Keraton Plered (bahasa Jawa: ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦥ꧀ꦭꦺꦫꦺꦢ꧀, translit. karaton plèrèd) adalah bekas keraton dan ibu kota Kesultanan Mataram pada tahun 1646–1680, setelah Keraton Karta. Sebenarnya Plered sudah direncanakan sebagai ibu kota sejak masa pemerintahan Sultan Agung, tetapi pemindahannya baru dilakukan pada tahun 1647.[1] Akibat dari pemberontakan Trunajaya, status ibu kota Plered berakhir pada tahun 1677, tetapi baru ditinggalkan sepenuhnya pada tahun 1680.[1]
Keraton Plered | |
---|---|
ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦥ꧀ꦭꦺꦫꦺꦢ꧀
Karaton Plèrèd | |
Informasi umum | |
Jenis | Keraton (telah hancur) |
Gaya arsitektur | Arsitektur Jawa |
Lokasi | Kabupaten Bantul |
Negara | Indonesia |
Koordinat | 7°51′48″S 110°24′41″E |
Mulai dibangun | 1644 |
Pemilik | Kesultanan Mataram |
Etimologi
Nama "Plered" berasal dari kosa kata bahasa Jawa: palérédan diambil dari kata léréd yang berarti "aliran". Dengan demikian Paleredan yang kemudian disingkat menjadi Plered bermakna "pengaliran".[2]
Tata letak
Karena keraton Plered telah hancur, tata letaknya hanya bisa diperkirakan dari catatan masa lalu, seperti deskripsi Rijcklof van Goens saat mengunjungi Plered tahun 1648, kunjungan Gerret Pieter Rouffaer tahun 1889, sebuah peta Plered yang dibuat oleh P. J. F. Louw tahun 1897, dan analisis dari babad yang diketahui mencatat Plered.[3]
Bentuk keraton dilaporkan sebagai bentuk persegi yang tidak simetris, dengan kecondongan sekitar 10 derajat, sementara Van Goens menggambarnya sebagai belah ketupat.[4][5] Van Goens juga mencatat keliling dalem keraton sebesar 2.256 meter. Seorang arkeolog Widya Nayati memperkirakan keliling temboknya sebesar 3.040 meter. Mengenai tinggi dan ketebalatan tembok tersebut, terdapat perbedaan antara sumber satu sama lain, seperti yang dijabarkan dalam tabel perbandingan ini:
Deskripsi tembok | Van Goens (1648) | Dagh Register (1659) | G. P. Rouffaer (1889) | Penelitian lapangan |
---|---|---|---|---|
Tinggi | ~5-6 meter | 9 meter | 5-6 meter | Sekitar 6 meter |
Ketebalan | ≤3 meter | 3 meter | 1.5 meter | 2.2-2.8 meter |
Peta Rouffaer memasukkan nama beberapa bangunan yang termasuk masjid, macan kurung, dan bagian keraton seperti Sitinggil, Keben, dan Srimanganti.[7] Sekitar kompleks keraton terdapat pemukiman yang dinamai setelah profesi penghuninya seperti Kauman untuk ulama, Gerjen untuk penjahit, dan nama ini masih ada hingga kini.[8]
Bangunan
Tidak seperti Keraton Karta yang bangunannya didominasi oleh kayu, bangunan Keraton Plered didominasi oleh batu bata. Keraton Plered dikelilingi dengan tembok-tembok setinggi 18-20 kaki dengan kedalaman 8-12 kaki.[9] Plered memiliki keraton seluas 3 hektar, dua masjid, dan alun-alun yang memiliki pohon beringin, yang setidaknya masih ada pada tahun 1989. Sementara bangunan-bangunan lainnya masih harus diidentifikasi.[10]
Kondisi bangunan Keraton Plered kini rata dengan tanah. Hal ini tak lepas dari serangan Trunajaya yang dibantu oleh Karaeng Galesong karena merasa tidak puas atas sikap Amangkurat I yang telah bersekutu dengan Belanda. Sisa-sisa bangunan keraton dapat ditemui di beberapa situs seperti Situs Pungkuran yang awalnya adalah bekas pondasi benteng keraton. Kemudia ada beberapa situs yang kini menjadi nama perkampungan seperti Kedaton, Segaryasa, Kepuntren, dan Kauman.[11]
Lihat pula
Referensi
Wikiwand in your browser!
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.