![cover image](https://wikiwandv2-19431.kxcdn.com/_next/image?url=https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c1/Nyangku.jpg/640px-Nyangku.jpg&w=640&q=50)
Nyangku
From Wikipedia, the free encyclopedia
Nyangku adalah upacara adat yang dilaksanakan di Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.[1] Upacara Nyangku adalah rangkaian prosesi adat penyucian benda-benda pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora, para raja, dan bupati Panjalu juga penerusnya yang tersimpan di Pasucian Bumi Alit. Bumi alit sendiri adalah museum tempat penyimpanan benda peninggalan yang terletak 200 meter ke arah selatan dari Situ Lengkong Panjalu.[2] Benda-benda pusaka yang dimandikan, antara lain, pedang zulfikar, keris pancaworo, bangreng, goong kecil, cis, keris komando, dan trisula. Upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan benda pusaka sebagai penghormatan terhadap leluhur Panjalu yang telah menyebarkan agama Islam.[3] Upacara Adat Nyangku dilaksanakan rutin setiap tahun oleh Yayasan Borosngora yang didukung seluruh sesepuh Panjalu, Pemerintah Desa Panjalu, para tokoh masyarakat, juru kunci makam keramat, keturunan Raja Panjalu dan pihak terkait lainnya. Persiapannya dilakukan secara gotong royong oleh seluruh masyarakat Panjalu.[4]
![Thumb image](http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/c/c1/Nyangku.jpg/640px-Nyangku.jpg)
Istilah Nyangku berasal dari kata yanko yang dalam bahasa Arab artinya membersihkan. Namun, pelafalannya berubah menjadi nyangku. Nyangku dalam bahasa Sunda dapat berupa akronim dari nyaangan laku atau menerangi perilaku.[5] Upacara adat ini diadakan masyarakat Panjalu pada hari senin atau kamis terakhir bulan Maulud atau Rabiul Awal. Selain untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tradisi ini dilaksanakan juga untuk mengenang jasa Prabu Sanghyang Borosngora dan Raja Panjalu yang sudah memeluk agama Islam dan menyebarkan ajarannya di Panjalu. Bagi masyarakat yang melestarikannya, tradisi ini juga sebagai waktu untuk berintrospeksi diri dari perbuatan yang tidak sesuai dengan norma agama dan norma adat. Sebelum nyangku, dilaksanakan upacara Samida atau hajat danau Lengkong. Tradisi ini biasa dilakukan setahun sekali, tepatnya seminggu sebelum ritual adat nyangku. Asalnya, samida ini merupakan kegiatan manakib atau pembacaan berjanji dalam kerangka memperingati maulid nabi. Setelah manakib pindah ke Pesantren Suryalaya, upacara adat yang biasa dilaksanakan di Lengkong namanya berganti menjadi samida. Inti acara samida pun sama memperingati apa yang telah terjadi di Lengkong Panjalu pada masa lalu.[6]