Loading AI tools
desa di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Gelogor adalah sebuah desa di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Saat ini Gelogor dipimpin oleh Achmad Arman Iswara (2019-2025)
Gelogor | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Nusa Tenggara Barat |
Kabupaten | Lombok Barat |
Kecamatan | Kediri |
Kode pos | 83362 |
Kode Kemendagri | 52.01.02.2004 |
Luas | ... km² |
Jumlah penduduk | 7.813 jiwa |
Kepadatan | ... jiwa/km² |
Desa Gelogor merupakan salah satu Desa dari 10 (sepuluh) Desa yang ada di Kecamatan Kediri, Desa Gelogor memiliki luas : 168,162 Ha, yang terdiri dari 8 Dusun. Secara administratif Desa Gelogor berdiri sejak 17 april tahun 1998 Pemekaran dari Desa Rumak Setelah pemekaran, Desa Gelogor di definitif pada tahun 2000. desa gelogor memiliki 8 (delapan) dusun, yaitu :
pemekaran dilakukan karena melihat perkembangan dan luas wilayah, jumlah penduduk serta aspirasi dari masyarakat diwilayah pemekaran yang sudah sesuai dengan tatanan yang berlaku tentang pemekaran Desa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah pada tahun 2001 Desa melakasanakan pemekaran
Selama perjalanan pemerintahan dari awal berdirinya sampai saat ini sudah 3 (tiga) kali berpindah lokasi Kantor Desa, yaitu:
Gelogor merupakan desa sentra produksi kerupuk terbaik di Lombok Barat. Desa Gelogor terkenal dengan produksi kerupuk sudah sejak lama. Dalam Pendidikan, di desa Gelogor terdapat 2 Sekolah Dasar Negeri, 1 SLTA yaitu SMA 1 Kediri, juga terdapat tiga Pondok Pesantren, yaitu Pondok Pesantren NW Hamzanwadi (TK, MI, Mts, MA,) Pondok Pesantren Al-Amin Gersik ( TK, MI, Mts, MA dan perguruan tinggi) .
Desa Gelogor merupakan salah satu Desa dari 10 (sepuluh) Desa yang ada di Kecamatan Kediri, Desa Gelogor memiliki luas : 168,162 Ha, yang terdiri dari 8 du
usun. Secara administrasi desa Gelogor berdiri sejak 17 april 1998 hasil Pemekaran dari Desa Rumak. namun secara historical , desa gelogor sejatinya sudah ada sejak ratusan tahun silam. hal ini terbukti dengan banyaknya makam-makam tua yang berada di pemakaman umum desa gelogor, disebalah barat desa gelogor serta ariket-artikel belanda dan catatan lainnya yang menyebut dan menceritakan tentang desa ini. salah satunya adalah buku de lombok expeditie karya W.cool tahun terbitan batavia tahun 1896 yang menceritakan tentang penyergepan tentara belanda pada tanggal 26 agustus 1894 di desa gelogor yang menewaskan salah satu perwira muda belanda bernama Luitenant musquitier yang makamnya bersamaan dengan makam majoor general van ham di komplek pura dalam Karang Jangkong cakranegara. Koran de locomotief edisi 16 mei 1906 dan koran De preanger-bode edisi 14 mei 1906 juga mewartakan tentang banjir yang terjadi di desa gelogor akibat hujan deras berturut-turut pada tanggal 4 hinngga 10 Maret 1906. bukan saja korann-koran era awal kolonilaisme tersebut, desa gelogor juga tercatat dalam sebuah catatan farmasi belanda dalam bulletin PHARMACEUSTISCH WEEKBLAD edisi 16 september 1934 terbitan leiden belanda dalam salah satu kolomnya menyebutkan bahwa desa gelogor adalah sebuah desa yang menghasilkan beras buluh merah berkwalitas tinnggi sebagai salah 1 komoditi ekspor saat itu. pembangunan masjid gelogor pada tahun 1954 juga diwartakan oleh Koran de Vrije Pers: Ochtendbulletin edisi 3 november 1954 yang menyebutkan bahwa masyarakat desa gelogor lombok barat dengan inisiatif sendiri membangun sebuah masjid baru dengan anggaran dana Rp.60.000 dan juga akan membangun sebuah menara masjid dengan ketinggian 15 meter dengan menghabiskan anggran yang sama yaitu Rp.60.000. Desa gelogor juga mempunyai seorang derwaman yang namnaya tercatat dalam koran NIEUWSGIER edisi 23 november 1955 dalam salah satu kolom memberitakan bahwa salah satu tokoh dari Desa gelogor bernama Hadji machsun mendermakan uangnya sebanyak Rp.40.000 rupiah untuk membangun sebuah masjid di pelabuhan lembar dengan kapasitas 200 orang yang harus selsai pada bulan desember 1955. sampai saat ini masjid tersebut masih bisa ditemukan di areal pelabuhan penyebrangan Lembar dan sudah di renovasi. KUNJUNGAN BUNG KARNO DI DESA GELOGOR Kunjungan Presiden Soekarno atau Bung Karno ke wilayah Sunda Kecil memang telah lama dinanti-nanti. Berbagai rencana telah disusun, namun selalu berubah karena berbagai hal. Ini pula yang menyebabkan banyaknya terjadi mispersepsi dan misinformasi akan perjalanan kunjungan Presiden Soekarno ke Sunda Kecil, termasuk kunjungan ke Lombok. Sebagai contoh, De Vrije Pers: Ochtendbulletin edisi 01-04-1950 mengabarkan bahwa semula Bung Karno dalam kunjungan ini direncanakan akan ditemani oleh Menteri Pertahanan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Menteri Penerangan Arnold Mononutu. Namun rencana ini kemudian berubah. Demikian juga dengan tanggal kunjungan, selalu berubah. Semula direncanakan tanggal 17 April sehingga akan didampingi oleh Presiden NIT, Sukawati. Namun juga berubah. Hingga akhirnya keputusan final kunjungan ke Sunda Kecil akan dilakukan pada 30 Oktober hingga 13 November 1950, sebagaimana diberitakan Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode edisi 25-10-1950. Kunjungan dimulai dari kota Sumbawa Besar lalu berlanjut ke berbagai kota di kepulauan Nusa Tenggara Timur. Yang menarik, selain reuni dengan tempat pengasingan Bung Karno di Ende, ketika berada di Waingapu pesawat mengalami pecah ban. Hal ini dikisahkan kembali oleh wartawan yang ikut dalam kunjungan tersebut dalam De Nieuwsgier terbitan 31-05-1954. Pecahnya ban pesawat ini membuat sebagian rombongan harus ditinggal di Waingapu, sementara Bung Karno bersama setengah rombongannya berangkat ke Bima. Untuk memperbaiki ban pesawat tersebut harus dilakukan di Surabaya. Jadi, dari Bima pesawat harus terbang ke Surabaya, lalu setelah perbaikan balik lagi ke Waingapu untuk menjemput rombongan yang ditinggalkan untuk bergabung kembali dengan rombongan induk. Beruntungnya dalam perjalanan menuju Lombok cuaca cukup bersahabat sehingga memungkinkan pesawat mendarat di Ampenan. Sebelumnya memang ada kekhawatiran untuk mendaratkan pesawat di sini. Dan terbukti terjadi benturan yang cukup keras ketika pendaratan dilakukan. Kedatangan di Ampenan ini mendapat sambutan yang luar biasa. Belakangan saat rapat umum digelar di Mataram, diperkirakan lebih dari 40 ribu orang yang hadir. Perjalanan dari Ampenan menuju Mataram diikuti oleh iring-iringan mobil yang begitu panjang. Perjalanan ini pun berlangsung sangat lambat, merayap diantara kerumunan masyarakat yang begitu antusias menyambut kedatangan Bung Karno. Sebelumnya, pada Sabtu malam, tanggal 4 November 1950, seorang utusan tim advance kepresidenan datang ke rumah Datoq Gelogor. Pesan yang disampaikan, Presiden Soekarno akan datang berkunjung untuk bertemu dengan Datoq Gelogor secara privat tanpa wartawan dan tanpa adanya pengawalan. Menurut utusan khusus tersebut, Bung Karno ingin membicarakan beberapa hal penting yang terkait dengan persoalan kenegaraan dan persatuan bangsa ini. Satu hari sebelumnya, hari Jum’at tanggal 3 November 1950 telah tersebar informasi tentang rencana kedatangan Bung Karno di Lombok. Pamflet serta berbagai selebaran tentang kedatangan Presiden Soekarno disebarkan melalui beragam media informasi yang ada waktu itu oleh Petugas Djawatan Penerangan Daerah Lombok. Setiap pejabat dan tokoh-tokoh penting pun tidak ketinggalan mendapatkan informasi rencana kunjungan Presiden ke Lombok tersebut. Para jurnalis dan mat kodak sangat antusias mengetahui rencana kedatangan Bung Karno pada hari Minggu 5 November 1950. Itinerary (rencana perjalanan) awal mengabarkan bahwa iring-iringan rombongan Bung Karno akan datang melalui Pelabuhan Lembar. Namun karena sebelum keberangkatan cuaca nampak bagus sehingga pendaratan di alihkan ke Pelabuhan Ampenan. Kedatangan Presiden Soekarno ke Lombok yang pertama dan sekaligus yang terakhir tersebut menjadi fenomenal. Sebagaimana telah saya sampaikan di atas, Bung Karno beberapa kali merencanakan kunjungan Kepresidenan ke Lombok. Namun sebagian besar gagal karena keterbatasan waktu dan kesempatan. Sehingga Bung Karno hanya dapat berkunjung sekali saja untuk menyapa rakyat Indonesia yang ada di Pulau Lombok. Iring-iringan konvoi dari Ampenan langsung mengantarkan Bung Karno untuk menyampaikan pidato di Lapangan Mataram. Setelah itu Bung Karno beristirahat sejenak di tempat menginap untuk meredakan kerumunan masyarakat. Lalu diam-diam menyelinap ke Gelogor untuk melakukan kunjungan incognito ke TGH Nasrudin alias Datoq Gelogor. Pada hari Minggu tanggal 5 November 1950 lewat siang hari Presiden sudah berada di kediaman Datoq Gelogor. Lebih dari 2 Jam lamanya, Soekarno Menghabiskan waktu bersama Datoq Gelogor. Kendati dalam rombongan ada Sekretaris Kabinet A.K. Pringgodigdo dan Gubernur Sunda Kecil, namun Presiden Soekarno hanya ditemani oleh Sekjen Kementerian Penerangan yang kelak akan menjadi diplomat sekaligus Menteri Luar Negeri yang ulung, Roeslan Abdoelgani, ketika mengunjungi Datoq Gelogor. Sebagai catatan, AK Pringgodigdo tidak dapat mengikuti seluruh kunjungan berikutnya, karena harus segera kembali ke Jakarta untuk persiapan mengikuti konferensi tingkat menteri European Union dan konferensi khusus tentang New Guinea, sebagaimana diberitakan Nieuwe Courant edisi 13-11-1950. Apa yang telah mereka bicarakan, sehingga pertemuan tersebut terkesan begitu eksklusif dan mengambil tempat di desa Gelogor? Saya tidak tahu, apakah Bung Karno yang penggemar sejarah tersebut tertarik datang ke Gelogor karena sejumlah catatan sejarah Gelogor? Sebab sejumlah peristiwa juga terjadi di Gelogor dan di desa ini juga terdapat sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama yang kedermawanannya begitu terkenal seperti Haji Machsun misalnya. Atau memang karena peran besar yang dimainkan oleh Datoq Gelogor pada saat itu sehingga Bung Karno menyempatkan diri mengunjungi beliau? Banyak ruang kosong yang memang perlu dieksplorasi untuk menemukan data dan juga jawab. Tentang Haji Machsun, tokoh NU dari desa Gelogor yang begitu dermawan, seperti dikisahkan dalam koran Nieuwsgier edisi 23 November 1955, akan saya bahas dalam kesempatan lain. Yang menjadi menarik tentu bagaimana memahami peran besar yang dimainkan oleh seorang ulama seperti Datoq Gelogor di panggung politik nasional. Seruan “Merdeka” dan “Irian” bergemana di mana-mana. “Irian” memang menjadi kata yang tertulis di berbagai gapura, spanduk, poster, papan maupun berbagai atribut lainnya yang dibawa oleh masyarakat saat menghadiri rapat umum. Dokumen yang disimpan pihak keluarga juga terdapat lembaran pernyataan dukungan Datoq Gelogor kepada Presiden Soekarno terkait upaya pengembalian Irian menjadi bagian dari NKRI. Selain isu pengembalian Irian, arah revolusi negara juga menjadi perhatian saat itu. Algemeen Indisch Dagblad: de Preangerbode edisi 13-11-1950 mengabarkan bahwa Presiden Sukarno menolak gagasan negara Islam. Revolusi kita bukanlah revolusi keagamaan, namun revolusi nasional. Di Lombok, Bung Karno juga menyampaikan penolakannya terhadap gagasan negara Islam. Bung Karno menegaskan kebebasan beragama sebagaimana tertuang dalam Pancasila. Topik-topik inilah yang mungkin didiskusikan secara khusus oleh Bung Karno dengan Datoq Gelogor. Hal ini ini tentu tak lepas dari luasnya jaringan yang dimiliki oleh Datoq Gelogor. Dari temuan dokumen dan hasil wawancara, saya dapatkan sederet nama tokoh nasional selain Bung Karno yang pernah menjalin komunikasi dengan Datoq Gelogor. Sebut saja Wakil Presiden Muhammad Hatta, Perdana Menteri Muhammad Natsir, Buya Hamka, Hadratussyiekh Kyai Haji Hasyim Asy’ari, Abdoel Kareem Pringgodigdo, Roeslan Abdoelgani dan sejumlah nama lainnya. Hubungan dengan tokoh daerah tentu tidak perlu dipertanyakan lagi. Hampir semua alim ulama di Lombok menjalin kontak dengan Datuq Gelogor. Demikian pula dengan para pejabat struktural di Lombok, seperti Kepala Daerah Pertama Lombok Haji Durrachman, Mamik Fadelah, Mamik Ripa’ah, Gubernur NTB H. Raden Wasita Kusuma, Haji Gatot Suherman, Mamik Adam Mule Djati, Drs. Haji Sa’id dan sederet tokoh lainnya. Selain itu, dari dokumen yang tersimpan di rumah Datoq Gelogor terdapat beragam ormas yang meminta bantuan beliau untuk memberikan dukungan dalam rangka menghidupkan perjuangan masing-masing organisasi masyarakat tersebut. Mulai Dari Nahdlatul Ulama, Muhammadyah, Nahdlatul Wathan, Dewan Kesejahteraan Masjid dan ormas lainnya. Hubungan yang luas ini juga didukung oleh kemampuan bahasa yang dimiliki Datoq Gelogor. Beliau mampu berkomunikasi dengan bahasa asing secara lancar dan fasih, seperti Bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Jepang apalagi Bahasa Arab. Yang menarik untuk dibayangkan, bahasa apa kiranya yang digunakan dalam dialog bersama Bung Karno, yang juga menguasai banyak bahasa asing. Terlepas dari bahasa yang digunakan atau apa yang dibicarakan, yang jelas jika seorang Presiden mau menemui seseorang secara khusus, pasti peran tokoh tersebut sangat penting dan tentu isi pertemuan itu juga penting bagi masa depan bangsa ini. Setidaknya, di desa kecil bernama Gelogor, jejak sejarah itu telah ditorehkan. sumber ( fans page lombok heritage society) |
POTENSI SUMBER DAYA MANUSIAJumlah Penduduk ;
JUMLAH PENDUDUK
Pendidikan ;
Tamat SLTP : 474 Orang
AGAMA
ETNIS
LEMBAGA PENDIDIKAN
Berikut nama-nama Kepala Desa Gelogor:[butuh rujukan]
Nama Kepala Desa | Masa Jabatan |
---|---|
L. Darwati | 1998-2002 |
H. Muzakir | 2002-2007 |
Samsul Hadi Idris | 2007-2010 |
Safwan, SH | 2011-2017 |
Marwan, S.Sos | PJS 2017-2019 |
Achmad Arman Iswara, SH | 2019-2025 |
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.