Loading AI tools
Pembuatan daratan baru di laut, sungai atau danau Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Reklamasi daratan, umumnya dikenal dengan sebutan reklamasi saja atau juga land fill (bahasa Inggris dari “penimbunan tanah”), adalah proses pembuatan daratan baru di laut, sungai atau danau. Daratan hasil reklamasi dikenal sebagai tanah reklamasi atau tanah timbunan.
Salah satu proyek reklamasi berskala besar yang paling awal adalah Beemster Polder di Belanda, yang direalisasikan pada tahun 1612 dengan menambah lahan seluas 70 kilometer persegi. Di Hong Kong, Program Reklamasi Praya menambahkan 20 hingga 24 hektare lahan pada tahun 1890 selama tahap kedua konstruksi. Proyek ini merupakan salah satu proyek paling ambisius yang pernah dilakukan pada era Kolonial Hong Kong.[1] Di Jepang, sekitar 20% lahan di area Teluk Tokyo telah direklamasi, terutama pulau buatan Odaiba. Le Portier, Monako dan Gibraltar juga berkembang karena reklamasi lahan. Kota Rio de Janeiro sebagian besar dibangun di atas lahan reklamasi, demikian pula Wellington, Selandia Baru.
Reklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water level). Sistem timbunan dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) Hydraulic-fill: Tanggul dibuat terlebih dahulu, kemudian baru dilakukan pengurugan, atau (2) Blanket-fill: Tanah diurug terlebih dahulu, kemudian baru tanggul dibangun/dibuat dalam galian pada tepi.[2]
Reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang akan direklamasi dengan memompa air yang berada di dalam tanggul kedap air untuk dibuang keluar dari daerah lahan reklamasi. Lahan polder dibagi menjadi berpetak-petak, dengan parit-parit untuk mengalirkan air menuju parit utama, yang kemudian dipompa ke dareah yang lebih tinggi dan dibuang ke laut. Bangunan tanggul dibuat di sekeliling lahan polder untuk melindungi lahan polder tersebut agar air tidak masuk ke daerah tersebut. Metode ini dapat digunakan dengan menggunakan backhoe dredger dan cutter suction dredger.[2]
Reklamasi ini merupakan gabungan sistem polder dan sistem timbunan, yaitu setelah lahan diperoleh dengan metode pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai ketinggian tertentu sehingga perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan muka air laut tidak besar.[2]
Reklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang datar dan relatif rendah dari wilayah di sekitarnya tetapi elevasi muka tanahnya masih lebih tinggi dari elevasi muka air laut.[2]
Asal bahan material yang akan digunakan untuk menimbun areal reklamasi dapat diperoleh dari (atau tempat) sebagai berikut:
Kota yang paling berani mengadakan proses reklamasi adalah Dubai, Uni Emirat Arab. Reklamasi Dubai yang pertama adalah Palm Jumeirah. Pulau buatan berbentuk pohon palem ini memiliki luas 572.1 ha. Lahan yang dibuat terpisah dari pesisir, dengan bentuk yang dibuat cantik.
Di balik pembangunan reklamasi, pemerintah Dubai sadar bahwa lambat laun tambang minyaknya akan mengering, sehingga bisnis pariwisata dunia menjadi sorotannya saat ini. Dubai tidak memiliki sumber daya alam yang banyak, maka dari itu ia berani melakukan reklamasi daratan untuk menarik turis asing. Pulau ini menjadi pusat hiburan kelas atas dengan fasilitas yang eksklusif. Setelah Palm Jumeirah, proyek reklamasi Dubai yang masih dalam penggarapan adalah Palm Jebel Ali, Palm Deira, dan The World.
Reklamasi Dubai ini dilaksanakan oleh perusahaan pengembang nasional Dubai, Nakheel Properties. Kegiatan pengurukan dilakukan Perusahaan Belanda bernama Van Oord Dredging, salah satu ahli reklamasi di dunia
Proyek reklamasi dunia lain yang terkenal adalah Pulau Sentosa. Pulau ini dulunya dikenal sebagai Pulau Blakang Mati yang kemudian digabungkan dengan pulau-pulau kecil sekitarnya. Pulau Sentosa seluas 500 hektar ini menjadi pusat wisata yang menawarkan berbagai macam fasilitas hiburan seperti hotel, taman, villa, dan arena permainan. Beberapa tempat wisata terkenal yang terdapat di pulau ini adalah Madame Tussauds Diarsipkan 2016-05-21 di Wayback Machine., Underwater World Diarsipkan 2016-04-20 di Wayback Machine., Dolphin Lagoon Diarsipkan 2016-04-20 di Wayback Machine., Animal & Bird Encounters Diarsipkan 2016-04-20 di Wayback Machine., Sentosa Adventure Park Diarsipkan 2016-04-20 di Wayback Machine., dan Universal Studio Singapura Diarsipkan 2014-07-04 di Wayback Machine..
Awalnya wilayah ini hanyalah pulau terpencil di Hongkong dan sepi penghuni. Lewat reklamasi di sebelah utara, timur dan timur laut Hongkong seluas 14 hektar, Tung Chung kini berubah wajah menjadi kota baru dengan magnet utamanya bandara international Hongkong dan wisata belanja. Area Tung Chung saat ini menjadi salah satu destinasi wisata utama di Hongkong. Citygate Outlets adalah magnet utama selain bandara international. Berada di jantung kota baru ini yang dihubungkan oleh MTR Tung Chung dan terminal bus, sehingga membuat Tung Chung menjadi mudah dikunjungi. Dikembangkan seluas 46,000 m2, pusat belanja ini menawarkan berbagai, hiburan, gerai makanan yang tersebar di lima lantai.
Reklamasi Belanda merupakan salah contoh reklamasi sukses dunia yang mendorong Indonesia untuk melakukan reklamasi serupa. Nama proyek Port of Rotterdam disebut-sebut menjadi inspirasi “Port of Jakarta”. Port of Rotterdam memang merupakan salah satu proyek reklamasi sukses di dunia. Pelabuhan hasil reklamasi proyek Maaksvlakte 1 telah mencapai kapasitas maksimum, maka dibuka proyek Maasvlakte 2 yang menghasilkan pelabuhan baru yang sudah diberdayakan untuk kepentingan komersial sejak tahun 2013. Saat ini, Port of Rotterdam menjadi pelabuhan terbesar di benua Eropa dengan angka throughput per tahun sebesar 465 juta ton.
Di Indonesia, reklamasi untuk membentuk daratan yang dilakukan dari garis pantai disebut dengan reklamasi pantai, dan diatur melalui Peraturan menteri Pekerjaan Umum No. 40 tahun 2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.[3] Beberapa pihak juga menggunakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai dasar hukum reklamasi, tetapi Permen KP tersebut hanya berisi pelimpahan wewenang pengelolaan dari menteri ke kepala daerah yang telah diatur butir-butirnya dan tidak mencakup pembuatan satuan kerja pengelolaan yang baru selain yang telah disebutkan.[4]
Dalam Permen PU No. 40 tahun 2007, syarat untuk mengajukan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yaitu:
Sedangkan tahap-tahap pelaksanaannya yaitu:
AMDAL yang belum dipublikasikan kepada umum, didiskusikan secara terbuka, dan disahkan oleh kementerian lingkungan tidak bisa menjadi syarat untuk mengajukan RDTR reklamasi.
Perusahaan pengembang reklamasi Benoa adalah PT Tirta Wahana Bali Indonesia. Tipe reklamasi ini adalah reklamasi darat dengan anggaran Rp. 30 Triliun. Alasan dicanangkannya reklamasi Benoa adalah kerusakan alam yang terjadi di kawasan ini.
Beberapa tujuan reklamasi Benoa akan dimanfaatkan untuk kawasan nelayan dan pertokoan tepi laut, kawasan hunian dan hotel mangrove eco chalet, kawasan olahraga air dan waterfront, kawasan taman botanical, Pulau Pudut, kawasan kultur dan pura dan kawasan pusat belanja.
Status terkini dari perkembangan proyek reklamasi Teluk Benoa berada dalam tahap izin lingkungan yang diperoleh dari dokumen analisis dampak lingkungan atau disebut AMDAL, yang dikaji oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sejak awal tahun 2016, terdapat banyak kabar soal pengumuman hasil kajian AMDAL oleh Kementerian Lingkungan Hidup, akan tetapi sampai sekarang belum terdapat kepastian kelanjutan proyek reklamasi Teluk Benoa.[5]
Pada tahun 1995, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 52[6] mengenai Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keppres tersebut mengatur bahwa gubernur DKI Jakarta adalah pihak berwenang untuk reklamasi. Lampiran Keppres menunjukkan gambar di mana reklamasi tidak berupa pulau-pulau terpisah dari garis pantai utara melainkan perluasan Pantura. Namun, karena krisis moneter menimpa Indonesia pada tahun 1997, maka proses pembangunan ditunda.
Pada tahun 1999, DPRD dan Pemda DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Sutiyoso mengeluarkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang 2010[7] dimana reklamasi masuk ke rencana tata ruang dan berubah dari rencana 1995. Tujuan reklamasi disebutkan untuk perdagangan dan jasa internasional, perumahan dan pelabuhan wisata. Perda RTRW mengatakan reklamasi seluas kurang lebih 2.700 hektar dan diperuntukkan bagi perumahan.
Tahun 2003, Kementerian Lingkungan Hidup, saat itu dipimpin Menteri Nabiel Makarim, menerbitkan Keputusan Menteri No. 14 yang menyatakan bahwa proyek reklamasi dan revitalisasi Pantura Jakarta tidak layak dilaksanakan. Kementerian mengatakan bahwa reklamasi akan meningkatkan risiko banjir terutama di kawasan utara, merusak ekosistem laut, dan menyebabkan penghasilan nelayan menurun. Proyek juga akan membutuhkan sekitar 330 juta meter kubik pasir (untuk wilayah seluas 2.700 hektar) Diarsipkan 2016-06-12 di Wayback Machine., dan akan mengganggu PLTU Muara Karang Diarsipkan 2016-08-06 di Wayback Machine. di Jakarta Utara. Pada tahun 2003, enam kontraktor menggugat keputusan tersebut ke PTUN Diarsipkan 2016-08-06 di Wayback Machine.. Enam perusahaan tersebut adalah: PT Bakti Era Mulia, PT Taman Harapan Indah, PT Manggala Krida Yudha, Pelindo II, PT Pembangunan Jaya Ancol and PT Jakarta Propertindo.
Terlepas dari proses pengadilan yang sedang berjalan, pada tahun 2007 Gubernur Sutiyoso menerbitkan izin prinsip untuk Pulau 2A yang kemudian menjadi Pulau D untuk PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group pada 19 Juli dalam Surat Gubernur Nomor 1571/-1.711. Mahkamah Agung memenangkan Kementerian Lingkungan Hidup dalam kasus gugatan enam kontraktor terhadap keputusan menteri yang menyatakan reklamasi tidak layak pada tingkat kasasi. Sebelumnya kementerian kalah di dua pengadilan di bawahnya. Namun pada tahun 2011 dalam persidangan Peninjauan Kembali kasus Kementerian Lingkungan Hidup vs enam kontraktor, Mahkamah Agung memenangkan enam kontraktor Diarsipkan 2016-04-07 di Wayback Machine..
Dalam perkembangannya, reklamasi yang tadinya ditujukan untuk Pantai Utara Jakarta menurut Keputusan Presiden No.52/1995, berubah dengan seiring ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Peraturan Presiden No. 54 Diarsipkan 2016-08-05 di Wayback Machine. tentang rencana tata ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Pasal 70 menyatakan bahwa Keppres No. 52/1995 masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan di bawah Perpres 2008 tersebut. Namun Pasal 72 menyatakan Keppres No. 52/1995 sepanjang berkaitan dengan aspek tata ruang tidak lagi berlaku. Kedua pasal ini menjadi sumber perdebatan mengenai Keppres No. 52/1995 yang dijadikan dasar hukum utama reklamasi Teluk Jakarta oleh Pemda DKI Jakarta.
Kawasan pantai utara Jakarta direncanakan untuk melalui proses reklamasi darat. Lahan yang akan direklamasi mencakup 17 pulau. Dua perusahaan pengembang yang sudah mendapatkan izin pada era kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo adalah PT Muara Wisesa Samudera yang merupakan anak perusahaan dari Agung Padomoro Group, dan PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group,
Tujuan pembangunan setiap pulau memiliki fungsi berbeda, beberapa di antaranya yaitu:
Hingga saat ini reklamasi di Jakarta masih menuai pro kontra dari Pemprov Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup. Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil di kementerian itu, Sudirman Saad mengatakan izin reklamasi itu bukan merupakan kewenangan kepala daerah, tetapi oleh Kementerian Kelautan. Reklamasi yang akan dilakukan pada 17 pulau belum pernah ada izin dari Kementerian
Pada Kamis (31/3/2016) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, M. Sanusi usai menerima uang dengan nilai total Rp 1.140.000.000. Uang suap itu diduga terkait dengan pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara dan revisi Perda nomor 8 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.[8]
Akibat dari penangkapan ini, pada 18 April 2016, Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Kementerian Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memutuskan pemberhentian sementara atau moratorium reklamasi Pantai Utara Jakarta. Seluruh pihak sepakat bahwa reklamasi tidak salah, tetapi terdapat tumpang tindih peraturan yang perlu dibereskan.[9]
Tipe reklamasi yang dijalankan di daerah ini adalah reklamasi darat (pesisir). Pemanfaatan lahan reklamasi pantai atau penimbunan laut terjadi di pesisir kota Makassar mulai gencar dilakukan sejak awal tahun 2000-an. Namun berjalan lambat karena adanya pro kontra reklamasi. Pemkot Makassar juga membuat master plan rencana reklamasi kawasan strategis bisnis global terpadu Makassar yang pada akhirnya direspon oleh Pemprov dengan membuat rencana pembangunan Centre Point of Indonesia (CPI). Koordinasi Advokasi Kopel Indonesia, Musaddaq dikutip media menyebutkan, proyek CPI tanpa perencanaan di RPJMD 2008-2013.
Anggaran yang digunakan bukan dari APBN, tetapi menggunakan APBD. Proyek tersebut belum direstui pemerintah pusat, karena tidak melalui mekanisme persetujuan legislaitf karena menimbun laut seluas 1.466,10 hektar. Sampai saat ini pro kontra reklamasi ini pun masih terjadi.
Pro-kontra reklamasi di berbagai daerah memicu pakar dari berbagai bidang untuk angkat bicara. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, misalnya. Ia menegaskan bahwa proyek reklamasi harus memiliki AMDAL yang memenuhi standar. Apabila tidak terpenuhi, izin pembangunan akan dicabut atau ditahan.[10] Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, juga mengeluarkan pernyataan serupa yang mengedepankan AMDAL yang sesuai dengan kepentingan masyarakat.[11] AMDAL memang menjadi syarat terpenting sebelum reklamasi dilanjutkan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengingatkan pengembang untuk menggarap serius AMDAL yang mencakup kajian potensi degradasi lingkungan dan rencana lingkungan terintegrasi, serta memperhatikan kepentingan dari segala pihak yang terdampak.[12]
Penolakan yang terdengar di beberapa lokasi proyek reklamasi seperti Jakarta dan Bali umumnya berasal dari pihak-pihak terdampak yang merasa reklamasi kurang bermanfaat bagi diri mereka. Padahal apabila dilihat dalam jangka panjang, reklamasi mengandung beberapa manfaat positif yang dapat dirasakan oleh masyaraakt sekitar proyek. Dalam bidang ekonomi, misalnya. Reklamasi hampir dipastikan akan membuka lapangan kerja baru dan membuka kesempatan investasi yang semakin besar.[13] Terbukanya lahan usaha baru di berbagai bidang, terutama pariwisata, juga akan meningkatkan pendapatan per kapita dan menggenjot daya beli masyarakat yang berdampat baik pada laju ekonomi bangsa.[14] Pakar lain dari bidang ketahanan negara juga menyebutkan bahwa reklamasi dalam skala besar seperti Jakarta dapat menjaga kedaulatan bangsa dan menghindari konflik batas maritim dengan negara tetangga seperti Singapura.[15]
Perlu disadari bahwa reklamasi memiliki untung-ruginya sendiri. Namun beberapa politikus mengingatkan rakyat dan pemerintah untuk mempertimbangkan baik kepentingan akar budaya maupun kepentingan komersial secara seimbang[16] atau bahkan memanfaatkan polemik ini untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.