Loading AI tools
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Geneeskundige Hoogeschool te Batavia[note 1] (Sekolah Tinggi Kedokteran) biasa disingkat menjadi GH te Batavia atau GHS yang dibuka sejak 16 Agustus 1927 di Batavia (sekarang Jakarta), adalah perguruan tinggi kedokteran pertama dan lembaga pendidikan tinggi ketiga di Hindia Belanda setelah dibukanya THS Bandung tahun 1920 dan RHS Batavia tahun 1924.[note 2]
Geneeskundige Hoogeschool te Batavia | |
---|---|
Informasi | |
Didirikan | 16 Agustus 1927 - 8 Maret 1942 |
Kampus | Urban |
Nama julukan | GH te Batavia; GHS |
Sampai sekitar tahun 1910, hampir semua pihak sepakat bahwa belumlah perlu untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi di Hindia Belanda. Baru pada permulaan abad ke-20 masalah pendirian perguruan tinggi di Hindia Belanda menjadi bahan perdebatan yang hangat di kalangan elite Belanda dan para pemuka bumiputera. Kenyataan itu menunjukkan bahwa ada keraguan dan kebimbangan di pihak pemerintah kolonial untuk mendirikan suatu perguruan tinggi di Hindia Belanda.[2]
Pada tanggal 8 Maret 1910[3] pemerintah kolonial menyetujui pendirian Indische Universiteit Vereeniging (IUV) – Perhimpunan Universitas Hindia Belanda yang dalam statutanya menyebutkan IUV bertujuan memajukan, mendirikan, dan mengurus sekolah-sekolah tinggi Hindia Belanda.[2] Namun hingga tahun 1912 Minister van Kolonien (Menteri Urusan Daerah Jajahan) belum memikirkan rencana pendirian suatu universitas di Hindia Belanda. Seandainya ada masyarakat Hindia Belanda yang berminat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maka lebih baik mereka dikirim ke universitas di Negeri Belanda, dengan bantuan dana dari pemerintah Hindia Belanda.[2]
Pada tahun 1918, Dr. Abdul Rivai (lulusan STOVIA dan orang bumiputera pertama yang meraih gelar Doctor in de Medicijnen, Chirurgie en Verloskunde dari Universiteit Gent Belgia – 23 Juli 1908) bersama 14 anggota Volksraad mengusulkan rencana pembentukan suatu universitas di Hindia Belanda. Pada kesempatan itu perdebatan mengenai batasan kata universiteit dan hooger onderwijs tidak terelakkan. Berdasarkan Hoogeronderwijswet (Undang-Undang Pendidikan Tinggi) Staatsblaad Koninklijk der Nederlanden No. 181 ditetapkan tanggal 6 Juni 1905 dinyatakan bahwa suatu universitas harus memiliki lima fakultas (Pasal 76) yaitu:
Sepertinya persyaratan ini cukup berat, karena untuk mendirikan ke lima fakultas tersebut tentunya membutuhkan sumber daya yang besar. Ditambah lagi dihadapkan pada kenyataan lain bahwa sampai saat itu sekolah setingkat SMA Umum hanya HBS (Hoogere Burgerschool)[note 1], itupun tidak banyak. AMS (Algemeene Middelbare School)[note 1] pertama di Indonesia (sekolah setingkat SMA sekarang) baru dibuka tahun 1919 di Yogyakarta[4] , padahal suatu universiteit dan hooger onderwijs mensyaratkan lulusan HBS sebagai sumber mahasiswanya dan bukan sekadar lulusan MULO (setingkat SMP) atau HIS/Inlandsche School (setingkat SD). Oleh karena itu masih jauh kiranya untuk mendirikan sekolah tinggi atau universitas.[2] Hingga Pemerintah Kolonial Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, belum ada universitas yang didirikan di Hindia Belanda.
Dengan adanya Perang Dunia I (1914-1918), lulusan HBS di kawasan Nusantara saat itu tidak bisa melanjutkan kuliahnya ke Negeri Belanda, demikian juga sebaliknya, sarjana lulusan Belanda yang dibutuhkan di Hindia Belanda sulit dipenuhi karena terganggunya hubungan antara negeri Belanda dan wilayah jajahannya di kawasan Nusantara, sebagai akibat pecahnya perang tersebut. Walaupun Belanda dan negara jajahannya tidak terlibat dalam perang itu, hubungan perdagangan yang pada waktu itu hanya melalui laut menjadi sukar; bertambah lagi setelah Jerman menyatakan perang kapal selam tak terbatas dalam tahun 1917.[1]
Setelah pada tanggal 3 Juli 1920 Technische Hoogeschool te Bandoeng (Sekolah Tinggi Teknik di Bandung) dibuka, dan pada tanggal 28 Oktober 1924 Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta), maka pada tanggal 16 Agustus 1927 pemerintah Hindia Belanda membuka Geneeskundige Hoogeschool te Batavia (GHS - Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta).
Staf pengajar pertama terdiri atas 6 guru besar tetap dan 7 guru besar luar biasa yaitu:[5]
Sebagai Sekretaris dan Kepala Perpustakaan GHS adalah Dr. H. F. Roll.
Persyaratan masuk GHS adalah lulus ujian akhir Hoogere Burgerschool (HBS) atau gymnasium atau lembaga pendidikan setara seperti di Belanda. Sementara Inlandsche artsenscholen seperti STOVIA dan NIAS memiliki persyaratan masuk yang lebih rendah, karena kedua sekolah itu memang belum bisa dianggap sekolah tinggi. Para lulusan STOVIA dan NIAS menerima gelar Indisch Arts dan memiliki otoritas penuh berpraktik kedokteran di Hindia Belanda, tapi tidak di Belanda. Oleh karenanya untuk meraih kesetaraan sebagai Nederlandsch Arts, mereka harus melanjutkan studinya lebih dahulu ke Belanda dan mengikuti doctoraal examen (setara tingkat 4-5 di GHS) dan ujian-ujian berikutnya hingga meraih gelar dokter Belanda.
Pendidikan kedokteran di GHS diselenggarakan dengan cara yang sama dengan pendidikan kedokteran di universitas/sekolah tinggi Belanda dengan saling kesetaraan semua ujian termasuk ujian akhir. Sehingga para lulusan GHS di Batavia memiliki semua hak dari dokter Belanda yang lulus dari Belanda. Terlepas dari beberapa formalitas, yang tidak terkait dengan program ilmiah.[6]
Masa studi normal GHS dirancang dalam tujuh tahun dengan kurikulum sangat mirip dengan fakultas kedokteran di Belanda sebagai berikut:[6]
TA | Mahasiswa baru | Lulusan/TA | Akumulasi lulusan | Keterangan |
---|---|---|---|---|
1927/1928 | 24 | Mahasiswa baru terdiri atas 23 mahasiswa dan 1 mahasiswi; 6 orang bangsa Eropa, 7 orang pribumi, 11 orang Tionghoa.[7] | ||
1928/1929 | 27 | Mahasiswa baru terdiri atas 26 mahasiswa dan 1 mahasiswi; 9 orang bangsa Eropa, 10 orang pribumi, 8 orang Tionghoa.[7] | ||
1929/1930 | 26 | |||
1930/1931 | 53 | |||
1931/1932 | 59 | |||
1932/1933 | 68 | Mahasiswa baru terdiri atas 11 orang bangsa Eropa, 26 orang pribumi, 31 orang Tionghoa. | ||
1933/1934 | 98 | 5[note 3] | 5 | Mahasiswa baru terdiri atas 27 orang bangsa Eropa, 42 orang pribumi, 29 orang Tionghoa. |
1934/1935 | 123 | |||
1935/1936 | 115 | Mahasiswa baru terdiri atas 27 orang bangsa Eropa (6 wanita), 53 orang pribumi (6 wanita), 35 orang Tionghoa (6 wanita). | ||
1936/1937 | ||||
1937/1938 | 138 | 31 | Total mahasiswa terdaftar 636 | |
1938/1939 | 120 | 41 | Total mahasiswa terdaftar 641 | |
1939/1940 | 115 | |||
1940/1941 | 120 | 54 | Mahasiswa baru terdiri atas 30 orang bangsa Eropa, 51 orang pribumi, 39 orang Tionghoa.[8] | |
1941/1942 | ||||
Jumlah | 1366[note 4] | 231[note 5] |
Pada bulan Agustus 1941 jumlah mahasiswa GHS adalah 632 orang terdiri atas 121 orang bangsa Eropa, 289 orang pribumi, 222 orang Tionghoa, dengan hasil ujian:
Pada TA 1940-1941 ini diadakan dua kali promosi doktor yaitu:
Jumlah mahasiswa baru sejak TA 1927-1928 sampai dengan TA 1940-1941 adalah 1366 orang; lulus menjadi dokter sebanyak 231 orang; 567 orang berstatus mahasiswa; 568 orang drop out.[8]
Dari 568 orang yang tidak melanjutkan studi di GHS tersebut:
Sekitar 80% mahasiswa yang tidak melanjutkan studi tersebut keluar sebelum mengikuti ujian pertamanya (Candidaatsexamen I).
Dari 231 dokter lulusan GHS, hampir seperenamnya selesai tepat waktu dalam waktu tujuh tahun, dua pertiga dalam waktu delapan tahun, dengan sebaran sebagai berikut:
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.