Remove ads
From Wikipedia, the free encyclopedia
Kesultanan Singora (Jawi: كسلطانن سڠڬورا) adalah sebuah kesultanan Melayu-Islam yang wujud terletak dalam rangkuman kawasan Songkhla di selatan Thailand moden.
Kesultanan Singora Darussalam كسلطانن سڠڬورا دار السلام | |
---|---|
1603–1680 | |
Ibu negara | Singora |
Kerajaan | Kesultanan |
Era Sejarah | Zaman Ayuthaya |
• Didirikan | 1603 |
• Dibubarkan | 1680 |
Sekarang sebahagian dari | Selatan Thailand |
Sultan Singgora سلطان سڠڬورا | |
---|---|
Wilayah/Negeri | |
Fail:- | |
Butiran | |
Gelaran | Kebawah Duli Yang Maha Mulia |
Penyandang pertama | Sultan Muzaffar Syah (Datuk Monggol) |
Penyandang terakhir | Sultan Mustafa / Syariff Mustafa |
Pembentukan | 1603 |
Persemayaman | Teluk Singgora, Songkhla |
Sejarah awal Singgora terdapat pada catatan awal China pada abad ke 6 dan 7 M. Singgora juga disebut Singor, Sanjura, Sanjur, Senggora, Sung-kra dan Sung-Ch’ia.
Tersebut dalam Salasilah Sultan Sulaiman (Sai Sakun Sultan Sulaiman) dikisahkan tentang saudagar Parsi bernama Datuk Muzaffar dari Jawa Tengah (ada catatan lain menyebut Datuk Monggol) bermastautin di Sitingpra, Singgora.
Kesultanan ini didirikan sepanjang kaki bukit pegunungan Khao Daeng di Singha Nakhon.[1] Kota ini didirikan pada tahun 1603 oleh Dato Mogol, seorang Muslim Parsi yang dilantik sebagai wizurai raja Siam yang dikehendaki membayar ufti berupa bunga mas kepada Kerajaan Ayutthaya. Dari awal, tempat tersebut ditetapkan sebagai pelabuhan bebas cukai dan bersaing dengan tetangganya Kesultanan Pattani dalam hal perdagangan.[2]
Jeremias van Vliet, pengarah kilang Syarikat Hindia Timur Belanda di Ayuthaya menggambarkan Singora sebagai salah satu kota penting di Siam dan pusat perdagangan berpengaruh mendapatkan timah, timbal dan lada hitam.[3][4] Pada tahun 1622, Belanda mengeksport lebih dari 500 ton lada dari Singora.[5] Manfaat lain yang diperoleh dari letak Singora adalah: kotanya ideal, pelabuhannya alami,[6] dan merupakan bagian dari jaringan rute darat dan rute sungai yang dapat mempercepat perdagangan antar-semenanjung dengan Kesultanan Kedah.[7]
Dato Mogol mangkat pada 1619 dan takhtanya diambil alih oleh putera sulung baginda, Sulaiman.[8][note 1]
Bil | Sultan | Pemerintahan |
---|---|---|
1 | Sultan Muzaffar Syah (Datuk Monggol) | 1603 - 1618 |
2 | Sultan Sulaiman Syah | 1618 - 1668 |
3 | Sultan Mustafa / Syariff Mustafa | 1668 - 1680 |
Kejatuhan Melayu kerana diserang oleh Melayu.
Pada 1668, Sultan Sulaiman Singgora telah mangkat. Puteranya menjadi raja bergelar Sultan Mustafa. Adindanya, Nik Husein menjadi Raja Muda dan Nik Hassan menjadi Laksamana. Seorang lagi putera, Nik Mahmud memberontak. Siam melantiknya menjadi Raja Ligor dan diberi gelar Phraya Ram Decho. Pada 1680, Siam arahkan Sultan Mahmud Phraya Ram Decho menyerang Singgora. Sultan Mustafa kalah. Sejak hari itu, Singgora tidak ada raja lagi. Pada 1777, Siam melantik seorang Cina, Yiang Sae Hao menjadi Raja Singgora bergelar Phraya Songkhla. Sejak itu, Dinasti Yiang Sae Hao memerintah Singgora sebagai raja sehingga 1901. Selama 126 tahun, negeri Melayu berajakan Cina. Keluarga Cina ini selalu disebut Na Songkhla.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.