Kesultanan Singora (Jawi: كسلطانن سڠڬورا) adalah sebuah kesultanan Melayu-Islam yang wujud terletak dalam rangkuman kawasan Songkhla di selatan Thailand moden. Sejarah awal Singgora terdapat pada catatan awal China pada abad ke 6 dan 7 M. Singgora juga disebut Singor, Sanjura, Sanjur, Senggora, Sung-kra dan Sung-Ch’ia. Tersebut dalam Salasilah Sultan Sulaiman (Sai Sakun Sultan Sulaiman) dikisahkan tentang saudagar Parsi bernama Datuk Muzaffar dari Jawa Tengah (ada catatan lain menyebut Datuk Monggol) bermastautin di Sitingpra, Singgora.
Fakta Segera Ibu negara, Kerajaan ...
Kesultanan Singora Darussalam كسلطانن سڠڬورا دار السلام |
---|
|
|
Ibu negara | Singora |
---|
Kerajaan | Kesultanan |
---|
Era Sejarah | Zaman Ayuthaya |
---|
|
• Didirikan | 1603 |
---|
• Dibubarkan | 1680 |
---|
|
Sekarang sebahagian dari | Selatan Thailand |
---|
Tutup
Fakta Segera Sultan Singgora سلطان سڠڬورا, Butiran ...
Sultan Singgora سلطان سڠڬورا |
---|
|
|
|
|
Gelaran | Kebawah Duli Yang Maha Mulia |
---|
Penyandang pertama | Sultan Muzaffar Syah (Datuk Monggol) |
---|
Penyandang terakhir | Sultan Mustafa / Syariff Mustafa |
---|
Pembentukan | 1603; 421 tahun yang lalu (1603) |
---|
Persemayaman | Teluk Singgora, Songkhla |
---|
Tutup
Kesultanan ini didirikan sepanjang kaki bukit pegunungan Khao Daeng di Singha Nakhon.[1] Kota ini didirikan pada tahun 1603 oleh Dato Mogol, seorang Muslim Parsi yang dilantik sebagai wizurai raja Siam yang dikehendaki membayar ufti berupa bunga mas kepada Kerajaan Ayutthaya. Dari awal, tempat tersebut ditetapkan sebagai pelabuhan bebas cukai dan bersaing dengan tetangganya Kesultanan Pattani dalam hal perdagangan.[2]
Jeremias van Vliet, pengarah kilang Syarikat Hindia Timur Belanda di Ayuthaya menggambarkan Singora sebagai salah satu kota penting di Siam dan pusat perdagangan berpengaruh mendapatkan timah, timbal dan lada hitam.[3][4] Pada tahun 1622, Belanda mengeksport lebih dari 500 ton lada dari Singora.[5] Manfaat lain yang diperoleh dari letak Singora adalah: kotanya ideal, pelabuhannya alami,[6] dan merupakan bagian dari jaringan rute darat dan rute sungai yang dapat mempercepat perdagangan antar-semenanjung dengan Kesultanan Kedah.[7]
Dato Mogol mangkat pada 1619 dan takhtanya diambil alih oleh putera sulung baginda, Sulaiman.[8][note 1]
Maklumat lanjut Bil, Sultan ...
Senarai Sultan Singgora
Bil |
Sultan |
Pemerintahan |
1 |
Sultan Muzaffar Syah (Datuk Monggol) |
1603 - 1618 |
2 |
Sultan Sulaiman Syah |
1618 - 1668 |
3 |
Sultan Mustafa / Syariff Mustafa |
1668 - 1680 |
Tutup
Kejatuhan Melayu kerana diserang oleh Melayu.
Pada 1668, Sultan Sulaiman Singgora telah mangkat. Puteranya menjadi raja bergelar Sultan Mustafa. Adindanya, Nik Husein menjadi Raja Muda dan Nik Hassan menjadi Laksamana. Seorang lagi putera, Nik Mahmud memberontak. Siam melantiknya menjadi Raja Ligor dan diberi gelar Phraya Ram Decho. Pada 1680, Siam arahkan Sultan Mahmud Phraya Ram Decho menyerang Singgora. Sultan Mustafa kalah. Sejak hari itu, Singgora tidak ada raja lagi. Pada 1777, Siam melantik seorang Cina, Yiang Sae Hao menjadi Raja Singgora bergelar Phraya Songkhla. Sejak itu, Dinasti Yiang Sae Hao memerintah Singgora sebagai raja sehingga 1901. Selama 126 tahun, negeri Melayu berajakan Cina. Keluarga Cina ini selalu disebut Na Songkhla.
Tanda tangan di atas makam Sulaiman diberikan tanggal penobatannya pada tanggal 1619; sebuah plakat baja dekat museum arkeologi negara "Situs ini dikenal sebagai sebuah kota pelabuhan berpengaruh selama zaman Ayuthaya pada abad ke-17 Masehi. Ia memainkan peran penting baik secara lokal maupun antar-wilayah pada waktu itu. Datoh Mogal, yang ditunjuk sebagai gubernur Singora, adalah orang yang berinisiasi dan mengembangkan perdagangan maritim dengan pedagang-pedagang internasional. Dengan mengenalkan dan mengembangkan kota tersebut sebagai sebuah pelabuhan internasional, Datoh Mogal mendapatkan pendapatan dalam jumlah besar dari kapal-kapal asing bagi pusat ibu kota Ayuthaya. Datoh Mogal digantikan oleh putranya, Sultan Sulaiman, pada tahun 1620. Sultan Sulaiman diangkat oleh Raja Songtham (1610-1628) dari Kerajaan Ayuthaya. Singora di bawah kekuasaan Sulaiman adalah tempat perdagangan terkenal."
Sumber utama
- Pemerintah Thai / Perpustakaan Nasional Vajiranana
- Dutch Papers: extracts from the "Dagh Register" 1624–1642 (PDF), Vajiranana National Library, Bangkok, 1915
- Good Man Town: Surat Thani Tourist Information (PDF), Surat Thani Province Office of Tourism and Sports, Thailand, 2011, diarkibkan daripada yang asal (PDF) pada 2014-03-13
- Records of the relations between Siam and foreign countries in the 17th century. Volume 2 (PDF), Vajiranana National Library, Bangkok, 1916
- Tesis PhD
- Chounchaisit, Pensuda (2007), The study of cultural heritage management of Wat Matchimawat (Wat Klang), Songkhla, Silpakorn University, Thailand. Archived from the original on 6 April 2014., diarkibkan daripada yang asal pada 2014-04-07CS1 maint: location (link)
- na Pombejra, Dhiravat (1984), A political history of Siam under the Prasatthong dynasty 1629–1688, School of Oriental and African Studies, University of London, England
- Putthongchai, Songsiri (2013), What is it like to be Muslim in Thailand?, University of Exeter, England. Archived from the original on 27 March 2014., diarkibkan daripada yang asal pada 2014-04-13CS1 maint: location (link)
- Buku
- Colenbrander, Dr. H.T. (1898), Dagh-Register gehouden int Casteel Batavia: 1631–1634, Martinus Nijhoff
- Falarti, Maziar Mozaffari (2013), Malay Kingship in Kedah: Religion, Trade, and Society, Lexington Books, ISBN 0739168428
- Jacq-Hergouach, Michel (1993), L'Europe Et Le Siam Du XVIe Au XVIIe Siecle, L'Harmattan, ISBN 2738419739
- Loubère, Simon de la (1693), A new historical relation of the kingdom of Siam. Volume 1 (ed. 1st English), Printed by F.L. for Tho. Horne, Royal Exchange, London
- Montesano, Michael (2008), Thai South and Malay North: Ethnic Interactions on a Plural Peninsula, NUS Press, National University of Singapore, ISBN 9971694115
- Marcinkowski, Muhammad Ismail (2005), From Isfahan to Ayutthaya: Contacts Between Iran and Siam in the 17th Century, Pustaka Nasional Pte Ltd, Singapore, ISBN 9971774917
- Syukri, Ibrahim (1985), History of the Malay Kingdom of Patani, Ohio University Press, ISBN 0896801233
- Umar, Umaiyah Haji (2003), The assimilation of Bangkok-Melayu communities in the Bangkok metropolis and surrounding areas, Kuala Lumpur: Allwrite. Sdn. Bhd., ISBN 9749121341
- Jurnal
- Blagden, C.O. (1941), "A XVIIth Century Malay Cannon in London", Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, 19 (1): 122–124, ISSN 0126-7353
- Choungsakul, Srisuporn (2006), "The role of Chinese traders on the growth of Songkhla" (PDF), Manusya Journal of Humanities (Chulalongkorn University), 9 (2): 45, ISSN 0859-9920
- Hutchinson, E.W. (1933), "The French foreign mission in Siam during the XVIIth century" (PDF), Journal of the Siam Society, 26 (1): 3–4, ISSN 0857-7099
- Maxwell, W.G. (1910), "A Letter of Instructions from the East Indian Company to its Agent, circ. 1614" (PDF), Journal of the Straits Branch of the Royal Asiatic Society, 54: 80–81, ISSN 2304-7534
- Ravenswaay, L.F. van (1910), "Translation of van Vliet's Description of the Kingdom of Siam" (PDF), Journal of the Siam Society, 7 (1), ISSN 0857-7099
- Scrivener, R.S. (1981), "The Siamese Brass Cannon in the Figure Court of the Royal Hospital, Chelsea, London" (PDF), Journal of the Siam Society, 69: 169–170, ISSN 0857-7099
- Scupin, Raymond (1980), "Islam in Thailand before the Bangkok period" (PDF), Journal of the Siam Society, 68 (1): 63–64, ISSN 0857-7099
- Sweeney, Amin (1971), "Some Observations on the Malay Sha'ir", Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, 4 (1): 52–53, ISSN 0126-7353