Mandat kebudayaan atau dekret negara (bahasa Thai:รัฐนิยม; RTGS: rathniyom; secara harafiah berarti "adat negara") adalah 12 keputusan yang dikeluarkan pada tahun 1939 sampai 1942 oleh pemerintahan Marsekal Lapangan Plaek Pibulsonggram pada periode pertamanya sebagai perdana menteri dan diktator militer Thailand. Mandat ini bertujuan menciptakan kebudayaan Thai yang seragam dan "beradab" ketika negara ini masih bersekutu dengan negara-negara Poros. Sebagian besar praktik yang digariskan oleh mandat ini dipicu oleh masuknya Thailand ke kancah Perang Dunia II dan masih bertahan sampai sekarang.
Mandat pertama, Tentang nama negara, suku, dan kebangsaan, dikeluarkan 24 Juni 1939, menjadikan "kehendak masyarakat" sebagai dasar penggantian nama negara. Mandat ini hanya memiliki satu bagian: "Negara, suku, dan kebangsaan disebut 'Thai'."[1]
Hasilnya, semua organisasi yang namanya mengandung "Siam" dipaksa mengganti namanya. Beberapa contoh yang terkenal adalah Siam Society, berubah menjadi Thailand Research Society,[2]Siam Commercial Bank, berganti nama menjadi Thai Panich Bank,[3] dan Siam Cement, berubah nama menjadi Thai Cement.[butuh rujukan] Setelah Pibulsonggram digulingkan tahun 1944, Siam Society kembali memakai nama aslinya dalam bahasa Thai dan Inggris, sedangkan dua perusahaan lainnya hanya mengembalikan nama aslinya dalam bahasa Inggris.
Tentang mencegah ancaman terhadap bangsa, dikeluarkan 3 Juli 1939, terdiri dari lima bagian:
"Orang Thai tidak boleh terlibat dalam bisnis apapun tanpa mempertimbangkan manfaat dan keamanan bangsa."
"Orang Thai tidak boleh mengungkapkan apapun yang sekiranya dapat membahayakan bangsa kepada orang asing. Tindakan ini merupakan pengkhianatan terhadap bangsa."
"Orang Thai tidak boleh menjadi agen atau juru bicara untuk orang asing tanpa mempertimbangkan manfaatnya bagi bangsa Thai dan tidak boleh mengeluarkan opini atau berpihak kepada orang asing dalam sengketa internasional. Tindakan ini merupakan pengkhianatan terhadap bangsa."
"Orang Thai tidak boleh diam-diam membeli tanah atas nama orang asing sehingga mengancam bangsa. Tindakan ini merupakan pengkhianatan terhadap bangsa."
"Ketika seseorang mengkhianati bangsa, orang Thai wajib menghentikannya dengan sigap dan cepat."[4]
Tentang memanggil atau menyebut orang Thai, dikeluarkan 2 Agustus 1939, memperkuat Mandat 1 dengan memaksa masyarakat berhenti memakai istilah kolektif seperti "orang Thai utara", "orang Thai selatan", atau "orang Thai Muslim":
"Jangan lagi memanggil orang Thai dengan macam-macam nama kebangsaan atau nama yang diinginkan kelompoknya."
"Gunakan nama 'Thai' untuk menyebut semua orang Thai tanpa membeda-bedakan mereka."[5]
Tentang menghormati bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, dan lagu kerajaan, dikeluarkan 8 September 1939, terdiri dari lima bagian:
"Saat melihat bendera kebangsaan dinaikkan atau diturunkan sesuai kebiasaan pemerintah, atau mendengar suara terompet atau peluit, atau ketika mendengar/melihat perintah menaikkan atau menurunkan bendera, hormatilah bendera sesuai aturan atau kebiasaan."
"Saat melihat bendera militer, bendera angkatan laut, bendera Korps Pemuda, atau bendera Pramuka dalam kegiatan resmi, atau langsung di tempat di lahan militer, Korps Pemuda, atau Pramuka, hormatilah bendera sesuai aturan atau kebiasaan."
"Saat lagu kebangsaan berkumandang, baik dalam kegiatan resmi atau sebagian bagian dari upacara apapun, peserta atau hadirin akan menghormati lagu kerajaan sesuai aturan atau kebiasaan."
"Saat lagu kerajaan berkumandang, baik dalam kegiatan resmi, di bioskop, atau acara apapun, peserta atau hadirin akan menghormati lagu kerajaan sesuai aturan atau kebiasaan."
"Apabila ada orang yang tidak menghormati simbol kebangsaan sesuai bagian 1, 2, 3, dan 4, tegur dia supaya dia memahami pentingnya menghormati bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, dan lagu kerajaan."[6]
Tentang penggunaan produk-produk Thai, dikeluarkan 1 November 1939, terdiri dari lima bagian:
"Orang Thai harus berusaha mengonsumsi makanan yang terbuat dari produk-produk Thai."
"Orang Thai harus berusaha mengenakan pakaian yang terbuat dari produk-produk Thai."
"Orang Thai harus mendukung usaha sesama bangsa Thai di bidang pertanian, perdagangan, industri, dan usaha mandiri lainnya."
"Orang Thai harus menggunakan dan mendukung sarana umum apapun yang didirikan oleh pemerintah atau orang Thai."
"Orang Thai yang bergerak di bidang pertanian, perdagangan, industri, atau usaha mandiri lainnya yang didukung oleh mandat ini harus berusaha mempertahankan standar, meningkatkan kualitas, dan menjalankan usaha dengan jujur."[7]
Lihat pula Undangan bagi bangsa Thai untuk bekerja sama dan mengikuti Mandat 5 dengan saksama, dikeluarkan 2 Februari 1940.[8]
Faksimile mandat kebudayaan Thai Volume 6.
Tentang musik dan lirik lagu kebangsaan, dikeluarkan 10 Desember 1939, terdiri dari dua bagian:
"Musik lagu kebangsaan akan digubah oleh Phra Chenduriyang dan diarsipkan di Departemen Kesenian."
"Lirik lagu kebangsaan akan ditentukan oleh militer."[9] (lagunya masih bertahan sampai sekarang)
Mendorong orang Thai membangun bangsanya, dikeluarkan 21 Maret 1940,
"Setiap orang Thai harus ikut membangun bangsanya. Setiap orang yang masih sehat harus memiliki karier tetap. Orang yang tidak memiliki karier tidak membantu bangsa dan tidak patut dihormati oleh bangsa Thai."[10]
Tentang lagu kerajaan, dikeluarkan 26 April 1940, menyingkatkan lirik lagu kerajaan dan mengganti kata "Siam" dengan "Thai":[11]
ข้าวรพุทธเจ้า
เอามโนและศิระกราน
Kha Wora Phutthachao
Ao Mano Lae Sira Kran
นบพระภูมิบาล
บรมกษัตริย์ไทย
Nop Phra Phummiban
Borom Kasat Thai
ขอบรรดาล
ธประสงค์ใด
Kho Bandan
Tha Prasong Dai
จงสิทธิดั่ง
หวังวรหฤทัย
Chong Sitthi Dang
Wang Wora Haruethai
ดุจถวายชัย
ชโย
Dutcha Thawai Chai
Cha-yo
Tentang bahasa dan penulisan dan kewajiban warga negara yang baik, dikeluarkan 24 Juni 1940, terdiri dari empat bagian:
"Orang Thai harus menjunjung dan menghormati bahasa Thai, dan harus merasa bangga menuturkannya."
"Orang Thai harus menjadi warga negara yang baik dengan mempelajari bahasa nasional, atau setidaknya bisa baca dan tulis; orang Thai juga harus membantu mengajarkan warga yang tidak bisa berbahasa Thai atau membaca aksara Thai."
"Orang Thai tidak boleh memandang tempat kelahiran, tempat tinggal, atau logat daerah sebagai pembagi identitas. Semua orang harus meyakini bahwa seluruh bangsa Thai memiliki darah Thai yang sama dan berbahasa Thai yang sama. Tempat lahir atau logat seseorang itu tidak penting."
"Orang Thai harus berlaku layaknya warga negara Thailand yang baik, dan mengajak orang-orang yang belum tahu dan paham untuk menjadi warga negara Thailand yang baik."[12]
Tentang pakaian Thai, dikeluarkan 15 Januari 1941, terdiri dari dua bagian:
"Orang Thai harus mengenakan pakaian yang sopan saat menghadiri acara umum di tempat umum atau di pinggir kota. Pakaian yang dianggap tidak sopan adalah mengenakan celana dalam saja, tidak pakai baju, atau sekadar menutup tubuh dengan kain."
Tentang aktivitas sehari-hari, dikeluarkan 8 September 1941, terdiri dari lima bagian:
"Orang Thai harus membagi waktunya menjadi tiga bagian. Satu untuk bekerja, satu untuk kegiatan pribadi, dan satu lagi untuk beristirahat dan tidur. Ketiganya harus diatur dan dijadwalkan sampai terbiasa dengan sendirinya."
"Orang Thai harus menjalankan kegiatan pribadi sehari-harinya sebagai berikut:
"Makan pada jam yang ditentukan, sebanyak-banyaknya empat kali sehari;
"Tidur kurang lebih 6-8 jam."
"Orang Thai harus melakukan pekerjaan sepenuh hati tanpa dipaksa atau mengeluh. Istirahat dan makan siang tidak boleh melebihi satu jam. Pada akhir hari kerja, berolahragalah sedikitnya satu jam atau lakukan kegiatan lain seperti berkebun, merawat hewan peliharaan, atau menanam pohon. Setelah itu, mandi dan makan malam.
"Orang Thai harus memanfaatkan waktu luangnya di malam hari untuk menyelesaikan pekerjaan yang perlu, bercengkerama dengan keluarga dan teman, mencari ilmu dengan mendengar radio atau membaca, atau hiburan atau kesenian lain, apabila memungkinkan."
"Orang Thai harus memanfaatkan hari libur untuk menyehatkan jiwa dan raga dengan berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan, mendengar kotbah, berbuat kebajikan, mencari ilmu, jalan-jalan, berolahraga, atau beristirahat."[14]
Mandat terakhir, Tentang melindungi anak-anak, lanjut usia, dan orang cacat, dikeluarkan 28 Januari 1942, terdiri dari dua bagian:
"Di tempat umum atau jalan raya, masyarakat harus membantu dan melindungi anak-anak, lanjut usia, atau orang cacat."
"Barangsiapa yang mematuhi bagian 1 dianggap sebagai orang beradab yang patut dihormati oleh bangsa Thai."[15]
Pada tahun 2018, pemerintah Thailand mengadakan kampanye bernama Thai Niyom (Thai-isme) (bahasa Thai:ไทยนิยม; RTGS: thai niyom) untuk mempertegas eksepsionalisme Thailand. Mandat ini terdiri dari "12 Nilai Inti", mirip mandat kebudayaan Thailand sebelumnya. Sejumlah akademisi mengkritik kampanye ini karena berfungsi sebagai "propaganda pemerintah semata".[16]