Pembantaian di Huế
From Wikipedia, the free encyclopedia
Pembantaian Huế (bahasa Vietnam: Thảm sát tại Huế Tết Mậu Thân, atau Thảm sát Tết Mậu Thân ở Huế, diterjemahkan: "Pembantaian Serangan Tet di Huế") adalah nama yang diberikan terhadap eksekusi kilat dan pembunuhan massal yang dilakukan oleh Viêt Cong (VC) dan Tentara Rakyat Vietnam (TRV) saat penangkapan mereka, Pendudukan dan pemunduran kemudian dari kota Huế saat Serangan Tet, dianggap sebagai pertempuran paling terpanjang dan mematikan di Perang Vietnam.
Pembantaian Huế | |
---|---|
Lokasi | Huế, Provinsi Thua Thien-Hue di Vietnam Selatan |
Tanggal | 30 Januari - 28 Februari, 1968 |
Sasaran | Warga sipil dan tawanan perang |
Jenis serangan | Pembantaian |
Korban tewas | 2,800 – 6,000[1] |
Pelaku | Viet Cong dan Tentara Vietnam Utara |
Pertempuran Huế dimulai pada 31 Januari 1968 dan berakhir selama 26 hari. Selama bulan-bulan dan tahun-tahun berikutnya, puluhan kuburan massal di dalam dan di sekitar Huế. Korban meliputi perempuan, pria, anak, dan bayi.[2] Diperkirakan angka kematian adalah antara 2,800 dan 6,000 warga sipil dan tawanan perang,[3] atau 5-10% dari total jumlah penduduk di Huế.[4] Republik Vietnam merilis daftar 4,062 korban yang diidentifikasi sebagai salah satu dari keduanya dibunuh atau diculik.[5][6] Korban ditemukan terikat, disiksa, dan terkadang dikubur hidup-hidup. Banyak korban juga ditemukan dipukuli sampai mati.[7][8][9]
Sejumlah pihak AS dan Vietnam Selatan dan juga sejumlah jurnalis yang menginvestigasi kejadian mengambil penemuan, dengan bukti lainnya, sebagai bukti kekejaman berskala besar telah dilakukan di luar dan di sekitar Huế selama pendudukan empat minggu. Pembunuhan tersebut dirasakan sebagai bagian pembersihan skala besar dari seluruh lapisan sosial, terutama siapapun yang ramah terhadap Pasukan Amerika di wilayah. Pembantaian di Huế terjadi setelah laporan pers menduga bahwa "skuad balas dendam" Vietnam Selatan juka bekerja setelah akibat dari pertumpuran terseut, mencari dan mengeksuksi warganegara yang mendukung pendudukan komunis.[10][11] Pada tahun 2017, Ben Kiernan mengatakan pembantaian tersebut sebagai "Kemungkinan merupakan kekejam terbesar dalam perang tersebut."[12]