Loading AI tools
Raja Kesultanan Banjar Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Soeltan Soeriân Allâh[14] (Sultan Suryanullah)[1][15][16][17][18] atau Sulthan Soerian Sjach (Sultan Suriansyah 01)[19][20] atau Sultan Suria Angsa[21][22][23] adalah Raja Banjarmasin pertama yang memeluk Islam. Ia memerintah tahun 1500-1540.[4][24] Pangeran Jaya Sutera atau Jaya Samudera merupakan raja Banjar pertama sekaligus raja Kalimantan pertama yang bergelar Sultan yaitu Sultan Suryanullah. Gelar Sultan Suryanullah tersebut diberikan oleh seorang Arab yang pertama datang di Banjarmasin, beberapa waktu setelah Pangeran Samudera diislamkan oleh utusan Kesultanan Demak.[1]
Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Suriansyah | |||||
---|---|---|---|---|---|
SULTAN BANJAR I [1] | |||||
SULTAN BANJAR I | |||||
Berkuasa | Pangeran 1520-1540[2] | ||||
Penobatan | Sultan 24 September 1526 | ||||
Pendahulu | Pangeran Tumenggung (1525-1526 M.) Raja Negara Daha IV | ||||
Penerus | Sultan Rahmatullah 1540-1570 | ||||
PUTRA MAHKOTA | |||||
Berkuasa | 1525 -1526 | ||||
Penobatan | 1525 | ||||
Kelahiran | Raden Raga Samudera[1] [3] Kerajaan Negara Daha | ||||
Kematian | 1540 Kesultanan Banjar | ||||
Pemakaman | |||||
Pasangan | 1. Permaisuri Ratoe Sa'adah binti Syekh Abdul Qodir Danau Salak/ Pangeran Sukarama bin Sunan Serabut/Pangeran Surya Alam /Raden Panji Sekar menikahi Nyai Ageng Selulur/ Nyai Selo Lohor binti Raden Paku Sunan Giri Prabu Satmata (1481–1506) dari Isteri Dewi Murtasiyah Asyiqiyah
Raden Panji Sekar bin Maharaja Raden Sekar Sungsang 2. Nyai Noor hayati binti Labai Lamiah bin Raja Dayak Maanyan | ||||
Keturunan | 1. ♂ Sultan Rahmatullah 2. ♂ Pangeran Dipati Anom Di Hangsana | ||||
| |||||
Wangsa | Dinasti Banjarmasin | ||||
Ayah | Raden Mantri Alu bin Raden Bangawan bin Maharaja Sekar Sungsang bin Maharaja Carang Lalean bin Pangeran Suryawangsa bin Maharaja Suryanata[1] | ||||
Ibu | Ratu Intan Sari Galuh Baranakan binti Maharaja Sukarama bin Maharaja Sekar Sungsang bin Maharaja Carang Lalean bin Pangeran Suryawangsa bin Maharaja Suryanata[1] | ||||
Agama | Islam Sunni |
Sultan Suryanullah (Suriansyah 01) mangkat diperkirakan pada tahun 1540[4] atau 1546 (tertulis pada nisannya). Setelah mangkat Sultan ini mendapat gelar anumerta Panembahan Batu Habang atau Susuhunan (Sunan) Batu Habang, yang dinamakan berdasarkan warna batu bata merah (habang) yang menutupi kuburannya di Komplek Makam Sultan Suriansyah di Banjar Lama, sekarang Kuin Utara, Kalimantan Selatan.
♂ Suriansyah dari Banjar Sultan Suryanullah (Panembahan Batu Habang) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
♂ Rahmatullah Sultan Rahmatullah (Panembahan Batu Putih) | ♂ Pangeran Anom (Pangeran di Hangsana) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
♂ Pangeran Demang (Dipati Demang) | ♂ Sultan Hidayatullah dari banjar (Panembahan Batu Hirang) | ♂ Raden Zakaria | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nama lahirnya adalah Raden Samudera kemudian ketika diangkat menjadi raja di Banjarmasin oleh para patih (kepala kampung) di hilir sungai Barito, kemudian ia memakai gelar yang lebih tinggi yaitu Pangeran Samudera atau Pangeran Jaya Samudera. Ia lebih terkenal dengan gelar Sultan Suriansyah, dari kata surya (matahari) dan syah (raja) yang disesuaikan dengan gelar dari Raden Putra (Rahadyan Putra) yaitu Suryanata (nata = raja) seorang pendiri dinasti pada zaman kerajaan Hindu sebelumnya.
Menurut naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin alias Hikayat Banjar resensi I, Sultan Suryanullah merupakan keturunan ke-6 dari Lambung Mangkurat dan juga keturunan ke-6 dari pasangan Puteri Junjung Buih dan Maharaja Suryanata. Maharaja Suryanata dijemput dari Majapahit sebagai jodoh Puteri Junjung Buih (saudara angkat Lambung Mangkurat). Sultan Suryanullah juga merupakan keturunan ke-3 dari Raden Sekar Sungsang.
Selain itu gelar lainnya yang dipakai adalah Suryanullah (= matahari Allah), selanjutnya sultan-sultan Banjar berikutnya memakai kata Allah pada nama belakangnya, sedangkan nama belakang syah tidak pernah digunakan lagi oleh penerusnya.
Pada 24 September 1526 bertepatan 6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah. Tanggal ini dijadikan Hari Jadi Kota Banjarmasin, sekarang 483 tahun.
Raden Samudera adalah putera dari Puteri Galuh Beranakan (Ratu Intan Sari) yaitu puteri dari Maharaja Sukarama dari Kerajaan Negara Daha. Dan nama bapaknya adalah Raden Mantri Alu, keponakan Maharaja Sukarama.[1] Nama "Suriansyah" sering dipakai sebagai nama anak laki-laki suku Banjar.
Ketika Pangeran Samudera pertama kali mengatur kerajaan terpilih Patih Masih menjabat sebagai mangkubumi yang lebih tinggi tarafnya daripada Menteri Berempat atau dalam bahasa Banjar disebut Mantri Ampat yaitu 4 orang deputi yaitu:
Dibawah Gampiran dan Panumping terdapat 30 wilayah Mantri (captain). Keempat deputi ini juga berwenang sebagai hakim.
Sesudah lenyapnya Negara Daha, patih tertua, Aria Taranggana dari Negera Daha diangkat sebagai Mangkubumi dengan wewenang:
Keempat deputi berwenang juga sebagai jaksa dan hakim, tetapi segala keputusan mereka berdasarkan sebuah kodifikasi hukum yang disebut Kutara (Kutara Manawa?), yang disusun oleh Aria Taranggana ketika menjabat Mangkubumi Kerajaan Negara Daha.
Kementerian:
Sultan Trenggana pernah mengirim pasukan ke Barunadwipa.[25]
Datang Patih Balit itu membawa surat Sultan Demak, maka disuruh baca oleh Mangkubumi. Bunyinya:
Salam sembah putra andika pangeran di Banjarmasih sampai kepada Sultan Demak. Putra andika mencatu nugraha tatulung bantu tatayang sampiyan, karena putra andika barabut karajaan lawan patuha itu namanya Pangeran Tumenggung. Tiada dua-dua putra andika mancatu nugraha tatulung bantu tatayang sampiyan. Adapun lamun manang putra andika mangawula kepada andika. Maka persembahan putra andika: intan sapuluh, pekat saribu gulung, tatudung saribu buah, damar batu saribu kindai, jaranang sapuluh pikul, lilin sapuluh pikul.
Demikianlah bunyinya surat itu. Maka sembah Patih Balit: Tiada dua-dua yang diharap putra andika nugraha sampiyan itu. Banyak tiada tersebut. Maka kata Sultan Demak: Mau aku itu membantu lamun anakku Raja Banjarmasih itu masuk Islam. Lamun tiada masuk Islam tidak mau aku bertulung. Patih Balit kembali dahulu berkata demikian, maka kata Patih Balit: hinggih.[1]
Daerah-daerah yang takluk pada masa Sultan Suryanullah - Sultan Banjarmasin I disebutkan dalam Hikayat Banjar.[26]
Hikayat Banjar menyebutkan:
Sudah itu maka orang Sebangau, orang Mendawai, orang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu. Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam, orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.[1]
Legitimasi politik yang muncul bagi masyarakat Banjar bahwa seorang raja atau calon pengganti raja mestilah putra tertua raja yang lahir dari ibu yang juga berdarah raja (putera gahara). Hal ini mengacu pada pasangan Suryanata dan Junjung Buih sebagai idealisasinya. Para tutus raja atau garis lurus keturunan raja-raja (dalam konsepsi Hinduistik) yang juga berarti tutus naga (dalam konsepsi religi asli), diyakini sebagai wakil dewa di dunia. Tradisi ini dengan sendirinya menjadi sumber legitimasi politik bagi setiap penguasa yang silih berganti bertahta. Meskipun Kesultanan Banjar yang muncul pada abad ke-16 adalah Kerajaan Islam, namun tradisi politik yang diwariskan dari masa Negara Dipa itu ternyata tetap kuat mewarnai proses suksesinya. Aturan ini rupanya sangat dipahami oleh Maharaja Sukarama, raja kedua Negara Daha (kelanjutan Negara Dipa). Diceritakan dalam Hikayat Banjar, raja ini mempunyai empat orang istri dan empat orang putra dan satu orang putri. Mereka masing-masing adalah Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumanggung, Pangeran Bagalung, Pangeran Jayadewa, dan si bungsu perempuan bernama Putri Galuh Baranakan. Keempat istri raja tersebut rupanya tidak berdarah bangsawan, sehingga sang raja mengawinkan Putri Galuh Baranakan dengan putra saudaranya sendiri, Raden Bagawan, yang bernama Raden Mantri. Pasangan ini (Galuh dan Mantri) kemudian mempunyai seorang anak bernama Raden Samudera. Maharaja Sukarama menganggap cucunya ini memiliki keturunan bergaris lurus (lahir dari kedua orang tua yang sama-sama berdarah raja), sehingga diputuskan sebagai penggantinya kelak. Meski anak-anaknya keberatan atas keputusan itu, tapi sang ayah bersikukuh: “Maski bagaimana kata angkau karna sudah ia si Samudera itu ringan bibirku” (Hikayat Banjar). Pengingkaran terhadap wasiat raja ini, oleh Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumanggung karena ambisi tahta, membawa Kerajaan Negara Daha pada keruntuhannya.[27] [28]
Silsilah menurut naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin yang disebut Hikayat Banjar resensi 1.
Saudagar Jantan[29]
Saudagar Mangkubumi x Sita Rara
Raja Negara Dipa I: Ampu Jatmaka (anak angkat Raja Kuripan) x Sari Manguntu
Raja Negara Dipa II: Lambu Mangkurat (saudara angkat Puteri Junjung Buih) x Dayang Diparaja binti Aria Malingkun dari Tangga Ulin
Puteri Huripan x Raja Negara Dipa V: Maharaja Suryaganggawangsa bin Raja Negara Dipa IV: Pangeran Suryanata (suami dari Raja Negara Dipa III: Puteri Junjung Buih)
Puteri Kalarang (cucu Puteri Junjung Buih) x Pangeran Suryawangsa (adik Maharaja Suryaganggawangsa )
Raja Negara Dipa VI: Maharaja Carang Lalean (cucu Puteri Junjung Buih (1460–1470 M) x Raja Negara Dipa VII: Putri Kalungsu (1490–1495 M) adik Puteri Kalarang
Raja Negara Daha I: Raden Sekar Sungsang /Ki Mas Lelana/ /Raden Sari Kaburungan/ Maharaja Sari Kaburungan/ Panji Agung Rama Nata (1495–1500)
Raja Negara Daha II: Maharaja Sukarama(1500-1525 M).
Didahului oleh: Maharaja Raden Panjang Pangeran Tumenggung |
Sultan Banjar 1526-1540 |
Diteruskan oleh: Rahmatullah |
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.