Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Ja'far bin Umar Thalib ((ⓘ); bahasa Arab: جَعْفَر عُمَر طَالِب; pelafalan dalam bahasa Arab: [dʒaʕfar ʕumar tˤaːlib]; 29 Desember 1961 – 25 Agustus 2019 )[3] adalah seorang tokoh muslim Indonesia, pendiri dan pemimpin Laskar Jihad, sebuah organisasi Islam di Indonesia.[4]
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Netralitas artikel ini dipertanyakan. |
Ja'far Umar Thalib | |
---|---|
Lahir | Ja'far 29 Desember 1961 Malang, Jawa Timur, Indonesia |
Meninggal | 25 Agustus 2019 57) Jakarta, Indonesia | (umur
Sebab meninggal | Serangan jantung[1][2] |
Makam | Yogyakarta |
Tempat tinggal | Yogyakarta |
Pekerjaan | Ulama |
Dikenal atas | Organisasi Islam Laskar Jihad |
Suami/istri | Venia Said Fuhaid |
Orang tua | Umar Thalib (ayah) Badriyah Saleh (ibu) |
Ja'far Umar bin Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada 29 Desember 1961[3] sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya adalah Umar Thalib, seorang Madura keturunan Yaman, seorang veteran perang dan seorang guru di sekolah Al-Irsyad. Seperti biasa di masyarakat Arab, nama lengkapnya terdiri dari nama lahir dan nama ayahnya, Ja'far bin Umar Thalib dengan "bin" dihapus. Ayahnya mengajar Jafar dengan tegas.
Ja'far dididik sebagai seorang santri di Pondok Pesantren Persis di Bangil dan di sekolah Pesantren Al-Irsyad Tengaran, Salatiga, hingga kemudian pada tahun 1983 ia menjadi seorang mahasiswa di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) di Jakarta, yang merupakan cabang dari Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud di Riyadh, Arab Saudi.[5] Pada 1986 sebelum kelulusannya, karena beberapa perselisihan dengan salah satu gurunya, Muhammad Yasin al-Khattib,[6] ia meninggalkan LIPIA. Dengan bantuan direktur LIPIA, ia melanjutkan studinya di Maudoodi Institute di Lahore, Pakistan pada tahun 1986 dengan beasiswa dari pemerintah Saudi. Setelah satu tahun, ia bertengkar lagi dengan salah satu dosennya dan memutuskan untuk meninggalkan institusi sebelum menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1987.[7]
Dia juga mempelajari ajaran manhaj Salafi dari Syekh Nashiruddin Al-Albani dan Syekh Bin Baz.[7]
Ja'far bergabung dengan Mujahidin di Afghanistan selama perang melawan Uni Soviet pada tahun 1987. Dia berjuang dan belajar selama dua tahun di bawah bimbingan Jamaah al Dawa al Quran Syekh Jamilurrahman di provinsi Kunar, dekat perbatasan Pakistan. Ja'far bertemu Osama bin Laden pada tahun 1987 di Peshawar, di perbatasan antara Pakistan dan Afghanistan. Meskipun Jafar mengikuti aliran pemikiran Salafi radikal, ia menentang dirinya sendiri dari Osama Bin Laden dan dengan kuat meninggalkan kekerasan dan ideologi terorisme Osama.[8] Dia lebih jauh mengatakan bahwa Al-Qaeda adalah organisasi teroris dengan ideologi Khawarij.[8]
Pada Januari 1990, Ja'far menyatakan bahwa ia sepenuhnya telah beralih kepada manhaj Salafi dan menanggalkan pemahaman lamanya yang ia anggap menyimpang.[butuh rujukan]
Jafar kembali ke Indonesia sekitar tahun 1989 dan kemudian mengajar di Perguruan Al-Irsyad Al-Islamiyah sekolah asrama di Salatiga yang dijalankan oleh Yusuf Usman Ba'isa sebelum berangkat ke Yaman. Sekembalinya dari Yaman pada tahun 1993 dengan bantuan beberapa pengikut Salafi, ia kemudian mendirikan sebuah pondok pesantren yang bernama Ihya Sunnah ("Menghidupkan Sunnah Nabi") di Dusun Degolan, Sleman, Yogyakarta di tanah Wakaf yang diwakafkan oleh keponakan petinggi TNI pada saat itu.
Pada tahun 1999, ia mendirikan Forum Komunikasi Ahlussunnah Wal Jama'ah (FKAWJ), sebuah kelompok yang dimaksudkan untuk mendorong reformasi politik. Secara khusus, tujuannya adalah untuk mengecam kampanye calon presiden perempuan, karena menurut interpretasi mereka, hukum syariah secara tegas melarang perempuan untuk memiliki wewenang.[9]
Dia menyatakan pembentukan Laskar Jihad sebagai kelompok paramiliter FKAWJ pada 30 Januari 2000 sebagai upaya untuk membela dan melindungi Muslim Maluku dari kekerasan oleh umat Kristen di Maluku selama konflik sektarian Maluku. Kelompok ini memulai perekrutan anggota yang ingin melakukan jihad di Ambon. Meskipun Jihad adalah salah satu prinsip terpenting kelompok itu, itu tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi agresor perang. Ini membatasi jihad pada tindakan defensif untuk melindungi Muslim dari serangan Kristen. Itu bukan juga untuk mengurangi pemberontakan terhadap pemerintah yang sah.[7]
Menanggapi serangan 11 September, dia mengatakan:
"Kami ingin berduka untuk AS [tetapi] Anda harus belajar dari kesombongan Anda. Bagi umat Islam, kami ingin mengucapkan selamat kepada Anda atas pembalasan atas teror yang dilakukan oleh negara teroris terbesar di dunia, Amerika Serikat, pada negara-negara Muslim "[10]
— Jafar Umar Thalib
Pada tahun 2001 kepolisian menangkapnya karena diduga memimpin pengadilan syariah sementara yang memerintahkan seorang pemerkosa dilempari batu sampai mati, yang ilegal menurut hukum Indonesia. Dia diduga memimpin eksekusi itu sendiri, meskipun dia tidak pernah dituntut atas tindakannya.[11] Kemudian, POLRI menuduh Ja'far menebar kebencian terhadap orang-orang Kristen, khususnya di Ambon, di mana sekitar selusin pria bertopeng dengan senjata, granat dan belati menyerang desa Soya dekat Ambon, membakar sekitar 30 rumah dan sebuah gereja dan menewaskan sedikitnya 12 orang Kristen, di mana Ja'far membantah Laskar Jihad terlibat.[11]
Mantan Wapres Hamzah Haz pernah menjenguk Ja'far ketika ia mendekam di sel pada awal tahun 2002.[12]
Jafar ditangkap pada 4 Mei 2002 di Surabaya saat ia dalam perjalanan dari Ambon.[13] Pada Oktober 2002, Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jamaah resmi dibubarkan oleh staf dan dewan pembina FKAWJ (Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jama'ah), setelah rapat maraton sejak tanggal 3—7 Oktober 2002. Ja'far Umar Thalib tidak setuju, karena masih berurusan dengan Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk kasus makar, menghasut, dan menghina Presiden Megawati Sukarnoputri. Namun, Ja'far terpaksa mengumumkan pembubarannya ketika dikonfirmasi wartawan beberapa saat setelah terjadinya peristiwa bom Bali I, yakni tanggal 16 Oktober 2002. Ja'far tampaknya masih memerlukan pasukan untuk melakukan demonstrasi sehingga bisa menekan pemerintah, dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Timur, agar tidak memberatkan hukumannya. Kendati demikian ternyata dengan bubarnya Laskar Jihad, Ja'far Umar Thalib justru divonis bebas. Menurut majelis hakim, Ja'far tidak terbukti menghina Presiden Presiden Megawati Sukarnoputri, menghasut massa, dan mengobarkan rasa permusuhan dalam ceramahnya Masjid Al-Fatah Ambon,[14] Maluku, 26 April 2002. Sehingga tanggal 30 Januari 2003 adalah hari kebebasannya.
Pada 28 Februari 2019, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Papua, resmi menetapkan Ja'far dan enam orang anggotanya, sebagai tersangka atas kasus pengancaman dan perusakan rumah warga, yang terjadi pada 27 Februari 2019, dikawasan Koya Barat, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua.[15] Ja'far Umar Thalib kemudian dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 170 ayat (2) KUHP dan Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1951 Pasal 2 ayat (1). [butuh rujukan]
Pada peluncuran buku berjudul Mereka Bukan Thaghut, Ja'far menegaskan sikapnya bahwa ia adalah seorang Salafi sejati.
Sebagai hal yang biasa di kalangan para pengikut Salafi untuk menentang keras Muslim Syiah dan bahkan menganggap mereka kafir (lihat Anti-Syiisme), Ja'far pada Juni 2013 pernah mengatakan bahwa ia akan mendeklarasikan jihad melawan Muslim Syiah Indonesia yang dituduh mencoba mengintimidasi jamaah Sunni di Bekasi.
Demikian pula tatkala masjid Al-Arqom di Pekalongan yang merupakan masjid jamaah Sunni, sebagai tempatnya menyampaikan pengajian dan ceramah diputuskan oleh wali kota Pekalongan untuk ditutup masjid tersebut pada tanggal 25 Agustus 2017 maka Ja'far Umar Thalib memperingatkan dengan ancaman kepada wali kota Pekalongan atas keputusannya melakukan penutupan terhadap masjid Al-Arqom Pekalongan.[16] Namun Wali Kota Pekalongan yang bernama Alf Arslan Djunaid atau yang kerab disapa Alex dari PDIP tetap menutup masjid Al-Arqom maka salah seorang ustadz dari murid Ja'far Umar Thalib mendoakannya, maka pada hari Kamis tanggal 7 September 2017 wali kota Pekalongan tersebut mati secara mendadak di dalam kamar mandi rumahnya.[17]
Tidaklah Syekh Ja'far membentuk Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jama'ah melainkan karena dia menyayangi umat Islam, saat dia mendengar bahwa umat Islam di Maluku dibantai oleh umat Kristen karena umat Kristen ingin pisah dari NKRI dengan mendirikan RMS maka nampaklah kasih sayang kepada umat Islam, dia marah karena saudara-saudarinya umat Islam di Maluku dibantai, dia serukan dan fatwakan jihad. Dia mendapat sambutan baik dari para pemuda hingga mereka terjun berjihad di Maluku[18].
Terlihat kecemburuan dan kasih sayang Syekh Ja'far terhadap umat Islam yang sebenarnya, Syekh Ja'far sangat marah Karena Gusdur tidak dapat memberi solusi dan juga tidak memberi izin, maka Syekh Ja'far bersama para pendukungnya memutuskan untuk tetap berangkat jihad ke Maluku, lalu Gusdur marah sambil berkata: "Saya tidak peduli mau jihad apa jahid, macam-macam saya sikat". Dengan melihat keberadaan Gusdur sebagai presiden NKRI saat itu lemah dan sudah kurang dukungan dari para pejabatnya, sementara sebagian para pejabatnya dan juga Prof. H. Muhammad Amien Rais M.A. Ph.D. sebagai ketua MPR telah mendukung Syekh Ja'far dan laskar jihadnya untuk ke Ambon. Dengan bertawakkal kepada Allah kemudian karena kasih sayang kepada umat Islam, berangkatlah Syekh Ja'far bersama Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jama'ah ke Maluku[19][20].
Selain menyayangi umat Islam, Syekh Ja'far juga menginginkan NKRI tetap utuh, dia tidak menginginkan RMS memisahkan Maluku dari NKRI sebagaimana Timor Timur telah pisah dari NKRI[21]. Dia memimpin laskar jihadnya siap untuk memerangi RMS dan berangkatnya ke Maluku untuk jihad sebagai bukti kecintaannya terhadap NKRI. Oleh sebab itu Jenderal Polisi Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D menyebutkan bahwa Syeikh Ja'far sebagai sosok yang cinta NKRI dan cinta umat Islam[22].
Salah satu bentuk kecintaan Syekh Ja'far kepada NKRI adalah siap berjuang dan rela berdakwah di Papua, dia prihatin dengan adanya hasutan supaya orang-orang Papua merdeka dan lepas dari NKRI[22].
Ja'far Umar Thalib dan enam orang jamaahnya ditetapkan sebagai tersangka setelah merusak sound system seorang warga bernama Henock Niki di Jalan Protokol Koya Barat, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, pada hari Rabu 27 Februari 2019, sekitar pukul 05.30 WIB. Kasusnya dimulai ketika Henock Niki memainkan lagu-lagu rohani dengan volume tinggi sementara Ja'far memberikan ceramah setelah salat Subuh. Kemudian Ja'far dan enam pengikutnya datang ke rumah Henock Niki dan kemudian menghancurkan sistem suara menggunakan samurai. Sebagai akibat dari tindakan ini, Ja'far dijatuhi hukuman 5 bulan penjara dan enam orang jamaahnya dihukum 6 bulan penjara.[23]
Ja'far Umar Thalib melakukan tindakan itu supaya ingin menyadarkan Henock Niki, karena pihak kepolisian pernah menegurnya namun dia masih tetap meninggikan volume musiknya, bahkan dia mengakui bahwa pada tahun 2016 silam, dia pernah ditegur pihak kepolisian akibat menyalakan suara musik yang cukup keras. Dengan tindakan Ja'far Umar Thalib maka Henock Niki mengakui kesalahannya, dia siap berdamai dan saling maaf memaafkan[24].
Pada tanggal 25 Agustus 2019 sekitar pukul 12:30 WIB, Ja'far Umar Thalib meninggal dunia akibat sakit jantung yang dideritanya di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.[25] 1 jam setelahnya, jenazah disemayamkan di rumah duka, Masjid Al Fatah, Kampung Melayu, Jakarta Timur untuk disholatkan. Kapolri Muhammad Tito Karnavian hadir dan ikut mensholatkan,[26] serta menyampaikan bahwa almarhum Ja'far merupakan sosok yang sangat cinta NKRI.[27] Jenazah mantan panglima laskar jihad itu diberangkatkan dengan pesawat menuju kediamannya di Degolan, Desa Umbulmartini, Kec. Ngempak, Kab. Sleman, Yogyakarta sekitar pukul 16:30 WIB. Setibanya di rumah duka, jenazah disholatkan lagi dimasjid samping rumahnya. Esok harinya jenazah dimakamkan di belakang rumahnya sendiri dengan sederhana yang dihadiri ribuan pelayat dan bergantian mensholatkan jenazah pendiri Ponpes Ihya' As Sunnah tersebut di pemakaman.[28]
Ja'far Umar Thalib di saat sudah merasa bahwa dia telah jatuh ke banyak kesalahan dalam dakwah salafiyyah dan dia merasa bahwa nama dia sudah tidak harum lagi di mata guru-gurunya yang masih pada hidup seperti Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali, maka Ja'far Umar Thalib berdoa dengan penuh harapan: "Semoga Allah memberi kesempatan kepada saya untuk bertemu Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali sebelum saya mati ataupun sebelum Syaikh Rabi’ wafat." Allah mengabulkan doanya hingga dia dapat bertemu dengannya, dengan sebab itu dia merujuk dan kembali ke dakwah salafiyyah[29].
Imam Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i berkata pula: “Saudara yang mulia Syaikh Ja’far bin Umar Thalib dan saudara-saudaranya yang mulia adalah dari saudara-saudara kita Ahlus Sunnah dan Syaikh Ja’far dan sebagian saudara-saudaranya adalah dari kalangan murid-murid kita."
Syaikh Muhammad Al-Khidhir bin Salim Al-Limbori berkata: "Syaikh Ja'far Umar Thalib adalah orang Indonesia yang pertama-tama menuntut ilmu di Darul Hadits Dammaj Yaman, ia dijuluki dengan julukan Syaikhul Asatidz."
Jend. Pol. (Purn) Prof. Drs. H. Tito Karnavian M.A, Ph.D berkata saat menjenguk jenazah dia: "Saya secara pribadi merasa amat berduka sedalamnya karena mengenal secara pribadi dengan dia sudah cukup lama. Dia adalah sosok yang sangat cinta NKRI, dan sangat cinta kepada umat Islam."
Jend. Pol. (Purn) Prof. Drs. H. Tito Karnavian M.A, Ph.D berkata pula: "Banyak yang mungkin berpandangan negatif kepada dia, ada stigma yang mengatakan teroris, saya membela karena saya tau persis bagaimana keterlibatan dia pada saat di Ambon dan di Poso.[30]"
Dr. H. M. Busyro Muqoddas, SH. M.Hum berkata saat prosesi pemakaman dia: "Saya sudah lama kenal dia, sejak 1995. Dia tokoh muballigh. Konsen di aktivitas keislaman, di masjid-masjid."
Dr. H. M. Busyro Muqoddas, SH. M.Hum juga berkata tentang dia: "Jafar Umar Thalib adalah sosok yang cukup berpengaruh[31]".
Brigjen. Pol. Karyoto berkata tentang Syaikh Ja'far Umar Thalib: "Secara pribadi, dia sebagai ulama, aktivis pendidikan, apalagi saya muslim, salut sama dia, kami merasa kehilangan.[32]"
Dr. H. Hamzah Haz MA, Ph.D berkata kepada Syaikh Ja'far Umar Thalib soal penuntasan kerusuhan Ambon: "Saya santri, saya yang ikut Ustadz.[33]"
Salah satu dari sekian murid-murid Ja'far Umar Thalib hanya ada satu orang murid yang menjadi Tokoh Pendiri Bela Diri Jalanan Muslim Modern MOSSDEF SYSTEM, dan dia adalah Grand Master Agung Mossdef yang memiliki nama asli adalah Nugroho Agung Wibowo dan memiliki nama kuniyah ialah Abu Haidar as-Salafy.[34] Dan bahkan murid Ja'far Umar Thalib ini meraih penghargaan Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia di dalam bidang olahraga, yaitu sebagai Pencipta Bela Diri Jalanan Berbadan Hukum Yang Bersifat Independent Pertama Di Indonesia.[35]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.