Sun Yat-sen
fisikawan, politikus, dan tokoh revolusioner Tiongkok (1866–1925) / From Wikipedia, the free encyclopedia
Sun Yat-Sen (Hanzi: 孫逸仙, Pinyin: Sūn Yì-xian, 12 November 1866 – 12 Maret 1925 ) [1][2] adalah seorang pemimpin kunci revolusi Tiongkok dan diakui secara luas sebagai Bapak Negara Tiongkok Modern, baik di Republik Taiwan maupun di Tiongkok Daratan.
Sun Yat-sen | |
---|---|
孫文 / 孫中山 / 孫逸仙 | |
Presiden Sementara Republik Tiongkok | |
Masa jabatan 1 Januari 1912 – 10 Maret 1912 | |
Wakil Presiden | Li Yuanhong |
Kuomintang | |
Masa jabatan 10 Oktober 1919 – 12 Maret 1925 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | (1866-11-12)12 November 1866 Xiangshan, Guangdong |
Meninggal | 12 Maret 1925(1925-03-12) (umur 58) Beijing |
Makam | Monumen Sun Yat-sen, Nanjing, Jiangsu |
Kebangsaan | Republik Tiongkok |
Partai politik | Kuomintang |
Suami/istri | Lu Muzhen (1885–1915) Kaoru Otsuki (1903–1906) Soong Ching-ling (1915–1925) Chen Cui-fen (1892-1925) |
Anak | Sun Fo Sun Yan Sun Wan Fumiko Miyagawa (b. 1906) |
Alma mater | Sekolah Tinggi Kedokteran Tiongkok-Barat Hong Kong |
Pekerjaan | Dokter Politikus Revolusioner Penulis |
Tanda tangan | |
Sunting kotak info • L • B | |
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Tiongkok masih diperintah oleh seorang kaisar Dinasti Qing. Dinasti Qing cenderung ingin mempertahankan nilai-nilai tradisional dan enggan beradaptasi dengan nilai modern. Sun Yat-sen yakin bahwa Tiongkok perlu ditata dengan cara baru melalui revolusi, yakni dengan mengubah sistem monarki absolut menjadi republik. Pada 1894, ia meninggalkan praktik kedokteran dan beralih ke politik, meski tak memiliki pendidikan di bidang politik. Ia pergi ke Hawaii dan membentuk organisasi Xinzhonghui (Masyarakat Tiongkok Bangkit). Organisasi ini menjadi cikal bakal pemberontakan melawai Dinasti Qing yang ia organisir di tahun-tahun berikutnya.[3]
Pada tahun 1895, ia memimpin suatu pemberontakan di Kanton, tetapi dapat diredam. Secara keseluruhan, ia memimpin sebelas kali revolusi terhadap Dinasti Qing dan akhirnya berhasil menumbangkan kekaisaran, sehingga kaisar harus turun takhta.[4] Tiongkok selanjutnya menjadi Republik Tiongkok pada tahun 1911 yang didirikan oleh Sun Yat-sen. Ia juga merupakan pendiri Partai Kuomintang (KMT), menjadi pejabat presiden pada 1911-1912 dan presiden pada 1923–1925.[3]
Sun dianggap sebagai salah satu pemimpin terbesar Tiongkok modern, tetapi dalam kehidupan politiknya dia selalu berjuang terus-menerus dan sering diasingkan. Setelah keberhasilan Revolusi Xinhai pada tahun 1911, ia dengan cepat mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Tiongkok yang baru didirikan dan menyerahkannya kepada Yuan Shikai. Sun pergi ke pengasingan di Jepang untuk keselamatan dirinya, tetapi kembali lagi ke Tiongkok untuk membentuk pemerintahan revolusioner sementara di Tiongkok Selatan sebagai pemerintahan tandingan selama Era Panglima Perang yang menguasai sebagian besar Tiongkok.[3]
Pada tahun 1923, ia mengundang perwakilan Komunis Internasional ke Kanton guna mengorganisasi kembali partainya dan membentuk aliansi rapuh dengan Partai Komunis Tiongkok. Dia tidak sempat menyaksikan partainya (KMT) menyatukan Tiongkok di bawah pimpinan Chiang Kai-shek, yang menjadi penggantinya, dalam Ekspedisi Utara. Sun meninggal di Beijing karena kanker kandung empedu pada 12 Maret 1925.[5]
Warisan utama Sun adalah filosofi politiknya yang dinamakan Tiga Prinsip Rakyat: Mínzú (民族主義, Mínzú Zhǔyì) atau nasionalisme (merdeka dari dominasi asing), Mínquán (民權主義, Mínquán Zhǔyì) atau "hak rakyat" (sering diartikan menjadi "demokrasi") dan (民生主義, Mínshēng Zhǔyì) atau mata pencaharian rakyat (terkadang diterjemahkan menjadi "komunitarianisme" atau "kesejahteraan").[6][7][8]