Bias konfirmasi
kecenderungan orang untuk menyukai informasi yang menegaskan keyakinan atau nilai mereka / From Wikipedia, the free encyclopedia
Bias konfirmasi atau prasikap cocok adalah suatu kecenderungan bagi orang-orang untuk mencari bukti-bukti yang mendukung pendapat atau kepercayaannya serta mengabaikan bukti-bukti yang menyatakan sebaliknya.[1] Kesalahan pemikiran ini menyebabkan penarikan kesimpulan yang salah dan merintangi pembelajaran yang efektif.[2] Francis Bacon pernah menyinggung secara tidak langsung mengenai kesalahan pemikiran ini dalam esainya, Novum Organum, meskipun pada masa itu istilah bias konfirmasi belum diketahui.[3] Ia menceritakan mengenai seorang pengunjung di sebuah kuil Romawi yang sebelumnya juga pernah diceritakan oleh Cicero.[3] Orang Romawi bercerita mengenai kehebatan dewa-dewa mereka agar pengunjung tersebut terkesan dan kemudian memperlihatkan sebuah gambar beberapa pelaut yang selamat dari kecelakaan kapal karena rajin berdoa.[3] Menyikapi hal tersebut, sang pengunjung bertanya, "Di mana gambar mereka yang sudah berdoa tetapi tetap tenggelam?"[3]
Bias konfirmasi memiliki penerapan yang luas yang melingkupi banyak sekali konteks,[4] seperti pencarian informasi yang bias, interpretasi informasi yang bias, dan ingatan yang bias. Bias konfirmasi memiliki beberapa efek seperti : 1) Polarisasi sikap (ketika ketidaksepakatan berujung pada hal yang ekstrim walaupun pihak-pihak yang belawanan merujuk kepada bukti yang sama); 2) Keras kepala yang parah walau sudah dihadapkan dengan pelbagai bukti yang bertentangan 3) Efek primer irasional (kertergantungan pada informasi yang didapatkan lebih awal); dan 4) ilusi korelasi (ketika orang salah menginterpretasikan hubungan antara dua peristiwa atau situasi).[5]
Penyebab dari bias konfirmasi merupakan topik yang masih diteliti. Sebuah penelitian pada tahun 1960 menemukan bahwa orang menjadi bias untuk mengkonfirmasi apa yang mereka telah percayai.[6] Penelitian selanjutnya kemudian menafsirkan kembali hasil tersebut sebagai kecenderungan untuk menafsirkan suatu ide dari hanya satu sisi, yaitu hanya fokus pada satu kemungkinan dan mengabaikan penjelasan alternatif dari ide tersebut. Secara umum, berdasarkan yang diketahui saat ini, bias konfirmasi bisa jadi disebabkan oleh keterbatasan kapasitas otak manusia untuk memproses secara lengkap informasi yang tersedia, sehingga menyebabkan kegagalan untuk menafsirkan informasi dengan cara yang netral dan ilmiah.[7]
Keputusan salah yang berasal dari bias konfirmasi dapat ditemukan pada konteks politik, organisasi, keuangan, bahkan dalam sains.[8] Misalnya, seorang detektif polisi dapat mengidentifikasi tersangka di awal penyelidikan, tetapi kemudian hanya mencari bukti yang mengkonfirmasi penetapan awal daripada bukti-bukti lain yang bisa mendiskonfirmasinya. Demikian pula dengan seorang praktisi medis yang mungkin terlalu berfokus diagnosa awal terhadap suatu penyakit sehingga kemudian hanya mencari bukti yang menguatkan diagnosa awal tersebut. Bias konfirmasi dapat membuat seseorang memiliki kepercayaan diri yang berlebih sehingga membuatnya menjadi sangat keras kepala dalam mempertahankan pendapatnya walau dihadapkan bukti yang bertentangan. Di media sosial, bias konfirmasi diperparah dengan penggunaan gelembung filter, atau "pengeditan algoritmik", yang hanya menampilkan informasi yang cenderung disukai oleh seorang pengguna, sehingga mereduksi jumlah informasi berlawanan yang didapatkan oleh seorang pengguna.[9]