Keruntuhan Maya Klasik merujuk pada kemunduran peradaban Maya Klasik dan ditinggalkannya kota-kota Maya Klasik di dataran rendah Maya selatan antara abad ke-8 hingga abad ke-9. Peristiwa ini tidak sama dengan keruntuhan Maya Praklasik pada abad ke-2. Periode Klasik dalam kronologi Mesoamerika secara umum merujuk pada periode antara tahun 300 hingga 900, dengan seratus tahun terakhir (800-900) disebut Klasik Terminal.[1] Keruntuhan Maya Klasik merupakan salah satu misteri terbesar dalam bidang arkeologi. Pusat perkotaan Maya Klasik di dataran rendah selatan seperti Palenque, Copán, Tikal, dan Calakmul mengalami kemunduran selama abad ke-8 dan ke-9 dan ditinggalkan setelahnya. Secara arkeologis, kemunduran ini diketahui melalui berhentinya pembuatan inskripsi monumen dan berkurangnya pembangunan berskala besar di pusat-pusat perkotaan periode klasik.
"Keruntuhan" ini tidak mengakhiri peradaban Maya, terutama peradaban di Yucatán Utara yang masih berkembang, walaupun memiliki gaya artistik dan arsitektural yang berbeda serta tidak banyak menggunakan tulisan hieroglif monumental. Pada periode post-klasik, negara Chichén Itzá menjadi negara besar yang secara singkat menyatukan banyak wilayah Maya, dan kota-kota seperti Mayapán dan Uxmal berkembang, dan begitu pula negara-negara dataran tinggi seperti K'iche' dan Kaqchikel. Peradaban Maya yang merdeka terus berdiri hingga tahun 1697 ketika bangsa Spanyol menaklukan Tayasal, negara-kota Maya merdeka terakhir. Namun, jutaan bangsa Maya masih menghuni semenanjung Yucatan hingga kini.
Karena sebagian peradaban Maya masih berdiri, beberapa ahli tidak menyukai istilah "keruntuhan."[2] Mengenai keruntuhan ini, E. W. Andrews IV bahkan berkata bahwa "menurut saya hal semacam itu tidak terjadi."[3]
Maya sering kali mencatat tanggal dalam monumen yang mereka bangun. Beberapa monumen dibangun sekitar tahun 500 M - sekitar 10 per tahun pada tahun 514 M sebagai contoh. Jumlahnya meningkat menjadi 20 per tahun pada tahun 672 M dan 40 pada tahun 750 M. Setelah itu, jumlah monumen yang dibangun per tahun mulai berkurang dengan cepat hingga hanya 10 pada tahun 800 dan 0 pada tahun 900. Daftar raja-raja yang tercatat juga melengkapi daftar ini. Altar Q menunjukkan masa kekuasan raja-raja dari tahun 426 hingga 763. Satu raja terakhir yang tak tercatat dalam Altar Q adalah Ukit Took, yang mungkin merupakan perebut takhta. Dinasti ini diyakini runtuh segera setelah itu. Di Quirigua, dua puluh mil di sebelah utara Copán, raja terakhir yang bernama Jade Sky mulai berkuasa antara tahun 895 hingga 900, dan di seluruh Maya semua kerajaan jatuh pada waktu yang kurang lebih sama.[4]
Bukti ketiga kemunduran Maya dikumpulkan oleh Ann Corinne Freter, Nancy Gonlin, dan David Webster dengan menggunakan teknik yang disebut hidrasi obsidian. Teknik ini memungkinkan mereka memetakan penyebaran dan perkembangan permukiman di Lembah Copán dan memperkirakan populasinya. Antara tahun 400 hingga 450, populasi diperkirakan sekitar enam ratus orang. Jumlahnya meningkat hingga dua puluh delapan ribu antara tahun 750 hingga 800 - lebih besar dari kota London dan Paris pada masa itu. Populasi kemudian mulai berkurang. Pada tahun 900, jumlah penduduk menurun menjadi lima belas ribu, dan pada tahun 1200 jumlah penduduk menjadi kurang dari 1000 di Copán.[4]
Terdapat sekitar 88 teori atau variasi teori yang mencoba menjelaskan Keruntuhan Maya Klasik.[5] Walaupun teori bervariasi dari perubahan iklim hingga deforestasi, belum ada teori yang diterima secara umum, walaupun teori kekeringan saat ini dianggap sebagai penjelasan yang paling mungkin.[6]
Tanah tropis yang tipis dengan tingkat kesuburan yang berkurang dan tidak dapat digunakan lagi ketika sudah tidak ada hutan.[7]
Kekeringan musiman mengeringkan air di permukaan.[8]
Pejabat kolonial Spanyol dengan akurat mendokumentasikan siklus kekeringan, kelaparan, penyakit, dan perang, sehingga menyediakan catatan sejarah pola kekeringan di wilayah Maya yang dapat dipercaya.[9]
Faktor iklim pertama kali disinggung pada awal tahun 1931 oleh Thomas Gann dan J.E.S. Thompson.[10] Dalam The Great Maya Droughts, Richardson Gill mengumpulkan dan menganalisis serangkaian penelitian iklim, sejarah, hidrologi, cincin pohon, vulkanik, geologis, dasar danau, dan arkeologi, dan menunjukkan bahwa kekeringan yang panjang menyebabkan Keruntuhan Maya Klasik.[11] Teori kekeringan menyediakan penjelasan yang komprehensif karena faktor non-lingkungan dan budaya seperti peperangan, invasi asing, pemberontakan petani, atau berkurangnya perdagangan dapat dijelaskan sebagai akibat dari kekeringan panjang.[12]
Pada tahun 2012, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science menunjukkan bahwa berkurangnya curah hujan mungkin menyebabkan keruntuhan Maya. Berdasarkan sampel dari sedimen danau dan gua di wilayah sekitar kota-kota besar Maya, peneliti dapat menentukan curah hujan tahunan di wilayah tersebut. Kekeringan yang berlangsung antara tahun 800-950 mampu menghabiskan persediaan air musiman di dataran rendah Yucatán.[13][14][15]
Kritikus teori ini bertanya-tanya mengenai mengapa kota-kota di utara seperti Chichen Itza, Uxmal, dan Coba terus berkembang.[16] Namun, penduduk di Yucatán utara memiliki akses ke makanan laut, dan ini mungkin merupakan alasan mengapa Chichen Itza dan Mayapan mampu bertahan.[17] Kritikus teori kekeringan juga menyatakan bahwa berdasarkan pola cuaca saat ini, curah hujan di dataran rendah selatan lebih tinggi dari curah hujan di Yucatán utara. Pendukung teori kekeringan membalas dengan menyatakan bahwa iklim wilayah tersebut berubah, termasuk curah hujan, sehingga curah hujan modern tidak dapat disamakan dengan curah hujan antara tahun 800-900. Arkeolog Heather McKillop juga menemukan bahwa permukaan laut di sepanjang pantai meningkat, dan hal ini terjadi bersamaan dengan berakhirnya periode Klasik, sehingga menunjukkan terjadinya perubahan iklim.[18]
Andrews IV, E. W. (1973). The development of Maya civilization after the abandonment of the southern cities. In Culbert, T. P. (ed.), The Classic Maya Collapse, University of New Mexico Press, Albuquerque, hal. 243–265.
“Like most things, collapse explanations are subject to fashion, and the one most in the limelight today is climatic change, or more specifically, megadrought.” Quote is from Webster (2002, p.239); see also article by Diamond (2003).
Braswell, Geoffrey E. (2003). "Introduction: Reinterpreting Early Classic Interaction". Dalam Geoffrey E. Braswell (Ed.). The Maya and Teotihuacan: Reinterpreting Early Classic Interaction. Austin: University of Texas Press. hlm.1–44. ISBN0-292-70587-5. OCLC49936017.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link) Pemeliharaan CS1: Teks tambahan: editors list (link)
Demarest, Arthur (2004). Ancient Maya: The Rise and Fall of a Rainforest Civilization. Case Studies in Early Societies, No. 3. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN0-521-59224-0. OCLC51438896.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Dunning, Nicholas P. (2002). "Arising from the Bajos: The Evolution of a Neotropical Landscape and the Rise of Maya Civilization". Annals of the Association of American Geographers. Washington, DC: Blackwell Publishing. 92 (2): 267–283. doi:10.1111/1467-8306.00290. OCLC89457939. Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Favier, Jean (dir. and coord.) (c.1989). Chronicle of the French Revolution, 1788-1799. Clifton Daniel (series general ed.) (edisi ke-English translation of Chronique de la Révolution, 1788-1799 (1988), Paris:Larousse.). London/New York: Chronicle Publications, distributed in USA by Prentice Hall. ISBN0-13-133729-7. OCLC19729759. Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |year= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Gill, Richardson B. (2000). The Great Maya Droughts: Water, Life, and Death. Albuquerque: University of New Mexico Press. ISBN0-8263-2194-1. OCLC43567384.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Martin, Simon (1995). "Maya Superstates". Archaeology. New York. 48 (46): 41–46. Parameter |coauthor= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Montgomery, John (2002). How to Read Maya Hieroglyphs. New York: Hippocrene Books. ISBN0-7818-0861-8. OCLC47764291.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Morley, Sylvanus G. (1956). The Ancient Maya (edisi ke-3rd). Stanford, CA: Stanford University Press. OCLC484868.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Olson, Mancur (1982). The Rise and Decline of Nations: Economic Growth, Stagflation, and Social Rigidities. New Haven, CT: Yale University Press. ISBN0-300-02307-3. OCLC8451838.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Sabloff, Jeremy A. (1990). The New Archaeology and the Ancient Maya. New York: Scientific American Library, distributed by W.H. Freeman. ISBN0-7167-5054-6. OCLC60170399.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Stuart, Gene S. (1993). Lost Kingdoms of the Maya. Washington, DC: National Geographic Society. ISBN0-87044-928-1. OCLC27012239. Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Thompson,J. Eric S. (1970). "Trade Relations Between Maya Highlands and Lowlands". Maya History and Religion. Norman: University of Oklahoma Press. ISBN0-8061-2247-1. Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)