Budaya Basemah adalah budaya yang diciptakan oleh Suku Basemah. Suku Besemah merupakan salah satu suku terbesar yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, dan paling identik dengan kota Pagar Alam, Lahat, serta Empat Lawang. Selain dari keempat daerah tersebut, Suku Besemah juga memiliki wilayah persebaran hingga ke beberapa daerah di wilayah Provinsi Bengkulu, paling banyak di Bengkulu Selatan dan sebagian kecil di daerah lainnya.[1]
Suku basemah memiliki beberapa macam tradisi yang kaya dengan nilai-nilai adat dan budaya yang khas. Masyarakat yang umumnya berada di kota Pagar Alam tersebut sejak dulu sudah memiliki berbagai tatanan dan aturan masyarakat diantaranya adalah:
- Jujul ekuk . Dilakukan tiap 27 Ramadhan . Jujul ekor berarti "Membakar Ekor" yaitu membakar tumbukan batok kelapa yang disusun lalu dibakar.opini serta tambahan oleh penulis, adanya Jujul Ekuk pada 27 Ramadhan mengingatkan akan peristiwa Isra Miraj pada Rasullah Nabi Muhammad SAW yang tidak ada setan pencuri berita(pengekor) sedikitpun pada peristiwa tersebut.
- Gamelan Melayu. Ada dan dapat dimainkam seperti acara pernikahan. Meskipun sekarang sudah jarang terlihat,tetapi gemalen Jawa dan Bali masih dapat di dengar. Meskipun kepunahan satwa endemik Indonesia telah punah seperti Harimau Jawa dan Harimau Bali.
- Berayak Batak Ubur pas Malam Takbiran . Keliling desa-desa dengan tiap orang membawa obor yang terbuat dari bambu dengan minyak tanah dan bagian yang dibakar terbuat dari serabut kelapa, sebagai penerangan yang cukup ketika keliling tiap desa-desa.
- Duit Bendera Aqiqah . Merupakan buah tangan di luar rangkaian ibadah aqiqah itu sendiri, tanpa menyentuh atau mencampuri hal tersebut dalam rangkaian kegiatan aqiqah pada bayi tersebut. Konsepnya agar membuat anak kecil senang ketika orang tua pulang membawa buah tangan mirip-mirip bendera yang dijadikan bendera adalah uang yang biasanya dengan nominalnya sesuai untuk rentan usia kanak-kanak, dapat menanamkan rasa nasionalisme dari kecil dan bahagia dapat membuat bayi yang baru lahir tadi baik, meskipun anak kecil tadi belum paham apa itu mendoakan orang.
- Besingal/Bunting*(Penganten) Kecik. Tradisi pada anak perempuan dibersihkan area kemaluan dan kalau laki-laki disunat. Arti penganten bukan pengantin ,merupakan tradisi pada anak perempuan dengan rentan rata-rata usia 5 tahunan,ketika akan menginjakan usia sekolah yaitu 6-7 tahun nantinya.opini penulis lebih tepatnya melepaskan masa anak-anak dan mulai belajar menginjak usia sekolahan yang tertata dan terjadwal seperti sekolah pada umumnya,maksudnya seperti sudah tidak banyak main-main lagi ,lebih dibatasi mainnya dan mungkin istimewanya disana saya rasa. Lalu setelah dibersihkan area kemaluan tadi kemudian menggunakan pakaian adat tradisional penganten(pengantin wanita tradisional melayu), lalu menjalankan rangkaian tradisi pada biasanya dan sebagai anak yang akan menjadi sosok perempuan lalu sekolah itu merupakan suatu yang istimewa pada anak tadi. Kemudian diakhiri dengan makan bersama sebagai rasa syukur dan kekeluargaan secara bersama-sama. Tambahan juga untuk anak laki-laki yang sudah disunat juga menjalankan syukuran tersebut, kami sering menyebutnya Njamu" . Jadi apabila pembaca berada di lingkungan Basemah apabila mendengar istilah Njamu" itu bertajuk syukuran dan saling mendoakan dengan makan-makan bersama tadi.
- Sedeke Rame . Tradisi tahunan di rumah tetua atau yang dipercayai ,artinya sendiri yaitu "Sedekah Bersama" , berdasarkan untuk meningkatkan kebersamaan yang ada dan sama-sama menghargai lalu menghormati tiap hal yang ada serta bersama mengenang sejarah puyang kite. dengan tiap keluarga yang digaris keturunan 1 di rumah sana lalu keturunan 2 di rumah sana, dan berikutnya. Hal tersebut merajuk Sejarah suku dan legenda yang dikenal 7 manusia harimau, kenyataan susah terpahami terlihat dari keberadaan dan keadaan Suku Basemah itu sendiri yang dapat kita mengerti tersebar di beberapa daerah pelataran Sumatra. Dengan tiap keluarga apabila mempunyai beras lebih boleh membawa beras, membawa kelapa dipersilahkan, membawa ayam juga bisa, ataupun mau sama-sama membeli kambing juga tidak apa-apa dan dengan tetap meyembelih Atas Nama Allah SWT. Lalu ketika ingin makan bersama, maka berdoa tentu utama kemudian dibakarnya kayu gaharu atau kemenyan(syarat untuk aroma bukan ibadah pada agama atau etnis tertentu) sebagai pengharum ruangan saat makan bersama. Lebih mirip syukuran dalam agama Islam dengan rasa kebersamaan. Jauh dari kesyrikan dan dari dahulu sudah diajarkan bahkan para Walisongo pun membumi dengan tradisi yang tidak menuju Kesyirikan, saya harap daerah yang lainnya saat ini dapat mencontoh tradisi Sedeke Rame ini yang benar.
- Melagu Ringit . Ringit itu sendiri artinya rintihan dan tiap lagu dari ringit merupakan rintihan dan sikap pasrah yang dimainkan pada melodi gitar atau kecapi. mungkin ada lagi tradisi lainnya yang belum diketahui penulis, sebab penulis sendiri lahir pada era milineal. Dengan menyebarnya tiap Suku Basemah di daerah-daerah pelataran Sumatra yang telah dijelaskan maka memang filsuf yang tertanam"jangan merusak jadilah" merajuk pada sejarah dan kemarutan Ilmu Hitam saat ini. Maka dari itu pesan penulis perbanyaklah beribadah kepada yang Maha Esa.
Berdasarkan hal tersebut. Agar budaya tersebut menjadi nilai-nilai yang tahan lama, maka Budaya harus menjadi nilai-nilai yang tahan lama karena akan adanya proses internalisasi budaya. Internalisasi adalah proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri (self) orang yang bersangkutan. Penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik metodik pendidikan dan pengajaran.[2] . Maka dari itu pengajaran dari Suku Basemah memang menamkan internalisasi budaya sedari dini agar ketika dewasa memiliki bagian diri(self) yang kuat tadi.
rujukan salah satu ringit
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=800510964098948&id=100024201563242