ekliptika dengan latar belakang rasi bintang zodiak. Kebanyakan orang akan memerlukan bantuan optik (seperti teropong yang sangat besar atau teleskop kecil) yang dapat memperbesar objek setidaknya 30 kali dari ukuran aslinya untuk mendapatkan citra sistem cincin Saturnus dengan resolusi yang jelas.[34][131] Ketika Bumi melintasi bidang cincin Saturnus, yang terjadi dua kali setiap satu tahun Saturnus (kira-kira setiap 15 tahun Bumi), cincin tersebut akan menghilang sekejap dari pandangan karena cincin tersebut sangat tipis. Fenomena seperti ini akan kembali terjadi pada tahun 2025, tetapi Saturnus terlalu dekat dengan Matahari untuk diamati.[158]
Saturnus beserta sistem cincinnya paling baik diamati ketika planet ini berada pada atau dekat dengan oposisi, kondisi ketika sebuah planet mencapai sudut elongasi 180°, sehingga planet akan terlihat pada sisi yang berlawanan dengan Matahari di langit. Oposisi Saturnus akan terjadi setiap tahun (kira-kira setiap 378 hari) dan pada waktu ini Saturnus akan terlihat sangat terang. Karena Bumi dan Saturnus mengorbit Matahari pada orbit yang eksentrik (berbentuk elips), jarak kedua planet ini dari Matahari bervariasi seiring waktu, begitu pula jarak kedua planet ini satu sama lain, sehingga kecerahan Saturnus juga bervariasi pada setiap oposisi. Saturnus juga terlihat lebih terang ketika sistem cincinnya miring sehingga sistem cincinnya akan lebih terlihat. Misalnya, selama oposisi pada tanggal 17 Desember 2002, Saturnus terlihat sangat terang karena orientasi sistem cincinnya relatif terhadap Bumi,[159] meskipun sebenarnya planet ini lebih dekat dengan Bumi dan Matahari pada akhir tahun 2003.[159]
Dari waktu ke waktu, Saturnus terokultasi oleh Bulan (yaitu ketika Bulan menutupi Saturnus di langit). Seperti halnya semua planet di Tata Surya, okultasi Saturnus terjadi pada setiap musim. Okultasi Saturnus akan terjadi setiap bulan selama sekitar 12 bulan, dan kemudian selama sekitar lima tahun, meskipun tidak ada aktivitas semacam ini yang tercatat. Orbit Bulan berkinklinasi beberapa derajat relatif terhadap orbit Saturnus, sehingga okultasi hanya akan terjadi ketika Saturnus berada di dekat salah satu titik di langit tempat dua bidang saling berpotongan (panjang tahun Saturnus dan periode presisi nodal orbit Bulan selama 18,6 tahun Bumi memengaruhi periode okultasi ini).[160]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.