Widji Thukul (lahir 26 Agustus 1963 ) adalah penyair dan aktivis, yang terkenal atas puisi dan syairnya yang ditujukan untuk mengkritik pemerintahan rezim Orde Baru yang berkuasa pada masa pemerintahan Presiden Indonesia kedua, Soeharto. Pada tanggal 10 Februari 1998, Tukul dikabarkan menghilang dan tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang, muncul dugaan bahwa Thukul diculik oleh militer bersama beberapa aktivis lainnya.[3][4]
Widji Thukul | |
---|---|
Lahir | Widji Widodo 26 Agustus 1963 Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia[1] |
Menghilang | 10 Februari 1998 (pada umur 34 tahun)[2] |
Status | Hilang selama Error: Need valid year, month, day |
Pekerjaan | Penyair, aktivis |
Partai politik | Partai Rakyat Demokratik |
Suami/istri | Siti Diyah Sujirah |
Anak | Fitri Nganthi Wani, Fajar Merah |
Keluarga
Thukul, begitu sapaan akrabnya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia lahir dari keluarga Katolik dengan keadaan ekonomi sederhana. Ayahnya adalah seorang penarik becak, sementara ibunya terkadang menjual ayam bumbu untuk membantu perekonomian keluarga.[5]
Thukul Mulai menulis puisi sejak SD, dan tertarik pada dunia teater ketika duduk di bangku SMP. Bersama kelompok Teater Jagat, ia pernah ngamen puisi keluar masuk kampung dan kota. Sempat pula menyambung hidupnya dengan berjualan koran, jadi calo karcis bioskop, dan menjadi tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel. Pada Oktober 1989, Thukul menikah dengan istrinya Siti Dyah Sujirah alias Sipon yang saat itu berprofesi sebagai buruh.[6] Tak lama semenjak pernikahannya, Pasangan Thukul–Sipon dikaruniai anak pertama bernama Fitri Nganthi Wani, kemudian pada tanggal 22 Desember 1993 anak kedua mereka lahir yang diberi nama Fajar Merah.[7]
Pendidikan
Thukul pernah bersekolah di SMP Negeri 8 Surakarta dan melanjutkan pendidikannya hingga kelas dua di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia jurusan tari.[5] Thukul memutuskan untuk berhenti sekolah karena kesulitan keuangan.[8]
Aktivitas
Selama masa hidupnya ia aktif menyelenggarakan kegiatan teater dan melukis dengan anak-anak kampung Jagalan, tempat ia dan anak istrinya tinggal. Pada 1994, terjadi aksi petani di Bringin, Ngawi. Thukul yang memimpin massa dan melakukan orasi ditangkap serta dipukuli militer. Pada tahun 1992 ia ikut demonstrasi memprotes pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil PT Sariwarna Asli Solo. Tahun-tahun berikutnya Thukul aktif di Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (JAKER) sebagai ketua.[9] Kemudian pada tahun 1995 mengalami cedera mata kanan karena dibenturkan pada mobil oleh aparat sewaktu ikut dalam aksi protes karyawan PT Sritex.[10]
Menghilang
Peristiwa 27 Juli dan Kerusuhan Mei 1998 telah menyeret beberapa nama aktivis kedalam daftar pencarian aparat Kopassus Mawar.[5] Di antara para aktivis itu adalah aktivis dari Partai Rakyat Demokratik (PRD), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), JAKER, pengusaha, mahasiswa, dan pelajar yang menghilang terhitung sejak bulan April hingga Mei 1998.[11] Semenjak bulan Juli 1996, Thukul sudah berpindah-pindah keluar masuk daerah dari kota satu ke kota yang lain untuk bersembunyi dari kejaran aparat. Dalam pelariannya itu Thukul tetap menulis puisi-puisi pro-demokrasi yang salah satu di antaranya berjudul Para Jendral Marah-Marah. Kontak terakhir antara Thukul dan istrinya, Sipon terjadi pada Februari 1998, sejak saat itu Thukul menghilang. Setelah kondisi membaik pada tahun 2000, Sipon melaporkan hilangnya Thukul pada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), namun Thukul belum ditemukan hingga kini. Istri Thukul, Sipon kemudian meninggal dunia pada 2023.[12]
Karya
Ada tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, serta Bunga dan Tembok, ketiganya ada dalam antologi Mencari Tanah Lapang yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda, pada 1994. Tapi, sesungguhnya antologi tersebut diterbitkan oleh kerjasama KITLV dan penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Nama penerbit fiktif Manus Amici digunakan untuk menghindar dari pelarangan pemerintah Orde Baru. Puisi lain yang terkenal adalah Dibawah Selimut Kedamaian Palsu, yang dibacakan di gedung Kedutaan Jerman di Jakarta pada tahun 1989.[13]
Satu puisinya, "Sajak Ibu" telah digubah menjadi musik untuk vokal klasik dan piano oleh komponis dan pianis Ananda Sukarlan yang dianggap tokoh paling penting Indonesia dalam genre Tembang Puitik.
Berikut puisi lain yang ditulis oleh Thukul:
- Puisi Pelo, dipublikasikan oleh Taman Budaya Surakata, Solo, 1984.
- Darman dan Lain-lain, dipublikasikan Taman Budaya Surakata, Solo, 1994.
- Mencari Tanah Lapang, dipublikasikan oleh Manus Amici, 1994.
- Aku Ingin Jadi Peluru, dipublikasikan oleh IndonesiaTera, Magelang, 2000.
Penghargaan
Pada 1991, Thukul memperoleh Wertheim Encourage Award yang diberikan Wertheim Stichting, Belanda, bersama W.S. Rendra.[14] Setelah ia dinyatakan menghilang, pada 2002, ia dianugerahi penghargaan Yap Thiam Hien Award.[15] Pada tahun 2018, sebuah film dokumenter tentang kehidupan putra Thukul, Fajar Merah, yang berjudul Nyanyian Akar Rumput dibuat.[16]
Lihat pula
Pranala luar
- Wiji Thukul dan Orang Hilang Diarsipkan 2005-07-16 di Wayback Machine.
- Tokoh Indonesia Diarsipkan 2006-06-28 di Wayback Machine.
Referensi
Wikiwand in your browser!
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.