Searah jarum jam dari kiri atas: Empis livida, Rhinotia hemistictus, anjing tanah (Gryllotalpa brachyptera), Vespula germanica, Opodiphthera eucalypti, Harpactorinae
Serangga termasuk salah satu kelompok hewan yang paling beragam, mencakup lebih dari 1.000.000 spesies dan menggambarkan lebih dari setengah organisme hidup yang telah diketahui.[2][3] Jumlah spesies yang masih ada diperkirakan antara 6.000.000–10.000.000[2][4][5] dan berpotensi mewakili lebih dari 90% bentuk kehidupan hewan yang berbeda-beda di bumi.[6] Serangga dapat ditemukan di hampir semua lingkungan, meskipun hanya sejumlah kecil yang hidup di lautan, suatu habitat yang didominasi oleh kelompok artropoda lain, krustasea.
Kajian mengenai peri kehidupan serangga disebut entomologi.[7] Kelas Insekta dibagi lagi menjadi 29 ordo, antara lain Coleoptera (kumbang), Lepidoptera (kupu-kupu dan ngengat), Diptera (lalat) dan Hymenoptera (misalnya semut, lebah, dan tawon).[8] Kelompok Apterigota terdiri dari 4 ordo karena semua serangga dewasanya tidak memiliki sayap, dan 25 ordo lainnya termasuk dalam kelompok Pterigota karena memiliki sayap.[8]
Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi.[7] Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses mengelilingi dunia.[7]
Struktur peredaran darah serangga adalah sistem peredaran darah terbuka. Dan semua serangga bertelur (ovipar).
Sebagian besar serangga adalah hewan terestrial yang hidup di darat, tetapi terdapat juga jenis serangga akuatik yang hidup di air, misalnya: anggang-anggang dan kumbang air (Noteridae). Beberapa serangga seperti capung dan nyamuk adalah semiakuatik karena hanya kehidupan fase larvanya adalah di air.[butuh rujukan]
Pada periode Perem (270 juta tahun yang lalu) beberapa kelompok serangga telah menyerupai bentuk yang dijumpai sekarang.[7]
Banyak fosil serangga yang ditemukan berumur puluhan juta tahun yang lalu tidak beda jauh dengan serangga saat ini, misalnya fosil wereng berumur 25 juta tahun yang ditemukan di Dominika yang terperangkap pada getah pinus, dan masih banyak lagi fosil-fosil serangga yang ditemukan yang berumur puluhan juta tahun.
Sayap serangga mungkin pada awalnya berevolusi sebagai perluasan kutikula yang membantu tubuh serangga itu menyerap panas, kemudian baru menjadi organ untuk terbang.[7] Pandangan lain menyarankan bahwa sayap memungkinkan hewan itu meluncur dari vegetasi ke tanah, atau bahkan berfungsi sebagai insang dalam serangga akuatik.[7] Hipotesis lain menyatakan bahwa sayap serangga berfungsi untuk berenang sebelum mereka berfungsi untuk terbang.[7]
Salah satu alasan mengapa serangga memiliki keanekaragaman dan kelimpahan yang tinggi adalah kemampuan reproduksinya yang tinggi, serangga bereproduksi dalam jumlah yang sangat besar, dan pada beberapa spesies bahkan mampu menghasilkan beberapa generasi dalam satu tahun.[7]
Kemampuan serangga lainnya yang dipercaya telah mampu menjaga eksistensi serangga hingga kini adalah kemampuan terbangnya.[7] Hewan yang dapat terbang dapat menghindari banyak predator, menemukan makanan dan pasangan kawin, dan menyebar ke habitat baru jauh lebih cepat dibandingkan dengan hewan yang harus merangkak di atas permukaan tanah.[7]
Umumnya serangga mengalami metamorfosis sempurna, yaitu siklus hidup dengan beberapa tahapan yang berbeda: telur, larva, pupa, dan imago.[8] Beberapa ordo yang mengalami metamorfosis sempurna adalah Lepidoptera, Diptera, Coleoptera, dan Hymenoptera.[8]Metamorfosis tidak sempurna merupakan siklus hidup dengan tahapan: telur, nimfa, dan imago.[8] Peristiwa larva meninggalkan telur disebut dengan eclosion.[butuh rujukan] Setelah eclosion, serangga yang baru ini dapat serupa atau berbeda sama sekali dengan induknya.[8] Tahapan belum dewasa ini biasanya mempunyai ciri perilaku makan yang banyak.[8]
Pertumbuhan tubuh dikendalikan dengan menggunakan acuan pertambahan berat badan, biasanya dalam bentuk tangga di mana pada setiap tangga digambarkan oleh lepasnya rangka luar lama (exuviae), di mana proses ini disebut ekdisis atau ganti kulit.[8] Karena itu pada setiap tahapan, serangga tumbuh sampai di mana pembungkus luar menjadi terbatas, setelah ditinggalkan lagi dan seterusnya sampai sempurna.[9]
Kumbang yang membentuk ordo Coleoptera merupakan makhluk hidup yang paling beranekaragam di dunia. Kumbang memiliki sayap depan keras (disebut elytra) yang melindungi sayap belakangnya. Kebanyakan kumbang termasuk subfamiliPolyphaga.
Kupu-kupu dan ngengat, dari ordo Lepidoptera, memiliki tipe mulut pengunyah pada fase larva, sedangkan memiliki tipe mulut penghisap pada fase imago. Adapun habitat dapat dijumpai di pepohonan.[8]
Lalat rumah dan nyamuk, dari ordo Diptera, hanya memiliki sepasang sayap dan uniknya adalah ia memiliki sepasang halter yang membantukannya dalam penerbangan.
Semut, lebah dan tawon, dari ordo Hymenoptera, memiliki ovipositor untuk memasukkan telur ke tempat yang biasanya tidak dapat dijangkau. Ovipositor ini sering juga berfungsi sebagai sengat.
Tonggeret, kepik daun, kepinding, anggang-anggang, dan lainnya dari ordo Hemiptera (kepik) memiliki mulut bertipe penusuk dan pengisap. Ada beberapa yang mengisap darah dan sebagian sebagai pengisap cairan pada tumbuhan. Sebagian besar bersifat parasit bagi hewan, tumbuhan, maupun manusia.[9]
Belalang, jangkrik dan belalang juta, dari ordo Orthoptera, boleh mengerik dengan menggosok bagian tubuh tertentu, misalnya dengan sayap atau kaki. Ciri khas yang dapat dijumpai yaitu sayap depan lebih keras dari sayap belakang.[11]
Kecoak dan rayap, dari ordo Blattodea, memiliki tipe mulut pengunyah, tubuh lebar dan rata, dan sepasang antena panjang yang lentur. Dulu kecoak dan rayap dianggap berasal dari ordo yang beda (Isoptera), tetapi penelitian oleh para taksonom pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa secara filogenetika, rayap sebenarnya adalah kecoak.[12][13]
Capung dan capung jarum, dari ordo Odonata, memiliki tipe mulut pengunyah. Umumnya Ordo ini termasuk karnivora yang memakan serangga kecil dan sebagian bersifat kanibal atau suka memakan sejenis. Habitatnya adalah di dekat perairan. Biasanya ditemukan di sekitar air terjun, di sekitar danau, dan pada daerah bebatuan.[9]
Lalat batu yang membentuk ordo Plecoptera merupakan serangga akuatik pada stadium nimfa dan hidup di dalam air tawar. Setiap spesies dari Plecoptera tidak bisa tahan hidup di dalam air yang tercemar, jadi lalat batu dapat berfungsi sebagai bioindikator untuk kualitas air.[14]
Lalat capung yang membentuk ordo Ephemeroptera merupakan serangga terbang tertua yang sudah ada sejak zaman karbon akhir.[15]
Belalang sentadu yang membentuk ordo Mantodea memiliki kepala bersegitiga dan kaki depan berduri tajam yang besar untuk memangsa serangga atau hewan kecil lain.[16]
Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Fosil-fosilnya dapat dirunut hingga ke masa Ordovicius. Fosil kecoak dan capung raksasa primitif telah ditemukan. Sejumlah anggota Diptera seperti lalat dan nyamuk yang terperangkap pada getah juga ditemukan.
Metamorfosis pada Serangga
Hewan ini juga merupakan contoh klasik metamorfosis. Setiap serangga mengalami proses perubahan bentuk dari telur hingga ke bentuk dewasa yang siap melakukan reproduksi. Pergantian tahap bentuk tubuh ini sering kali sangat dramatis. Di dalam tiap tahap juga terjadi proses "pergantian kulit" yang biasa disebut proses pelungsungan. Tahap-tahap ini disebut instar. Ordo-ordo serangga sering kali dicirikan oleh tipe metamorfosisnya. Metamorfosis pada serangga ada 2, yaitu metamosfosis sempurna dan metamorfosis tidak sempurna. Perbedaan yang mencolok pada metamorfosis sempurna adalah adanya tahap pembentukan kepompong, sedangkan pada metamorfosis tidak sempurna tidak terdapat tahap pembentukan kepompong.
Morfologi Serangga
Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian utama, sementara bentuk pradewasa biasanya menyerupai moyangnya, hewan lunak beruas mirip cacing. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa adalah kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen).
Peran serangga
Banyak serangga yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya sebagai organisme pembusuk dan pengurai termasuk pengurai limbah, sebagai objek estetika dan wisata seperti kupu-kupu, kumbang yang berwarna-warni, bermanfaat pada proses penyerbukan maupun sebagai hama tanaman, pakan hewan (burung) yang bernilai ekonomi tinggi,[18] penghasil madu (dari genus Apis) dll.[19] Disamping peran secara langsung serangga juga memiliki peran yang tidak langsung yaitu menjaga keseimbangan ekologi di alam, karena serangga termasuk salah satu dari rantai makanan, di mana beberapa jenis burung menjadikan serangga sebagai makanan utamanya. Namun jika jumlahnya tidak terkendali karena keseimbangan alam yang terganggu akibat berkurangnya pemangsa serangga, maka jumlah serangga akan tidak terkendali, karena salah satu sifatnya yang dapat berkembang biak dengan cepat, sehingga hal ini juga akan merugikan, baik bagi pertanian, perkebunan, kepada manusia secara langsung. Bebarapa daerah menjadikan beberapa jenis belalang sebagai bahan makanan, seperti belalang kayu, larva beberapa jenis kumbang juga di konsumsi sebagai makanan yang lezat. Secara kandungan gizi, belalang kaya akan kandungan protein hewani bahkan di Tiongkok, Thailand, Vietnam, Indonesia dan negara eropa beberapa hotel berbintang telah menyediakan menu dari belalang.
Makanan serangga
Makanan pada serangga tergantung pada tipe mulutnya, ada beberapa jenis tipe mulut pada serangga yang ini juga akan menentukan jenis makanannya yaitu: menusuk menghisap, menggigit mengunyah, mencium. Dalam dunia serangga ada beberapa jenis makanan yang sering ditemukan, yaitu serangga jenis herbivor, karnivor dan ada juga omnivor.
Wilson, E.O. "Threats to Global Diversity" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-20. Diakses tanggal 17-05-2009.Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)
Novotny, Vojtech; Basset, Yves; Miller, Scott E.; Weiblen, George D.; Bremer, Birgitta; Cizek, Lukas; dan Drozd, Pavel (2002). "Low host specificity of herbivorous insects in a tropical forest". Nature (dalam bahasa Inggris). 416 (6883): 841–844. Bibcode:2002Natur.416..841N. doi:10.1038/416841a. PMID11976681.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Erwin, Terry L. (1997). Biodiversity at its utmost: Tropical Forest Beetles (dalam bahasa Inggris). hlm.27–40. Dalam: Reaka-Kudla, M. L., Wilson, D. E. and Wilson, E. O. (ed.). Biodiversity II. Joseph Henry Press, Washington, D.C.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)
Erwin, Terry L. (1982). "Tropical forests: their richness in Coleoptera and other arthropod species". Coleopt. Bull. (dalam bahasa Inggris). 36: 74–75.
Eggleton, Paul; Beccaloni, George; Inward, Daegan (22 Oktober 2007). "Response to Lo et al". National Library of Medicine (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2 Juni 2022.