Pengepungan Baghdad (1258)
From Wikipedia, the free encyclopedia
Pengepungan Baghdad, yang terjadi pada 1258, adalah sebuah invasi, pengepungan, dan penghancuran kota Baghdad, ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah ketika itu dan ibu kota Irak modern, oleh pasukan Ilkhanate Mongol bersama pasukan sekutu-sekutu mereka di bawah pimpinan Hulagu Khan. Tujuan utama ekspedisi Hulagu ke Timur Tengah adalah untuk mendirikan imperial kokoh (kini Toluid) yang mengedalikan daerah ini dan memperluas kekaisaran namun tidak secara langsung menggulingkan Abbasiyah yang sebelumnya telah tunduk kepada mereka.[6] Jika Khalifah Abbasiyah hanya menolak menyerah dan mengirimkan pasukan, Khagan menyuruh saudaranya, Hulagu, untuk menghancurkannya.
Pengepungan Baghdad (1258) | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Invasi Mongol | |||||||
Pasukan Hulagu mengepung tembok Baghdad. | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Kekhalifahan Abbasiyah | |||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Hulagu Khan Arghun David VII dari Georgia Baiju Buqa-Temur Sunitai Kitbuga Koke Ilge[1] |
KhalifahAl-Musta'sim (POW) Mujaheduddin Sulaiman Shah (POW) Qarasunqur. | ||||||
Kekuatan | |||||||
120.000[2]-150.000[3] total (40.000+ prajurit Mongol,[4] infantri Georgia, 12.000 kavaleri Armenia,[2] 1.000 juru bom Cina,[3] dan prajurit Turk, Persia dan Georgia) | 50.000 prajurit | ||||||
Korban | |||||||
Tidak diketahui tapi dipercaya minimal |
50.000 prajurit, 100.000+(sumber non-Arab) 2.000.000 penduduk sipil (sumber Arab)[5] |
Setelah invasi dan penghancuran ini, kota Baghdad berada dalam keadaan hancur total. Perkiraan jumlah penduduk yang dibantai selama invasi bervariasi menurut beberapa pendapat dari seratus ribu sampai satu juta orang. Kota itu dihancurkan dan dibakar. Bahkan perpustakaan-perpustakaan di Baghdad, termasuk Bait al-Hikmah, tidak luput dari serangan pasukan Ilkhanate, yang menghancurkan perpustakaan-perpustakaan dan membuang buku-bukunya yang berharga ke sungai Tigris[butuh rujukan] .
Akibat dari penghancuran ini, kota Baghdad menjadi reruntuhan dan penduduknya menjadi tersisa sedikit selama beberapa abad, dan peristiwa ini banyak disebut sebagai akhir Zaman Kejayaan Islam.[7]