Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Biblia Vulgata, atau singkatnya Vulgata, adalah terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Latin yang dihasilkan pada abad ke-4.
Bagian dari seri |
Alkitab |
---|
Kanon Alkitab dan kitab-kitabnya |
Tanakh (Taurat · Nevi'im · Ketuvim) Kanon Alkitab Kristen · Alkitab Ibrani Perjanjian Lama (PL) · Perjanjian Baru (PB) Deuterokanonika · Antilegomena Bab dan ayat dalam Alkitab Apokrifa: (Yahudi · PL · PB) |
Perkembangan dan Penulisan |
Terjemahan dan Naskah |
Taurat Samaria Gulungan Laut Mati Teks Masorah Targum · Pesyita Septuaginta · Vulgata Alkitab Goth · Vetus Latina Alkitab Luther · Alkitab Inggris · Alkitab Indonesia |
Studi |
Kode Alkitab Novum Testamentum Graece Hipotesis dokumen Kategori PB Konsistensi internal Arkeologi · Artefak |
Tafsir |
Hermeneutika · Pesyer · Midras · Pardes · Penafsiran alegori Alkitab · Literalisme · Nubuat · Homoseksualitas |
Daftar dan Garis besar topik |
Artefak · Nama · Tokoh |
Orang yang paling berjasa bagi terwujudnya Vulgata adalah Hieronimus dari Stridon, sarjana yang menerima tugas dari Paus Damasus I pada tahun 382 untuk merevisi Injil-Injil Vetus Latina yang dipakai Gereja Roma kala itu. Kemudian hari, atas inisiatif sendiri, Hieronimus juga merevisi hampir semua kitab yang menjadi bagian dari Alkitab. Vulgata lambat laun diterima dan dipakai Gereja Barat, bahkan beberapa abad kemudian sudah menggeser pemakaian Alkitab Vetus Latina. Pada abad ke-13, terjemahan Alkitab ini akhirnya mendapatkan sebutan versio vulgata (versi lumrah) atau singkatnya vulgata,[1] yakni sebutan yang sebelumnya lekat dengan Alkitab Vetus Latina. Vulgata juga mengandung nas-nas Vetus Latina yang tidak diutak-atik Hieronimus.
Istilah vulgata sudah dipakai untuk menyebut Alkitab bahasa Latin sejak abad ke-16. Salah satu contoh pemakaian istilah vulgata dengan makna tersebut pada abad ke-16 adalah judul Alkitab bahasa Latin edisi tahun 1538 yang dihasilkan Erasmus, Biblia utriusque testamenti iuxta vulgatam translationem.[2]
Pada masa Hieronimus, kata Vulgata digunakan untuk menyebut Septuaginta (Alkitab berbahasa Yunani). Alkitab berbahasa Latin yang digunakan sebelum Vulgata biasanya disebut Vetus Latina, atau "Alkitab Latin kuno", atau kadang-kadang "Vulgata Latin kuno".
Naskah tersebut tidak diterjemahkan oleh satu orang atau lembaga saja, bahkan tidak disunting secara seragam. Masing-masing kitab berbeda-beda kualitas terjemahan dan gaya bahasanya. Kitab-kitab Perjanjian Lamanya diterjemahkan dari Septuaginta, bukan dari Bahasa Ibrani.
Versi Latin kuno masih digunakan di lingkungan tertentu bahkan sesudah Vulgata Hieronimus menjadi Alkitab standar yang berterima di seluruh Gereja Barat. Beberapa komunitas Gallia terus mempergunakan versi Latin kuno selama berabad-abad.
Hieronimus tidak terjun dalam pekerjaan ini dengan maksud untuk menciptakan sebuah versi baru dari keseluruhan Alkitab, tetapi hakikat perubahan dari program kerjanya dapat dilacak dalam korespondensinya yang panjang lebar itu (walaupun Hieronimus sendiri bukanlah seorang saksi mata yang dapat diandalkan). Dia telah ditugaskan oleh Paus Damasus pada tahun 382 untuk merevisi naskah Latin Kuno dari keempat Injil hasil terjemahan dari naskah-naskah Yunani terbaik; dan pada saat mangkatnya Paus Damasus pada tahun 384 dia telah sepenuhnya menunaikan tugas itu, bersama dengan sebuah revisi umum dari Septuaginta Yunani atas naskah Latin kuno untuk kitab Mazmur. Seberapa banyak keseluruhan Perjanjian Baru direvisi Hieronimus sulit untuk diketahui saat ini; dan jika demikian maka hanya sedikit dari karyanya yang masih ada dalam naskah Vulgata. Pada tahun 385 Hieronimus diusir dari Roma, lalu pergi menetap di Betlehem. Di sana dia menghasilkan sebuah versi baru dari kitab Mazmur, yang diterjemahkannya dari naskah Yunani Hexapla. Dia juga tampaknya telah menerjemahkan kitab-kitab Septuaginta lainnya ke dalam Bahasa latin; namun lagi-lagi, semuanya itu tidak ditemukan dalam naskah Vulgata. Tetapi sejak tahun 390 sampai 405 Hieronimus beralih menerjemahkan langsung dari Bahasa Ibrani - dan menerjemahkan ulang seluruh 39 kitab dalam Alkitab Ibrani; termasuk suatu versi lanjut, yakni yang ketiga, dari kitab Mazmur yang masih dapat ditemukan dalam sejumlah kecil naskah Vulgata.
Dalam prolognya, Hieronimus menganggap kitab-kitab yang termasuk dalam Septuaginta namun tidak ditemukan dalam Alkitab Ibrani, sebagai non-kanonik; kitab-kitab itu disebutnya apokripa.[3] Meskipun demikian, Septuaginta adalah, dan tetap merupakan, Alkitab Perjanjian Lama standar bagi umat Kristiani berbahasa Yunani; dan serta-merta hal yang sama terjadi dengan padanannya Latinnya yakni Alkitab Perjanjian Lama Vulgata. Dari naskah-naskah Perjanjian Lama di luar kanon Ibrani, Hieronimus membuat terjemahan baru untuk kitab Tobit dan Yudit dari Bahasa Aram; namun dari Bahasa Yunani, hanya tambahan-tambahan pada kitab Ester dari Septuaginta, dan tambahan-tambahan pada kitab Daniel dari Theodotion. Kitab-kitab lainnya; Barukh, Kebijaksanaan, Yesus Bin Sirakh, kitab-kitab Makabe, 3 dan 4 Ezra dan Doa Manasye masih dipertahankan terjemahan Latin Kunonya dalam naskah-naskah Vulgata. Gaya bahasanya masih dapat dibedakan dari gaya bahasa Hieronimus. Dalam naskah Vulgata, terjemahan Hieronimus dari Bahasa Yunani untuk tambahan-tambahan pada kitab Ester dan Daniel, digabungkan dengan terjemahan-terjemahan kitab Ester dan Daniel dari Bahasa Ibrani.
Mazmur Roma yang disebut Versio Romana atau Psalterium Romanum dari tahun 384 adalah revisi pertama Hieronimus atas kitab Mazmur. Mazmur Roma berasal dari kitab Mazmur Versio Vetus Latina, dan dikoreksi agar lebih sejalan dengan Septuaginta. Versio Romana ini kemudian tergantikan oleh terjemahan Hieronimus yang berikutnya kecuali di Inggris Anglo-Saxon, di mana versi tadi terus digunakan sampai era penaklukan bangsa Normandia (1066). Mazmur Roma masih digunakan saat ini di Basilika Santo Petrus, Vatikan, dan Katedral Santo Markus di Venesia. Versi ini mirip dengan versi yang digunakan dalam Ritus Ambrosiana.[4]
Meskipun beberapa naskah Vulgata awal memuat terjemahan kitab Mazmur oleh Hieronimus dari Bahasa Ibrani, versi Mazmur yang termuat dalam semua manuskrip dan edisi di kemudian hari adalah Versio Gallicana hasil terjemahan dari naskah Yunani Hexapla.
Pada abad ke-20 terbit dua Mazmur baru untuk digunakan bersama Vulgata yakni Versio Piana tahun 1945 dan Versio Nova Vulgata tahun 1969. Versi 1969 digunakan dalam Alkitab edisi Nova Vulgata.
Sejumlah manuskrip awal yang memuat Vulgata awal masih ada sampai sekarang. Codex Amiatinus, berpenanggalan abad ke-8 adalah manuskrip Alkitab Vulgata lengkap tertua yang masih ada. Codex Fuldensis, berpenanggalan sekitar tahun 545, berisikan sebahagian besar Perjanjian baru dalam versi Vulgata; tetapi ke-4 injil Vulgata dalam manuskrip tersebut diselaraskan menjadi sebuah narasi bersambung yang berasal dari Diatessaron.
Selama Abad Pertengahan, Vulgata tidak luput dari kesalahan penyalinan yang dilakukan para penyalin naskah dalam biara-biara di seluruh Eropa. Sejak permulaannya, bacaan-bacaan dari Vetus Latina diperkenalkan. Catatan-catatan pinggir secara keliru dimasukkan menjadi bagian dari naskah. Tak satu pun salinan yang sama dengan salinan lain karena si penyalin menambah, mengurangi, keliru mengeja, atau keliru memperbaiki ayat-ayat dalam Alkitab Latin.
Sekitar tahun 550, Cassiodorus (Flavius Magnus Aurelius Cassiodorus Senator, negarawan dan penulis Romawi) berupaya memulihkan kemurnian Vulgata menjadi seperti semula. Alcuin (Flaccus Albinus Alcuinus atau Ealhwine, pujangga Inggris) dari York menyelia upaya perbaikan Vulgata, yang dipersembahkannya kepada Charlemagne pada tahun 801. Upaya-upaya serupa dilakukan pula oleh Santo Theodulfus Uskup Orleans (787?- 821), Lanfranc Uskup Agung Canterbury (1070-1089), Stephen Harding Abbas (kepala biara) dari Cîteaux (1109-1134), dan Diakon Nicolaus Maniacoria (sekitar permulaan abad ke-13). Universitas Paris menghimpun daftar "correctoria" - bacaan-bacaan resmi yang perbedaan-perbedaan sudah diketahui. Sayang sekali, banyak dari bacaan-bacaan yang direkomendasikan tersebut kini diketahui merupakan interpolasi.
Meskipun hadirnya percetakan sangat memperkecil potensi kesalahn yang diperbuat manusia dan meningkatkan konsistensi dan keseragaman naskah, edisi-edisi cetak awal dari Vulgata hanya mereproduksi manuskrip-manuskrip yang tersedia bagi penerbit. Dari ratusan edisi awal, yang paling menonjol saat ini adalah edisi Mazarin yang diterbitkan oleh Johann Gutenberg pada tahun 1455, terkenal karena keindahan dan keantikannya. Pada tahun 1504 Vulgata pertama dengan variasi-variasi bacaan diterbitkan di Paris. Salah satu naskah dari naskah-naskah Complutensian Polyglot merupakan suatu edisi Vulgata yang disusun dari manuskrip-manuskrip kuno dan dikoreksi agar sesuai dengan naskah Yunaninya. Erasmus menerbitkan sebuah edisi yang dikoreksi agar lebih sesuai dengan Alkitab Bahasa Yunani dan Bahasa Ibrani pada tahun 1516. Edisi-edisi koreksi lainnya diterbitkan oleh Pagninus pada tahun 1518, kardinal Kayetanus, Steuchius pada tahun 1529, Clarius pda tahun 1542, dan lain-lain. Pada tahun 1528, Robertus Stephanus menerbitkan edisi kritis pertama yang menjadi dasar edisi-edisi Sistina dan Clementina di kemudian hari. Edisi kritis Yohanes Hentenius dari Louvain menyusul pada tahun.[5] Pada tahun 1550, Stephanus lari ke Jenewa tempat dia menerbitkan, pada tahun 1555, edisi kritis Vulgata terakhirnya, yang berupa Alkitab lengkap pertama yang terbagi-bagi dalam bab-bab dan ayat-ayat - dan yang menjadi naskah referensi Alkitab standar dalam Reformasi teologi pada akhir abad ke-16.
Judul "Vulgata" kini diberikan kepada tiga naskah yang berbeda, semuanya dipergunakan secara luas di internet. Pembaca dengan cepat dapat mengetahui naskah yang mana yang dibacanya dengan cara mencermati ejaan nama Hawa dalam 'Kejadian 3:20'.
Vulgata Clementina (Biblia Sacra Vulgatae Editionis Sixti Quinti Pontificis Maximi iussu recognita atque edita) merupakan edisi yang paling dikenal umat Katolik yang hidup pada masa sebelum adanya reformasi liturgis sesudah Konsili Vatikan II (salah satu konsekuensi dari reformasi tersebut adalah makin jarangnya Bahasa Latin dipergunakan dalam liturgi).
Sesudah Reformasi Protestan, tatkala Gereja Katolik berjuang menghadapi doktrin-doktrin Protestantisme, Vulgata diteguhkan kembali dalam Konsili Trente sebagai satu-satunya Alkitab berbahasa Latin yang diizinkan untuk digunakan.[6] Untuk memperkuat deklarasi itu, dewan Konsili menugaskan Sri Paus untuk membuat sebuah naskah standar dari Vulgata di luar dari edisi-edisi produksi masa renaissance dan manuskrip-manuskrip produksi Abad Pertengahan yang begitu banyak jumlahnya. Wujud nyata pertama dari naskah resmi ini baru muncul pada tahun 1590. Naskah ini disponsori oleh Paus Sixtus V (1585-1590) dan dikenal sebagai Vulgata Sistina. Naskah ini didasarkan atas edisi Robertus Stephanus yang dikoreksi agar sesuai dengan naskah Yunani, akan tetapi karena buru-buru dicetak maka nahkah ini mengalami banyak kesalahan cetak. Vulgata Sistina dengan segera digantikan oleh sebuah edisi baru setelah terpilihnya paus yang baru, Klemens VIII (1592-1605) yang segera memerintahkan agar dilakukan koreksi dan revisi. Versi baru itu lebih banyak didasarkan atas edisi Hentenius, dan dikenal sebagai Vulgata Sixto-Clementina, atau singkatnya Vulgata Clementina, meskipun nama 'Sixtus' yang tampak pada halaman judul. Klemens menerbitkan 3 cetakan edisi ini pada tahun 1592, 1593, dan 1598.
Vulgata Clementina berbeda dari manuskrip-manuskrip yang menjadi dasarnya karena di dalamnya berbagai kata pengantar dari St. Heronimus dikelompokkan menjadi satu di bagian permulaan, dan menempatkan Kitab 3 dan 4 Ezra serta Doa Manasye ke dalam sebuah lampiran.
Kitab Mazmur Vulgata Clementina, seperti halnya dalam hampir semua edisi di kemudian hari, adalah Gallicanum.
Vulgata Clementina 1592 menjadi Alkitab standar Gereja Katolik Ritus Roma sampai tahun 1979, tahun diperkenalkannya Nova Vulgata.
Setelah cetakan Vulgata 1598 dari Paus Klemens, Tahta Suci tidak lagi mengeluarkan cetakan resmi lain, tugas tersebut ditinggalkan bagi pencetak-pencetak lain. Meskipun percetakan-percetakan Vulgata Clementina lainnya dengan setia mereproduksi kata-kata dari edisi resmi, mereka sering bebas dalam hal ejaan, tanda baca, penggunaan huruf Kapital, dan batas paragraf. Pada tahun 1906, P. Michael Hetzenauer memproduksi suatu edisi yang kembali ke versi asli Vulgata Clementina dengan memperhatikan variasi-variasi tiga edisi yang diterbitkan Paus Klemens serta correctoria resmi yang dikeluarkan Vatikan.
Pada tahun 1986, Biblioteca de Autores Cristianos menerbitkan cetak ulang Vulgata Clementina (ISBN 84-7914-021-6), mengeluarkan Kitab-Kitab Apokripa, tetapi memuat berbagai dokumen magisterium dan Mazmur Latin Versio Piana selain Mazmur Latin Versio Gallicana.
Sesudah penerbitan Vulgata Clementina, diterbitkan beberapa edisi kritis. Pada tahun 1734, Vallarsi menerbitkan sebuah edisi Vulgata yang sudah dikoreksi. Sebahagian besar dari edisi-edisi di kemudian hari terbatas pada Perjanjian Baru saja, teristimewa edisi Fleck[7] tahun 1840, Edisi Tischendorf tahun 1864, dan Edisi Oxford oleh Uskup J. Wordsworth dan H.J. White pada tahun 1889.
Pada tahun 1907, Paus Pius X menugaskan para rahib Biara Benediktin St. Hieronimus di Roma untuk menyusun sebuah edisi kritis dari Vulgata Hieronimus sebagai dasar bagi revisi atas edisi Clementina.[8][9] Hanya Perjanjian Lama yang dapat diselesaikan, namun edisi kritis tersebut menjadi pelengkap bagi edisi Wordsworth dan White. Edisi buah karya para rahib benediktin ini mendorong terciptanya Nova Vulgata. Edisi tersebut digunakan sebagai dasar bagi banyak bagian Perjanjian Lama Vulgata Stuttgart.[10]
Vulgata edisi Stuttgart pertama kali diterbitkan pada tahun 1969 (edisi ke-4, tahun 1994) oleh Lembaga Alkitab Jerman (Deutsche Bibelgesellschaft), yang bertempat di Stuttgart. Edisi ini, yang secara alternatif dijuduli Biblia Sacra Vulgata atau Biblia Sacra iuxta vulgatam versionem (ISBN 3-438-05303-9), merupakan suatu "edisi manual" karena edisi ini meringkas banyak informasi dalam edisi-edisi kritis yang berbab-bab tebalnya menjadi satu bab yang padat. Edisi ini merusaha merekonstruksi naskah Vulgata awal yang lebih dekat dengan naskah yang dihasilkan Hieronimus 1.600 tahun yang lalu. Edisi ini didasarkan atas edisi-edisi kritis Vulgata yang telah terbit sebelumnya, edisi Benediktin dan Perjanjian Baru Latin karya Wordsworth dan White, yang menyediakan beragam bacaan dari berbagai manuskrip dan edisi-edisi cetak Vulgata serta perbandingan penggunaan kata yang berbeda dalam catatan-catatan kakinya. Vulgata Stuttgart mencoba, melalui perbandingan kritis manuskrip-manuskrip Vulgata historis yang penting, untuk menciptakan kembali sebuah naskah awal yang bersih dari kesalahan-kesalahan penyalinan naskah selama satu milenium. Salah satu sumber kritis penting bagi Vulgata Stuttgart adalah Codex Amiatinus, satu-gulungan utuh manuskrip abad ke-8 yang sangat dihargai, berisi keseluruhan Alkitab Latin yang dibuat di Inggris, dan dianggap sebagai bukti terbaik Abad Pertengahan dari naskah asli karya Hieronimus.
Bagi mereka yang mempelajari Vulgata, edisi Stuttgart cukup penting karena memuat semua prolog Hieronimus untuk Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kitab-kitab utama dan bagian-bagian Alkitab (Pentateukh, Injil-Injil, Nabi-Nabi Minor, dst.). Dalam hal ini Vulgata Stuttgart meneladani gaya edisi-edisi Vulgata Abad Pertengahan yang tidak pernah terbit tanpa prolog-prolog Hieronimus. Dalam ejaannya, Edisi Stuttgart juga mempertahankan ortografi Latin abad pertengahan melebihi Edisi Clementina, kadang-kadang menggunakan oe bukannya ae, dan berisi lebih banyak nomina berawalan huruf H yang tepat (misalnya, Helimelech bukannya Elimelech), akan tetapi ejaan tersebut tidak konsisten digunakan secara menyeluruh, seperti dalam manuskrip-manuskrip tersebut. Vulgata Stuttgart juga mengikuti manuskrip-manuskrip abad pertengahan dalam hal menggunakan cara penggal kalimat, bukannya sistem tanda baca modern, untuk menunjukkan struktur tiap ayat. Karena hal-hal inilah maka mula-mula Vulgata Stuttgart terasa asing bagi para pembaca yang sudah terbiasa dengan Vulgata Clementina.
Edisi ini memuat dua versi Mazmur, yakni Versio Gallicana dan Versio juxta Hebraicum, yang dicetak bersebelahan halamannya agar mudah membandingkannya satu sama lain. Edisi ini juga memuat beberapa kitab Apokripa, selain bab 3 dan 4 dari kitab Ezra, dan kitab Doa Manasye, ada pula Mazmur 151, dan Surat kepada Jemaat di Laodikia.
Selain itu, kata-kata pengantarnya yang modern merupakan sumber informasi yang berharga mengenai sejarah Vulgata.
Salah satu alasan mengapa edisi Stuttgart memiliki arti penting adalah kenyataan bahwa edisi tersebut merupakan edisi yang paling banyak dipergunakan di Internet. Versi Elektronik tersebut biasanya terpenggal-penggal, tidak terformat secara keseluruhan, tanpa catatan-catatan, kata pengantar dan alat-bantu (apparatus), tanpa Kitab Mazmur Gallia, Apokripa, dan Deuterokanonika, dan bahkan kerap hanya memuat tiga bab pertama Kitab Daniel (berakhir pada bagian di mana naskah deuterokanika Nyanyian Tiga Anak Suci berawal)
Nova Vulgata (Bibliorum Sacrorum nova vulgata editio, ISBN 88-209-2163-4) adalah edisi Latin yang diterbitkan oleh Gereja Katolik Roma dan disetujui untuk dipergunakan dalam liturgi. Pada tahun 1965, menjelang penutupan Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI membentuk sebuah komisi untuk merevisi Vulgata yang ada saat itu agar sesuai dengan studi linguistik dan tekstual modern dengan tetap melestarikan atau memulihkan kembali kemurnian gaya Latin Kristianinya. Komisi tersebut menerbitkan karyanya dalam delapan bagian bersama catatan-catatan penjelasan masing-masing, yang mengundang kritikan dari para sarjana Katolik tiap kali masing-masing bagian diterbitkan. Mazmur Latin diterbitkan pada tahun 1969 dan keseluruhan Nova Vulgata pada tahun 1979.[11]
Naskah dasar dari kebanyakan bagian Nova Vulgata adalah edisi kritis karya para rahib Benediktin dari biara St. Hieronimus atas perintah Paus Pius X. Naskah dasar kitab Tobit dan kitab Yudit adalah manuskrip-manuskrip Vetus Latina, bukannya Vulgata. Semua naskah dasar tersebut direvisi agar sesuai dengan edisi-edisi kristis modern dalam bahasa Yunani, Ibrani, dan Aram. Terdapat pula sejumlah perubahan pada bagian-bagian di mana para sarjana modern merasa bahwa Hieronimus telah gagal dalam menyerap makna dari bahasa-bahasa aslinya.
Nova Vulgata tidak memuat kitab-kitab apokripa yang termuat dalam Edisi Clementina serta edisi-edisi lain, misalnya Kitab Doa Manasye serta bab 3 dan 4 dari Kitab Ezra.
Pada tahun 1979, setelah melalui persiapan beberapa dasawarsa lamanya, Nova Vulgata diterbitkan dan dinyatakan sebagai Alkitab versi Latin resmi dari Gereja Katolik dalam Konstitusi Apostolik Scripturarum Thesaurus[12] dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II.
Nova Vulgata tidaklah disambut hangat oleh umat Katolik konservatif, yang umumnya memandangnya sebagai salah satu dari beberapa versi terjemahan baru dari Kitab Perjanjian Lama, ketimbang sebagai suatu revisi atas karya Hieronimus. Lagi pula, beberapa bacaan di dalamnya kurang akrab di telinga mereka yang sudah terbiasa dengan Vulgata Clementina.
Pada tahun 2001, Vatikan mengeluarkan instruksi Liturgiam Authenticam,[13] yang menetapkan Nova Vulgata sumber utama bagi semua terjemahan liturgi dari bahasa aslinya ke dalam bahasa setempat, "dengan maksud mempertahankan tradisi penafsiran yang sesuai dengan Liturgi Latin".
Pada tahun 1984 dan 1992, Kurt dan Barbara Aland menerbitkan Novum Testamentum Latine (ISBN 1-59856-175-8). Naskahnya merupakan cetak ulang dari Perjanjian Baru Nova Vulgata yang diberi apparatus kritis yang menyajikan variasi-variasi bacaan dari edisi-edisi sebelumnya. Edisi-edisi yang tersaji dalam apparatus adalah Alkitab Gutenberg, naskah Latin dari Complutensian Polyglot, edisi Wittenberg yang disukai Luther, edisi Robertus Stephanus, edisi Christophorus Plantinus, edisi Paus Sixtus V, edisi Paus Clemens VIII, edisi Wordsworth dan White, serta edisi Stuttgart.
Kitab-kitab Perjanjian Baru, Mazmur, sebagian besar kitab deuterokanonika, dan apokripa dalam Perjanjian Lama dari Vulgata merupakan hasil terjemahan dari naskah Yunani.[10]
Untuk menerjemahkan ke-36 kitab dalam Alkitab Ibrani, Hieronimus relatif bebas dalam mengalihbahasakan naskahnya ke Bahasa Latin; namun dapat dipastikan bahwa manuskrip-manuskrip tertua yang masih ada sampai sekarang dari Naskah Masoretik - dihasilkan hampir 600 tahun sesudah Hieronimus - bagaimanapun juga mewarisi naskah Ibrani konsonantal (hanya berupa huruf-huruf konsonan) yang sangat dekat dengan naskah yang digunakan oleh Hieronimus. Konsekuensinya, ke-36 kitab Vulgata tersebut - meskipun tinggi kualitas sastranya - hanya sedikit yang dapat dibahas mengenai independensi naskahnya. Hieronimus menerjemahkan kitab Tobit dan kitab Yudit dengan susah payah, ia menggunakan jasa seorang penerjemah Yahudi untuk mengalihbahasakan naskah Bahasa Aram ke dalam Bahasa Ibrani secara lisan, barulah kemudian diterjemahkannya ke dalam bahasa Latin. Naskah-naskah tersebut kecil nilai tekstualnya. Akan tetapi naskah-naskah Perjanjian Lama Vulgata yang diterjemahkan dari bahasa Yunani - baik oleh Hieronimus sendiri maupun versi-versi Latin-Kuno yang tetap dipertahankan - merupakan saksi-saksi awal dan penting sekunder bagi Septuaginta.
Paus Damasus menginstruksikan Hieronimus agar bersikap konservatif dalam merevisi Injil-Injil naskah Latin-Kuno, dan ketaatan Hieronimus dapat dilihat dari dipertahankannya beragam kosakata Latin dalam Vulgata untuk istilah-istilah Yunani yang sama. Hasilnya, kata "imam besar" diterjemahkannya sebagai "princeps sacerdotum" dalam Injil Matius; sebagai "summus sacerdos" dalam Injil Markus; dan sebagai "pontifex" dalam Injil Yohanes Vulgata. Perbandingan naskah-naskah Injil terjemahan Hieronimus dengan naskah-naskah Injil Latin Kuno membuktikan bahwa revisi yang dilakukannya secara substansial berkaitan dengan penyuntingan karakteristik frasaologi yang meluas dalam tipe-naskah Barat, sejalan dengan naskah-naskah Aleksandria, atau mungkin naskah-naskah Byzantium awal. Karena metode-metode Hieronimus yang konservatif, dan karena jarangnya bukti-bukti manuskrip dari luar Mesir pada masa itu; maka bacaan-bacaan Vulgata tersebut lumayan memiliki daya tarik kritis. Yang masih tetap paling menarik - karena secara efektif tidak tersentuh oleh Hieronimus - adalah kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya dalam Vulgata; yang justru lebih memperlihatkan ekspansi-ekspansi "Barat" yang dimaksud, dan yang justru merupakan warisan dari naskah Latin Kuno yang paling awal. Yang paling berharga di atas semuanya, dari sudut pandang kritis sebuah naskah, adalah naskah kitab Wahyu dalam Vulgata, karena naskah-naskah kitab tersebut dalam Bahasa Yunani sangatlah sedikit dan sangat bervariasi.
Bagaimanapun juga, seluruh evaluasi di atas mengacu pada naskah Vulgata kritis yang direka-ulang sejak akhir abad ke-19 dan selanjutnya - menyusun kembali susunan naskah yang beredar di Italia pada pertengahan abad ke-6 Masehi. Naskah Clementina yang standar memiliki perbedaan dalam banyak bacaan-bacaan penting - misalnya Comma Johanneum ( 1 Yohanes 5: 7–8), kata-kata dari Mazmur 22 ( Matius 27:35), serta Malaikat di Bethesda ( Yohanes 5: 4) - dan kurang bernilai bagi studi tekstual.
Selain ayat-ayat Alkitab, Vulgata juga memuat tujuh belas prolog, enam belas di antaranya ditulis oleh Hieronimus. Prolog-prolog Hieronimus dari segi tertentu tidaklah tepat disebut sebagai prolog karena ditulis tidak seperti lazimnya prolog melainkan sebagai surat pengantar kepada individu-individu tertentu yang menyertai salinan terjemahan-terjemahannya. Karena prolog-prolog itu tidak dimaksudkan untuk dibaca oleh umum, maka beberapa komentar Hieronimus di dalamnya tidak dapat difahami dengan jelas. Prolog-prolog yang dimaksud adalah prolog untuk Pentateukh (5 Kitab Musa),[14] Yosua,[15] Raja-Raja, yang juga disebut Prologus Galeatus.[16] Selanjutnya adalah prolog-prolog untuk Tawarikh,[17] Ezra,[18] Tobit,[19] Yudit,[20] Ester,[21] Ayub,[22] Mazmur,[23] Kebijaksanaan Salomo,[24] Yesaya,[25] Yeremia,[26] Yehezkiel,[27] Daniel,[28] Nabi-Nabi Kecil,[29] Injil-Injil,[30] serta prolog terakhirnya yakni prolog untuk Surat-Surat Paulus dan yang lebih dikenal sebagai Primum quaeritur.[31] Masih terkait dengan itu adalah tulisan Hieronimus berupa Catatan-catatan mengenai Tambahan pada Kitab Ester[32] serta Prolog untuk Mazmur Ibrani.[33]
Sebuah tema dari Perjanjian Lama yang berulang-ulang muncul dalam prolog-prolog tersebut adalah kecenderungan Hieronimus untuk lebih menyukai Hebraica veritas (Kebenaran Ibrani) daripada Septuaginta, kecenderungan lebih-suka yang dipertahankannya dengan gigih dari para penentangnya. Dia menyatakan bahwa naskah Ibrani lebih jelas daripada naskah Yunani dalam hal meramalkan figur Kristus. Salah satu dari prolog-prolog yang paling istimewa adalah Prologus Galeatus, yang di dalamnya Hieronimus memaparkan kanon 22 kitab Perjanjian Lama, yang menurutnya terwakilkan dalam 22-huruf dari abjad Ibrani. Sebagai alternatif, dia memberi jumlah 24 kitab, yang menurutnya menggambarkan 24 tua-tua dalam Kitab Wahyu yang melemparkan mahkota mereka ke hadapan Anak Domba.
Yang juga patut dicermati adalah Primum quaeritur, yang membela pendapat bahwa Paulus adalah penulis dari Surat Ibrani, dan membandingkan sepuluh surat Paulus kepada Gereja-Gereja dengan 10 Perintah Allah. Tidak diketahui siapa penulis Primum quaeritur. Para editor Vulgata Stuttgart memberi keterangan bahwa versi dari surat-surat tersebut mula-mula populer di kalangan kaum Pelagian.
Selain Primum quaeritur, banyak manuskrip memuat catatan-catatan singkat untuk tiap surat yang berisi keterangan mengenai dimana surat itu ditulis, serta di mana penerima surat tersebut tinggal. Adolf von Harnack,[34] berpendapat bahwa catatan-catatan tersebut ditulis oleh Marcion dari Sinope atau salah seorang pengikutnya. Harnack menulis: "Kita sesungguhnya sudah lama mengetahui bahwa bacaan-bacaan Marcionit berhasil menyusup ke dalam naskah gerejawi dari surat-surat Paulus, namun kini selama tujuh tahun telah kita ketahui bahwa Gereja-Gereja sebenarnya menerima prefasi-prefasi Marcionit atas surat-surat Paulus! De Bruyne telah menghasilkan salah satu penemuan terbaik di kemudian hari yang membuktikan bahwa prefasi-prefasi tersebut, yang mula-mula kita baca dalam Codex Fuldensis dan kemudian dalam sejumlah manuskrip-manuskrip yang dibuat sesudahnya, bersifat Marcionit, dan bahwa Gereja-Gereja tidak sadar akan kehadiran si iblis."
Dalam hal memiliki arti penting bagi budaya, seni, dan kehidupan Abad Pertengahan, Vulgatalah yang paling unggul. Selama abad-abad kegelapan dan berlanjut pada masa Renaissance dan Reformasi, karya agung Santo Hieronimus itu tegak laksana pilar terakhir kejayaan Romawi dan batu karang Gereja Latin karena Vulgata berjuang mempersatukan Eropa yang terpecah-pecah melalui iman Katolik. Karena Versi Alkitab ini dikenal baik dan dibaca oleh umat beriman selama seribu tahun (antara tahun 400–1530 Masehi), Vulgata menjadi sangat berpengaruh, terutama atas seni dan musik, sebab Vulgata menjadi sumber ilham bagi lukisan-lukisan, kidung-kidung dan drama-drama rohani populer yang tak terbilang banyaknya. Bahkan tatkala tradisi Reformasi Jenewa berusaha menggantikan Vulgata Latin dengan versi bahasa setempat yang diterjemahkan dari bahasa aslinya, Vulgata tetap mereka pertahankan dan gunakan dalam debat teologis. Baik dalam kumpulan khotbah-khotbah Yohanes Calvin dalam Bahasa latin, maupun dalam edisi Perjanjian Baru Bahasa Yunani karya Theodorus Beza, teks referensi Latin pendamping yang digunakan adalah Vulgata; dan di tempat-tempat gereja-gereja Protestan meneladani Jenewa melakukan upaya yang sama - seperti di Inggris dan Skotlandia - justru timbul apresiasi yang lebih luas atas terjemahan Hieronimus karena gaya bahasanya yang agung dan prosanya yang luwes. Padanan Vulgata yang paling dekat dalam Bahasa Inggris, yakni Alkitab Raja Yakobus (Alkitab King James Version), atau Authorised Version, memperlihatkan tanda-tanda pengaruh Vulgata, teristimewa jika dibandingkan dengan versi bahasa setempat yang lebih awal karya William Tyndale; dalam hal cara Hieronimus memadukan secara teknis kosakata religius Latin yang tepat dengan gaya prosa yang agung dan ritme-ritme puitis yang kuat.
Sebelum Divino Afflante Spiritu, ensiklik Paus Pius XII, dipublikasikan, Vulgata merupakan naskah sumber bagi berbagai terjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa setempat. Dalam Bahasa Inggris, terjemahan kata per kata Injil-Injil Lindisfarne (Lindisfarne Gospels) dan terjemahan-terjemahan Alkitab ke dalam Bahasa Inggris Kuno lainnya, Alkitab terjemahan John Wycliffe, Alkitab Douay Rheims, Alkitab Confraternity (Confraternity Bible), serta Alkitab terjemahan Ronald Knox semuanya diterjemahkan dari Vulgata.
Vulgata berpengaruh besar terhadap perkembangan Bahasa Inggris, khususnya dalam bidang keagamaan dan Kitab Suci. Banyak kata Latin yang diambil dari Vulgata ke dalam Bahasa Inggris nyaris tanpa perubahan arti atau ejaan: creation dari creatio (Kejadian 1:1, Ibrani 9:11), salvation dari salvatio ( Yesaya 37:32, Efesus 2:5), justification dari justificatio (Roma 4:25, Ibrani 9:1), testament dari testamentum ( Matius 26:28), sanctify dari sanctificatio ( 1 Petrus 1:2, 1 Korintus 1:30), regenerate dari regeneratio ( Matius 19:28), dan rapture dari raptura (dari bentuk nomina untuk verba rapiemur dalam 1 Tesalonika 4:17). Kata "publican" berasal dari kata Latin publicanus ( Matius 10:3), dan frasa "far be it" adalah terjemahan dari ungkapan Latin absit (misalnya dalam Matius 16:22 pada Alkitab King James). Contoh-contoh lainnya adalah apostle dari apostolus, church dari ecclesia, gospel dari evangelium, Passover dari Pascha, dan angel dari angelus.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.