Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Sultan Thaha Saifuddin

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Sultan Thaha Saifuddin
Remove ads

Sultan Thaha Saifuddin[a][1][2] (juga dieja Sultan Thaha Syaifuddin); (1816 - 26 April 1904) adalah seorang sultan terakhir dari Kesultanan Jambi[3] dan Pahlawan Nasional Indonesia.[4][5] Ia menolak untuk memperbarui perjanjian yang diberlakukan pada para sultan pendahulunya oleh Belanda, yang menginvasi Jambi pada tahun 1858,[6] memerintah sebagian besar kesultanan sampai tahun 1899.[3] Thaha, terus mengklaim kesultanan dan menguasai bagian-bagiannya yang sulit dijangkau sampai dia dibunuh oleh tentara Belanda.[3]

Fakta Singkat ke-20, Berkuasa ...
Remove ads
Thumb
Potret Sultan Thaha Saifuddin beserta rombongannya (1904)
Remove ads

Latar belakang

Thaha dilahirkan di Keraton Tanah Pilih Jambi pada pertengahan tahun 1816. Ketika kecil, Ia biasa dipanggil Raden Thaha Jayadiningrat dan bersikap sebagai seorang bangsawan yang rendah hati dan suka bergaul dengan rakyat biasa.[7]

Kematian

Pada pertempuran di Sungai Aro, jejak Sultan Thaha tidak diketahui lagi oleh rakyat umum, kecuali oleh pembantunya yang sangat dekat. Ia meninggal pada tanggal 26 April 1904 dan dimakamkan di Muara Tebo, Jambi.[7]

Penghargaan

Namanya diabadikan untuk Bandar Udara Sultan Thaha di Kota Jambi, kemudian menjadi nama salah satu perguruan tinggi di Jambi UIN Sultan Thaha Saifuddin dan nama rumah sakit di Kabupaten Tebo. Sultan Thaha Saifuddin akhirnya dianugerahkan menjadi Pahlawan Nasional pada 24 Oktober 1977 berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 079/TK/Tahun 1977.[8]

Catatan kaki

  1. Peneliti Jambi terdahulu menggunakan ejaan yang variatif untuk nama Thaha Saifuddin. Penulis memilih menggunakan ejaan tersebut, selanjutnya diringkas Thaha, merujuk pada penulisan aksara Arab pada stempel yang digunakan oleh sultan serta keumuman penulisan dalam institusi resmi di Jambi saat ini. Dalam stempel resmi kesultanan tertulis طه سيف الدين yang jika ditransliterasi ke dalam aksara Latin menggunakan Turabian style menjadi Taha Sayf al-Din. Dalam diskusi tahun 2016 lalu, Elsbeth Locher-Scholten menjelaskan alasannya menggunakan ejaan Taha merujuk pada penulisan dalam dokumen-dokumen Belanda.
Remove ads

Referensi

Loading content...

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads