Djadoeg Djajakoesoema
pemeran laki-laki asal Indonesia / From Wikipedia, the free encyclopedia
Djadoeg Djajakoesoema[lower-alpha 1] ([dʒaˈdʊʔ dʒajakuˈsuma]; 1 Agustus 1918 – 28 Oktober 1987 ) adalah seorang sutradara film dan promotor seni tradisional asal Indonesia. Ia lahir dari keluarga bangsawan yang berasal dari Temanggung, Jawa Tengah. Djajakoesoema tertarik dengan kesenian sejak masih muda, dan lalu memilih untuk berkarier dalam teater. Selama pendudukan Jepang mulai tahun 1943 hingga 1945, ia menjadi seorang penerjemah dan aktor, dan sepanjang revolusi nasional selama empat tahun berikutnya, ia bekerja untuk divisi pendidikan militer, sejumlah kantor berita dan dalam drama.
Djadoeg Djajakoesoema | |
---|---|
Djajakoesoema, ca 1950-an | |
Lahir | (1918-08-01)1 Agustus 1918 Temanggung, Jawa Tengah, Hindia Belanda |
Meninggal | 28 Oktober 1987(1987-10-28) (umur 69) Jakarta, Indonesia |
Sebab meninggal | Strok |
Makam | Taman Pemakaman Umum Karet Bivak |
Almamater | |
Pekerjaan |
|
Tahun aktif | 1952–1987 |
![]() ![]() |
Pada tahun 1951, Djajakoesoema bergabung dengan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) atas undangan dari Usmar Ismail. Setelah memulai debut karier penyutradaraannya dengan film Embun, Djajakoesoema merilis sebelas film dengan Perfini sebelum kemudian keluar dari perusahaan tersebut pada tahun 1964. Ia lalu kembali ke teater tradisional Indonesia, termasuk wayang. Walaupun ia tetap menyutradarai sejumlah film di luar Perfini, sebagian besar energinya didedikasikan untuk mempromosikan seni tradisional dan mengajar sinematografi. Setelah lebih dari satu dekade, kesehatannya memburuk dan tekanan darahnya meninggi. Djajakoesoema pingsan pada sebuah upacara dan akhirnya meninggal. Jenazahnya lalu dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak.
Djajakoesoema dikenal sebagai sosok yang berdedikasi tinggi, tetapi mudah marah. Ia juga dipengaruhi oleh pandangan realis Ismail, walaupun ia lebih fokus pada aspek tradisional dari kehidupan. Pertunjukan teatrikalnya berusaha memodernisasi bentuk-bentuk tradisional agar dapat lebih diterima di dunia modern. Ia dipuji karena merevitalisasi bentuk teater Betawi, lenong, dan telah menerima berbagai penghargaan atas film buatannya, termasuk penghargaan pencapaian seumur hidup pada Festival Film Indonesia.