Remove ads
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Direktorat Kepolisian Udara (Ditpoludara) adalah salah satu satuan yang merupakan unsur pelaksana utama pada Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) di bawah Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) bertugas melaksanakan dukungan penerbangan kepada seluruh jajaran polri di seluruh indonesia, baik tugas-tugas umum kepolisian, VIP/VVIP, SAR (Search and Rescue), Mobile Udara, Ambulance udara, dan lain-lain yang membutuhkan helikopter atau pesawat udara Polri.
Kepolisian Negara Republik Indonesia Direktorat Kepolisian Udara | |
---|---|
Singkatan | Ditpoludara Korpolairud Baharkam Polri |
Struktur yurisdiksi | |
Lembaga nasional | Indonesia |
Wilayah hukum | Indonesia |
Lembaga pemerintah | Kepolisian Negara Republik Indonesia |
Markas besar | Jalan Talas 2 No. 13, Pondok Cabe Ilir, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, 15418 |
Pejabat eksekutif |
|
Lembaga induk |
|
Ditpoludara dipimpin oleh seorang Perwira Tinggi Polri berpangkat Brigadir Jenderal Polisi yang saat ini dijabat oleh Brigjen. Pol. Drs. Agus Pranoto M.H.
Setelah Kepolisian Perairan terbentuk dan diresmikan, Djawatan Kepolisian Negara (DKN) RI dan pemerintah mulai berpikir bahwa perlunya ada Kepolisian Udara untuk mendukung pelaksanaan tugas Polair dan menjaga keamanan dan ketertiban udara. Hal tersebut dipicu dengan adanya beberapa faktor baik dari luar maupun dari dalam, adapun faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal:
a. Adanya Rapat Umum Commission Internationale de Police Criminelle(CIPC) di Lisabon pada tahun 1951 yang menghasilkan resolusi no.5 mengenai pencurian barang secara besar-besaran dalam pesawat terbang ( pengangkutan antar negara)
b. Prioritas dalam pemberantasan penyelundupan antar negara melalui pesawat terbang setelah adanya rapat organisasi Security International di Sydney pada bulan Maret tahun 1951
c. Adanya beberapa negara yang telah memiliki Polisi Penerbangan (Police Aviation) seperti Prancis, Yunani, Israel, Italia, Belanda, dan Yugoslavia.
d. Hasil Rapat Umum CIPC ke-21 di Stockholm pada tanggal 9 s.d. 12 Juni 1952 yang menghasilkan konsep sebagai berikut:
1) Mengadjak biro2 nasional supaja selalu dan setjara lebih beraturan memberitahukan kepada Sekretaris Djendral C.I.P.C tentang pentjurian2 barang jang diangkut dengan pesawat terbang disatu pihak serta tentang identiteit penerbang2 dan awak pesawat terbang jang setjara berulang2 melakukan penjelundupan atau pelanggaran2 dilain pihak ;
2) Mengadjukan permintaan kepada Sekretaris Djendral supaja memperkembangkan tiap2 pekerdjaan jang dianggapnja perlu dengan organisasi2 jang berhak dari U.N.O dan O.A.C.I, begitupun dengan biro2 nasional dari C.I.P.C agar mentjapai standardisasi visa;
3) Mengadjukan permintaan kepada Skeretaris Djendral supaja meminta kepada oragnisasi2 jang berhak agar menindjau konvensi Internasional tentang korban2 ketjelakaan udara.
2. Faktor eksternal:
a. Indonesia yang merupakan negara kepulauan harus mendapatkan jaminan keamanan secara efisien dan cepat, dan hanya melalui udara hal tersebut dapat terpenuhi;
b. Perlunya back up Kamtibmas dari udara mengingat eskalasi ancaman semakin berkembang dengan perkembangan teknologi;
c. Perlunya peningkatan dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian, terutama pemberantasan penyelundupan yang bersifat lintas batas;
d. Perlunya sarana transportasi bagi para pejabat Polri dan evakuasi udara bagi korban kecelakaan atau sakit.
Dari beberapa faktor diatas, Pemerintah membentuk Seksi Udara pada akhir tahun 1956. Dengan diterbitkannya SK Perdana Menteri No.510/P.M./1956 tanggal 5 Desember 1956. Pembentukan seksi udara bertujuan untuk memberantas penyelundupan, pengawasan lintas batas, evakuasi udara bagi korban kecelakaan dan sakit, serta menyiapkan trasnportasi udara untuk pejabat penting Kepolisian.
Sebagai tahap awal, DKN memesan sebuah pesawat pertama, Cessna 180 yang dibuat oleh Cissena Co. Wichta, dari Kansas USA. Pesawat tersebut diserahkan pada tanggal 24 Desember 1955 jam 10.45 WIB. Penyerahan tersebut dilaksanakan di lapangan terbang Andirmilik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) Bandung, kemudian Pesawat terbang tersebut diterbangkan ke lapangan terbang Kemayoran oleh penerbang dari AURI atas nama Capten Pilot Soedarjono dan Co Pilot Hasan Djajasasminta, dengan penumpang pertama pada waktu itu adalah Komisaris Polisi I Drs. Harsono, sebagai Kepala Seksi Polisi Udara. Setibanya di lapangan terbang Kemayoran dilaksanakan upacara penyerahan pesawat yang dihadiri oleh R.S.Soekanto dan sekaligus dilaksanakan uji terbang selama 15 menit diatas Jakarta yang didampingi oleh Kombes Pol I Moh.Basah.
Ketika seksi udara pertama dibentuk, hanya beranggotakan satu orang Kapten Pilot dan satu orang Co-Pilot, serta dilatih oleh instuktur penerbang dan teknisi dari Amerika. Selanjutnya dengan perkembangan waktu keanggotaan seksi udara bertambah terdiri empat orang tenaga kontrak dari penerbang sipil (curug) atas nama Kapten Daryono, Kapten Soetardjo Sigit, Kapten hasan, Inspektur Hengky, dan 6 kader polisi yang dilatih di sekolah penerbangan AURI dan sipil untuk menambah tenaga penerbang seksi udara.
Bagian Polisi Perairan dirubah menjadi Bagian Polisi Perairan dan Udara sesuai dengan SK Perdana Menteri No. 81/P.M./1957 tanggal 23 Pebruari 1957. Sementara itu, Poludara yang berdiri pada 1956 telah memiliki beberapa unit pesawat dalam menjalankan operasional antara lain:
Pada 1958, DKN mengalami reorganisasi bedasarkan PP no. 57 tahun 1958 sehingga, bagian Polairud menjadi Dinas Perairan dan Udara yang dibawah Direktorat III. Dinas Polairud dibagi menjadi dua seksi yaitu: Seksi Air yang dipimpin oleh Komisaris Polisi II Soetarjo Kartadihardja dan Seksi Udara yang dipimpin oleh Komisaris Polisi I Drs. Harsono. Pada saat itu, pesawat Poludara berpangkal di Lapangan Udara Kemayoran.
Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI/1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara). Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.
Setelah adanya UU No. 13 tahun 1961 tentang UU Pokok Kepolisian Negara, maka struktur organisasi Polri pun berubah sesuai dengan perkembangan era dan adanya UU yang dimaksud. Oleh karena itu, Dinas Perairan dan Udara berubah menjadi Korps Airud yang berada dibawah Asisten I Menteri KKN bedasarkan Peraturan Menteri KKN No.7/Prt/M.K./1961 tanggal 31 Desember 1961 tentang susunan Departemen Kepolisian dan Skep Menteri KKN No.Pol. 14/7/62/M.K.K.N tanggal 16 Januari 1962 tentang penunjukan para pejabat utama di lingkungan Departemen Kepolisian, termasuk Korps Airud dengan ditunjuknya KBP R.Hartono sebagai Panglima Korps Airud sesuai dengan Skep yang dimaksud.
Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri/KASAK, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KASAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak).
Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut:
Pada Maret 1964, Korps Airud dipimpin oleh AKBP Drs. Widodo Budidarmo.
Pada 1965, Korps Airud mengalami perubahan menjadi Direktorat Perairan dan Udara yang dipimpin oleh seorang Direktur bedasarkan Skep MEN/PANGAK No.Pol. 11/SK/MK/1964 tanggal 25 Oktober 1964 tentang perubahan struktur organisasi KEMAK. Direktorat Perairan dan Udara hanya berlangsung selama 1 tahun seiring dengan perkembangan era dan kembali menjadi Korps Airud sesuai dengan Skep yang sudah disebutkan diatas.
Melalui Instruksi Menteri/Pangab No. Pol. 38/Instr/MK/1966 nama Kementerian Angkatan Kepolisian (KEMAK) diubah menjadi Departemen Angkatan Kepolisian (DEPAK). Disamping itu, Korps Airud sempat membuat sebuah brevet dengan adanya Skep Pangak No.Pol : 79/SK/PANGAK/69 tanggal 17 Juni 1969 yang dinamakan tanda kemampuan penerbang AKRI dengan 3 macam kualifikasi antara lain :
Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Staf Angkatan Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri. Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969. Pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL, AU, dan AK diganti menjadi Kepala Staf Angkatan.
Pada 1971, Kapolri membentuk sebuah Komando yang dinamakan Komando Samapta (Komapta) yang membawahi:
Pembentukan tersebut bedasarkan SK Kapolri No.Pol: 015/SK/Kapolri/1971 dengan tugas sebagai koordinator beberapa kesatuan di Polri yang dipimpin oleh Brigjen Pol Drs. Koeswadi sebagai Danjen Komapta Pertama.
Setelah operasi Seroja terlaksana, terjadilah reorganisasi Polri bedasarkan SK Menhankam No.15/1976 pada 1976.SK tersebut berdampak pada organisasi Korps Airud sehingga, Korps Airud dilikuidasi pada tahun 1977 bedasarkan Skep Kapolri No.Skep/53/VII/1977, No.Skep/54/VII/1977, dan No.Skep/55/VII/1977. Adapun hasil dari likuidasi Korps Airud:
Pada tahun 1985, Sattama Polair dan Sattama Udara kembali mengalami perubahan berdasarkan Skep Kapolri No.Pol: Kep/07/VII/1985 dan Kep/09/X/1984. Perubahan tersebut membuat Sattama dirubah menjadi Sub Direktorat Polair dan Sub Direktorat Udara yang dibawah langsung oleh Dit Samapta Polri, sebagai Dir Samapta Polri pertama adalah Mayjen Pol Drs. Azhar Kasim. Sementara itu, Sat Polairud Dak juga berubah menjadi Sat Polair yang berada dibawah Dit Samapta Polda masing-masing.
Pada 3 November 1997, Kapolri mengeluarkan Skep No.Pol. Skep/1220/XI/1997 tentang tanda kualifikasi penerbang, mekanik, dan awak kabin di lingkungan Subditudara Ditsamapta Polri. adapun macam-macam tanda kualifikasi yang dimaksud:
Sejak bergulirnya reformasi pemerintahan 1998, terjadi banyak perubahan yang cukup besar, ditandai dengan jatuhnya pemerintahan orde baru yang kemudian digantikan oleh pemerintahan reformasi di bawah pimpinan presiden B.J. Habibie di tengah maraknya berbagai tuntutan masyarakat dalam penuntasan reformasi, muncul pada tuntutan agar Polri dikeluarkan dari ABRI dengan harapan Polri menjadi lembaga yang profesional dan mandiri, jauh dari intervensi pihak lain dalam penegakan hukum.
Sejak 5 Oktober 1998, muncul perdebatan di sekitar presiden yang menginginkan pemisahan Polri dan ABRI dalam tubuh Polri sendiri sudah banyak bermunculan aspirasi-aspirasi yang serupa. Isyarat tersebut kemudian direalisasikan Hal tersebut terealisasikan dengan adanya Ketetapan MPR No.X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan memelihara kehidupan nasional sebagai haluan negara, serta Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie adanya instruksi Presiden No. 2 tahun 1999 yang menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari ABRI.
Upacara pemisahan Polri dari ABRI dilakukan pada tanggal 1 April 1999 di lapangan upacara Mabes ABRI di Cilangkap, Jakarta Timur. Upacara pemisahan tersebut ditandai dengan penyerahan Panji-panji Tribata Polri dari Kepala Staf Umum ABRI Letnan Jenderal TNI Sugiono kepada Sekjen Dephankam Letnan Jenderal TNI Fachrul Razi, kemudian diberikan kepada Kapolri Jenderal Polisi Roesmanhadi. Maka sejak tanggal 1 April, Polri ditempatkan di bawah Dephankam. Istilah ABRI dirubah menjadi TNI sehingga Panglima ABRI diganti menjadi Panglima TNI. Kedua institusi ini berada dibawah Dephankam. Dalam masa transisi, Polri mengalami reformasi secara bertahap melalui aspek struktural yang meliputi kelembagaan dalam ketatanegaraan, aspek instrumental yang meliputi undang-undang, doktrin, dan kompetensi Polri, serta aspek kultural yang meliputi budaya kepolisian dalam bentuk peningkatan kualitas pelayanan.
Pada tanggal 1 Juli 2000, Presiden RI K.H.Abdulrachman Wahid mengeluarkan Keppres No.89/2000 tanggal 1 Juli 2000 yang menyatakan bahwa Polri berada dibawah langsung Presiden RI, bukan dibawah Departemen Hankam lagi. Dengan adanya pemisahan Polri dari ABRI sejak tahun 1999, Polri juga melakukan reorganisasi di dalam tubuh Polri, terutama Dit Samapta Polri dan Subdit-subditnya. Pada tahun 2000, Subdit Polair dan Subdit Poludara kembali dipersatukan menjadi Direktorat Polairud yang dipimpin oleh Brigjen Pol Drs.F.X.Soemardi SH.
Kemudian, Kapolri mengeluarkan SK No. Skep/9/V/2001 tanggal 25 Mei 2001 yang mengatur bahwa Dit Polairud dibawah koordinasi Deops Kapolri yang membawahi Subdit Polair dan Subdit Poludara.
Namun, penggabungan tersebut tidak berlangsung lama setelah Kapolri kembali mengeluarkan SK No: Skep/53/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 yang memisahkan kembali Polair dan Poludara. Sehingga, terbentuklah Dit Polair dan Dit Poludara yang masing-masing dipimpin oleh seorang Brigjen Polisi dan berada dibawah Babinkam Polri.
Pada 14 September 2010, Kapolri mengeluarkan peraturan Kapolri No.21 tahun 2010 tentang Struktur Organisasi Tata Kerja pada tingkat Mabes Polri. Seiring dengan perubahan organisasi, Babinkam Polri berubah menjadi Badan Pemelihara dan Keamanan Polri (Baharkam Polri). Oleh karena itu, Ditpolair berubah menjadi Ditpolair Baharkam Polri dan Ditpoludara berubah menjadi Ditpoludara Baharkam Polri.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, Korpolairud Baharkam Polri merupakan unsur pelaksana utama yang berada dibawah Kabaharkam Polri yang dipimpin oleh Kakor Polairud dan bertanggung jawab kepada Kabaharkam Polri, dimana Korpolairud Baharkam Polri membawahi Direktorat Kepolisian Perairan dan Direktorat Kepolisian Udara.
Sampai saat ini, Direktorat Kepolisian Udara mengalami penambahan dan peremajaan alutsista baik helikopter maupun pesawat terbang yang meliputi :
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.