Perawan atau dara merupakan seseorang yang belum pernah melakukan persetubuhan.[1][2] Beberapa budaya maupun tradisi agama menempatkan keperawanan atau kedaraan sebagai suatu kehormatan, yang umumnya disandang oleh perempuan yang tidak menikah. Konsep keperawanan biasanya melibatkan isu moral atau religius yang berdampak pada status sosial maupun hubungan antarpribadi.[3][4]
Seperti kesucian, konsep keperawanan secara tradisional berkaitan dengan pantangan seksual. Konsep keperawanan biasanya melibatkan masalah moral atau agama dan dapat memiliki konsekuensi dalam hal status sosial dan dalam hubungan interpersonal.[5][6] Meskipun keperawanan memiliki implikasi sosial dan hukum yang signifikan dalam beberapa budaya dan masyarakat masa lalu, saat ini keperawanan tidak memiliki konsekuensi hukum di sebagian besar masyarakat.
Kata "perawan" awalnya merujuk pada perempuan yang tidak berpengalaman dalam hubungan seksual, tetapi saat ini tidak hanya sebatas itu.[3][7][8][9] Seseorang yang berorientasi heteroseksual bisa beranggapan bahwa keperawanan hanya akan hilang melalui penetrasipenis dan vagina,[3][8][10] sementara orang yang berorientasi seksual lain juga dapat menganggap seks oral, anal, hingga masturbasi sebagai seks yang menghilangkan keperawanan.[3][9]
Bennett, Linda Rae (2005). Women, Islam and modernity: single women, sexuality and reproductive health in contemporary Indonesia. Psychology Press. hlm.19–21. ISBN0-415-32929-9.
See here and pages 47–49 for views on what constitutes virginity loss and therefore sexual intercourse or other sexual activity; source discusses male virginity, how gay and lesbian individuals define virginity loss, and how the majority of researchers and heterosexuals define virginity loss/"technical virginity" by whether or not a person has engaged in penile-vaginal sex. Laura M. Carpenter (2005). Virginity Lost: An Intimate Portrait of First Sexual Experiences. NYU Press. hlm.295 pages. ISBN978-0-8147-1652-6. Diakses tanggal October 9, 2011.