Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Mu'adz bin Jabal

Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Mu'adz bin Jabal
Remove ads

Mu'adz bin Jabal (Bahasa Arab:معاذ بن جبل) adalah sahabat nabi dari kaum Anshar yang berbai'at kepada Rasulullah sejak pertama kali. Sehingga ia termasuk orang yang pertama kali masuk Islam (as-Sabiqun al-Awwalun). Mu'adz terkenal sebagai cendekiawan dengan wawasannya yang luas dan pemahaman yang mendalam dalam ilmu fiqh, dan bahkan Rasulullah menyebutnya sebagai sahabat yang paling mengerti yang mana yang halal dan yang haram. Mu'adz juga merupakan duta besar Islam yang pertama kali yang dikirim Rasulullah.

Fakta Singkat Nama dalam bahasa asli, Biografi ...

Nama panjangnya adalah Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus al-Khazraji, sedangkan nama julukannya adalah “Abu Abdurahman”. Ia dilahirkan di Madinah dan memeluk Islam pada usia 18 tahun. Fisiknya gagah, berkulit putih, berbadan tinggi, berambut pendek dan ikal, dan bergigi putih mengkilat. Muadz termasuk dalam rombongan berjumlah sekitar 72 orang Madinah yang datang berbai’at kepada Rasulullah. Setelah itu ia kembali ke Madinah sebagai seorang pendakwah Islam di dalam masyarakat Madinah. Ia berhasil mengislamkan beberapa orang sahabat terkemuka misalnya Amru bin al-Jamuh. Rasulullah mempersaudarakannya dengan Ja’far bin Abi Thalib. Rasulullah mengirimnya ke negeri Yaman untuk mengajar. Rasulullah mengantarnya dengan berjalan kaki sedangkan Mu’adz berkendaraan, dan Nabi bersabda kepadanya: ” Sungguh, aku mencintaimu“.[1] Mu’adz bin Jabal wafat tahun 18 H ketika terjadi wabah hebat di Syam, tempat ia mengajar sebagai utusan khalifah Umar bin Khattab, waktu itu usianya 33 tahun.

Remove ads

Kefaqihan Mu'adz

Ringkasan
Perspektif

Sebagai seorang sahabat dengan tingkat keimanan dan keyakinan yang tinggi, Mu’adz bin Jabal tidak pernah absen dari medan pertempuran yang diikuti oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun, keistimewaan terbesar Mu’adz bukan semata-mata terletak pada keberanian di medan jihad, melainkan pada kefakihan dan pemahaman mendalamnya terhadap ajaran Islam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan pernah bersabda, "Umatku yang paling tahu tentang halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal." Hal ini menjadi pengakuan tertinggi atas keluasan ilmunya.

Suatu ketika, saat Rasulullah mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman sebagai seorang qadhi (hakim), beliau bertanya, "Wahai Mu’adz, dengan apa engkau akan memutuskan suatu perkara?"

Mu’adz menjawab, "Dengan Kitab Allah."

Beliau bertanya lagi, "Jika tidak engkau temukan dalam Kitab Allah?"

Mu’adz menjawab, "Maka dengan sunnah Rasulul-Nya."

Beliau kembali bertanya, "Jika tidak engkau temukan dalam sunnah Rasulull-Nya?"

Mu’adz menjawab, "Aku akan berusaha maksimal berijtihad dengan pendapatku."

Mendengar jawaban tersebut, wajah Rasulullah pun berseri-seri, lalu beliau bersabda: "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap sesuatu yang membuat Rasulullah ridha."[2]

Remove ads

Ijtihad Mu’adz bin Jabal

Ringkasan
Perspektif

Loyalitas Mu’adz bin Jabal terhadap Kitab Allah dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menghalangi akalnya untuk menggunakan ijtihad. Akalnya tidak terkungkung oleh kebekuan berpikir, bahkan mampu menyingkap berbagai fakta besar yang selama ini menanti untuk diungkap oleh mereka yang berani dan cerdas. Kemampuan dan keberanian Mu’adz dalam berijtihad berdasarkan logika dan pemahaman yang mendalam bisa jadi merupakan rahasia di balik keunggulannya dalam bidang fikih. Ia bahkan melampaui sahabat-sahabat lain dalam aspek ini, dan ia menyandang status uang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:

“Manusia yang paling mengetahui tentang halal dan haram.”[2]

Riwayat-riwayat sejarah menggambarkan betapa cemerlangnya akal Mu’adz bin Jabal serta ketegasan sikapnya dalam memutuskan perkara. Salah satu riwayat tersebut berasal dari ‘Idz bin ‘Abdillah, yang mengisahkan:

"Suatu hari, aku masuk ke masjid bersama beberapa sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada awal masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Aku duduk dalam sebuah majelis yang dihadiri lebih dari tiga puluh orang. Masing-masing dari mereka meriwayatkan satu hadis dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Di tengah-tengah majelis tersebut, terdapat seorang pemuda berkulit coklat cerah, tutur katanya indah, wajahnya tampan, dan ia adalah yang termuda di antara seluruh yang hadir.

Jika salah seorang dari mereka mengalami kebingungan atau kesulitan mengingat suatu hadis, mereka akan menanyakannya kepada pemuda itu. Ia pun memberikan jawaban yang jelas dan tepat. Ia tidak berbicara kecuali bila ditanya, dan ketika ia menjawab, semua mendengarkan.

Seusai majelis, aku mendekatinya dan bertanya, 'Siapakah engkau, wahai hamba Allah?'

Ia menjawab, 'Aku adalah Mu’adz bin Jabal.'"[2]

Remove ads

Mu'adz Wafat

Kedudukan ilmu yang tinggi serta rasa hormat kaum Muslimin kepadanya telah diraih Mu'adz bin Jabal sejak masa hidup Rasulullah ﷺ hingga setelah wafatnya. Ia meninggal dunia pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab dalam usia yang belum genap 33 tahun.[2]

Keistimewaan Mu'adz Bin Jabal Ra

Ringkasan
Perspektif

Berikut adalah di antara keistimewaan Mu'adz bin Jabal Ra:

  1. Seorang Tokoh dari kalangan Anshor yang ikut berba'iat iman kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pada Baiat Aqabah II. Artinya beliau adalah Assabiqunal awwalun dari golongan Anshor.
  2. Memilihi Kefaqihan atau kealiman yang tinggi dalam hukum syariat Islam. Hingga beliau dipuji oleh Rosulallah sholallahu alaihi wasallam, "Umatku yang paling tahu persoalan yang halal dan yang haram ialah Mu'adz bin Jabal ra.
  3. Karena kealiman beliau akan Hukum Islam, beliau DIutus Rosulallah sholallahu alaihi wasallam untuk berdakwah di Yaman. Bahkan beliau dipuji Rosulallah sholallahu alaihi wasallam, "Segala Puji bagi Allah yang memberikan taufik kepada utusan Rosulallah (Mu'adz) sebagaimana yang diridhoi oleh Rosulallah."
  4. Kealimannya di akui oleh sahabat-sahabat yang lain. DIkisahkan, dimasa Khalifah Umar, suatu ketika A'idzullah bin Abdillah masuk masjid bersama beberpa sahabat. Dia berkata, "Aku duduk disuatu majlis yang dihadiri oleh lebih dari tiga puluh orang, masing-masing menyebutkan hadits yang mereka terima dari Rosulallah sholallahu alaihi wasallam. Pada Majlis yang berbentuk lingkaran itu adan anak muda yang sangat tampan, hitam manis warna kulitnya, bersih, manis tutur katanya dan termuda usianya di antara mereka. Jika mereka terdapat pada suatu hadits, mereka menanyakan pada anak muda itu dan ia pun segera memberikan fatwanya. Ia tidak pernah berbicara kecuali bila diminta. tatkala majlis berakhir, aku mendekati anak muda itu dan menanyakan siapa namanya. ia pun menjawab, "Saya adalah Mu'adz bin Jabal".
  5. Kealimannya dipuji oleh Umar bin Khattab ra. Dalam kepemimpinannya, Sayyidina Umar ra sering meminta pendapat dan nasihat dari Mu'adz bin Jabal. bahkan Umar pernah berkata, "JIka bukan karena Mu'adz bin Jabal, Umar pasti celaka".
  6. Menjadi Rujukan sahabat dalam fatwa dan pendapat. Shahar bin Hausyab berkata, "Bila para sahabat berbicara dan di antara hadir Mu'adz bin Jabal, mereka pasti meminta pendapatnya karena kewibawannya".Dan jika para sahabat berbeda pendapat dalam suatu hal, mereka menyerahkan perkara itu pada Mu'adz untuk memutuskannya.
  7. Hanya berbicara ketika diminta. Meski beliau memiliki keilmuan yang tinggi, namun beliau bukan orang yang suka berbicara untuk menunjukkan kepandaiannya. Beliau lebih banyak diam, di Majlis Ilmu pun lebih banyak diam. beliau akan bicara jika diminta untuk bicara. Namun ketika beliau mulai berbicara, akan membuat semua orang terpukau. bahkan seseorang yang mengenalnya berkata, "Seolah-olah dari mulutnya keluar cahaya dan mutiara".
  8. Beliau adalah pemimpin golongan Ulama (sayyidul Ulama'). Umar ra mendengar bahwa Rosulallah sholallahu alaihi wasallam Bersabda, "MU'adz bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama pada hari kiamat".
  9. Seandainya beliau tidak wafat diusia Muda, yaitu hampir 33 tahun, Umar bin Khattab hendak menjadikannya sebagai Khalifah yang menggantikannya. Umar ra berkata, "Sekiranya saya mengangkat Mu'adz sebagai pengganti (sebagai amirul mukminin), lalu ditanya oleh Allah mengapa saya mengangkatnya, saya akan menjawab, Aku mendengar Nabi-Mu bersabda, "Bila Ulama menghadap Allah, Mu'adz pasti berada di antara mereka".
  10. Senantiasa mengingat kematian. Dikisahkan, suatu ketika Rosulallah ﷺ bertemu dengan Mu’adz bin Jabal, beliau berkata, “Apa kabarmu pagi hari ini wahai Mu’adz?”. Mu’adz ra menjawab, “Aku menghadapi pagi ini sebagai orang yang beriman, Wahai Rosulallah ﷺ”. Rosulallah bersabda, “Setiap kebenaran ada hakikatnya, lantas apakah hakikat keimananmu”. Mu’adz pun berkata, “Setiap pagi hari aku menyangka tidak akan menemui lagi waktu sore. Setiap berada diwaktu sore aku menyangka tidak akan mencapai diwaktu pagi lagi. Tiada satu Langkahpun yang kulangkahkan, kecuali aku menyangka tiada yang diiringi lagi dengan Langkah lainnya. Seolah-olah kusaksikan setiap umat jatuh berlutu, dipanggil buku catatannya. Dan aku seolah-olah menyaksikan penduduk sugra menikmati kesenangan surga, sedangkan penduduk neraka menederita siksa didalamnya. Rosulallah ﷺ bersabda, “Engkau memang mengetahuinya, karena itu peganglah kuat-kuat dan jangan engkau lepaskan”.
  11. Dipuji Abdullah Bin Mas'ud seperti Nabi Ibrahim as, "Mu'adz adalah hamba yang tunduk pada Allah dan berpegang teguh kepada agama-Nya. Kami menganggap Mu'adz seperti Nabi Ibrahim as. Mu'adz senantiasa menyeru manusia untuk menjadi orang yang berilmu dan ahli Dzikir.[3]
Remove ads

Referensi

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads